MA Ganti Hukum Mati Sambo Jadi Penjara Seumur Hidup, Begini Pandangan Islam!

FITHA AYUN LUTVIA NITHA
Fitha Ayun Lutvia Nitha lulusan Magister Hukum Universitas Negeri Semarang, dengan IPK 4,00 dan lama studi 1 tahun 6 bulan
Konten dari Pengguna
14 Agustus 2023 15:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FITHA AYUN LUTVIA NITHA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ferdy Sambo dapatkan keringanan hukuman, menjadi penjara seumur hidup. Sumber : kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ferdy Sambo dapatkan keringanan hukuman, menjadi penjara seumur hidup. Sumber : kumparan.com
ADVERTISEMENT
Pasca beredarnya informasi terkait keringanan hukuman yang diberikan oleh pihak Mahkamah Agung (MA) pada Ferdy Sambo beserta komplotan, masyarakat Indonesia pun dibuat bertanya-tanya akan kevalidan hasil putusan tersebut. Apalagi jika dilihat dari sejumlah hukuman yang dijatuhkan di tingkat sebelumnya, masyarakat menganggap MA telah melampaui batas karena mengkorting bahkan hingga separuh hukuman pada para pelaku.
ADVERTISEMENT
Hasil Putusan MA
Tepatnya pada 8 Agustus 2023 MA telah memutus perkara para terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Ricky Rizal Wibowo, Kuat Ma’ruf. Putusan pidana MA dijatuhkan terhadap Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup, Putri Candrawati dan Kuat Ma’ruf menjadi penjara 10 tahun, dan Ricky Rizal Wibowo dihukum pidana 8 tahun penjara. Putusan MA ini telah berkekuatan hukum tetap sehingga para terpidana tersebut segera menjalani hukumannya. Lantas apakah pertimbangan hukum yang sekiranya dapat memperingan hukuman mereka?
Pendapat Para Ahli Hukum Positif
Gambar kantor kejaksaan. Sumber : dokumentasi pribadi
Terkait pembatalan hukuman mati pada pihak Ferdy Sambo, sebenarnya sejumlah akademisi hukum telah lama mengkaji terkait efektifitas hukuman mati. Diantaranya pun kurang setuju dalam penerapan hukuman tersebut. Seperti misalnya pendapat dari Prof. Harkristuti pada asas Non Derogable Right yang sudah cukup lama diratifikasikan dalam hukum Indonesia. Namun, faktanya Indonesia masih menerapkan sanksi pidana mati. Padahal kita ketahui bersama bahwa salah satu muatan dalam asas tersebut adalah hak untuk hidup, dan ini juga menjadi landasan internasional dalam penghapusan sanksi pidana mati. Nah permasalahannya memang disini kenapa Indonesia meratifikasi asas tersebut namun tidak menerapkan kaidahnya. Merespon hal tersebut maka dalam KUHP baru sanksi mati tidak lagi menjadi sanksi pokok, melainkan jadi sanksi istimewa yang ujung-ujungnya nanti mengarah pada sanksi penjara seumur hidup
ADVERTISEMENT
Selain itu Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, juga ikut menanggapi hasil pengurangan hukuman Ferdy Sambo itu sebagai terobosan hukum. Responnya putusan MA pada Ferdy Sambo dinilai sebagai sebuah terobosan bagi agenda penghapusan hukuman mati. Mandat penghapusan hukuman mati adalah agenda global untuk meningkatkan kualitas pemajuan HAM di suatu negara. Secara umum ini akan menjadi poin pemajuan HAM di Indonesia. Namun ketika ditanya apakah pengurangan hukuman ini berkeadilan, Hendardi mengatakan “Ini debat yang panjang. Tetapi hukuman seumur hidup adalah hukuman terberat yang menjadi domain sebuah negara. Sementara dalam perspektif HAM, hukuman mati tentu adalah domain Sang Pencipta, yang menentukan mati dan hidup seseorang.” Selain itu pihaknya juga tetap mempertanyakan terkait pertimbangan ketiga hakim yang telah menghasilkan terobosan keringanan hukuman bagi para pelaku pembunuhan Brigadir J, karena bagaimanapun dalam proses hukum hendaknya transparan agar tidak menimbulkan penilaian buruk masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hukum Islam Memandang Terkait Keringanan Hukuman Ferdy Sambo
Dsikusi mahasiswa bersama jaksa terkait penerapan hukum pidana Indonesia. Sumber : dokumentasi pribadi.
