Forgiveness: untuk Kamu yang Terluka

Lucy Rachmawati
Mahasiswi Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
17 Desember 2022 18:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lucy Rachmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Mata dibalas mata hanya akan membuat seluruh dunia menjadi buta.”—Mahatma Gandhi
Sumber: Dokumen pribadi penulis
Apakah kamu pernah terluka karena seseorang? Sampai pada titik kamu tidak akan pernah bisa memaafkan kesalahannya? Semua orang tentu pernah terluka, baik fisik maupun batin, yang disadari ataupun tidak disadari. Setiap manusia juga pasti pernah merasa sakit hati, marah, ataupun kecewa pada orang lain karena kesalahan yang