Dalam ajaran syariat Islam juga mengatur terkait kebijakan keringanan hukuman (rukhsah) bagi pelaku pidana. Namun perlu diketahui, tidak serta merta keringanan tersebut bisa diperoleh dengan mudah oleh semua orang, terlebih lagi dalam kasus pembunuhan seperti kasus Brigadir J. Keringanan hukuman dalam kasus pembunuhan dapat diperoleh pelaku, salah satunya yakni dengan alasan pemaaf dari pihak keluarga korban. Akan tetapi pelaksanaan atas praktek pengampunan ini harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
1. Pengampunan harus diberikan oleh orang yang memiliki hak qiṣāṣ. Menurut jumhur ulama, pemilik qiṣāṣ adalah semua ahli waris, baik zāwil furuḍ maupun aṣābah, laki-laki maupun perempuan.
2. Orang yang berhak memberikan pengampunan harus āqil dan bālig.
ADVERTISEMENT
3. Pengampunan tidak boleh terjadi atas dasar paksaan atau rekayasa. Pengampunan tersebut muncul atas kemauan/kesadaran diri. Maka pengampunan atas dasar paksaan tertolak.
4. Apabila mustaḥiq qiṣāṣ itu hanya seorang diri, dan ia memberikan pengampunan maka pengampunan itu hukumnya sah dan menimbulkan akibat hukum. Apabila mustaḥiq qiṣāṣ terdiri dari beberapa orang, dan salah seorang dari mereka memberikan pengampunan, hukuman menjadi gugur, dengan ketentuan bahwa orang yang melakukan pengampunan itu sama derajatnya dengan ahli waris (mustaḥiq) yang lain, atau lebih tinggi.
5. Apabila wali korban memberikan pengampunan, baik dari qiṣāṣ maupun diyat, pengampunan tersebut hukumnya sah, dan pelaku bebas dari qiṣāṣ dan diyat yang kedua-duanya merupakan hak adami (individu). Akan tetapi, oleh karena di dalam hukum qiṣāṣ itu terkandung dua hak yaitu hak Allah (masyarakat) dan hak manusia (individu), penguasa (negara) masih berwenang untuk menjatuhkan hukuman ta‟zīr. Pendapat ini dikemukakan oleh Hanafiyah dan Malikiyah.
ADVERTISEMENT
6. Pengampunan harus dengan kata-kata atau kalimat yang ṣāriḥ (jelas). Misalnya: aku memaafkannya, aku menggugurkannya, aku membebaskannya, atau aku menerima.
7. Pengampunan (terutama dalam kasus jarīmah qiṣāṣ) harus dilegitimasi oleh putusan pengadilan agar executable (dapat dijalankan).
Melihat dari kriteria tersebut penulis simpulkan bahwa dari segi hukum islam, sebenarnya pihak Ferdy Sambo dkk, belum memenuhi syarat untuk mendapatkan keringanan hukuman. Karena pihak keluarga Brigadir J pun belum ikhlas memaafkan dan tetap berharap agar pelaku mendapatkan hukuman setimpal yakni hukuman mati. Dalam syariat islam pun mengamini terkait jarimah pembunuhan maka akan dikenai hukuman qisas yakni nyawa harus dibalas dengan nyawa. Karena bagaimanapun dalam ajaran maqashid syariah, Allah sangat melindungi hak manusia atas kehidupan yakni melindungi setiap jiwa (hifz al-nafs). Demikian semoga bermanfaat.
ADVERTISEMENT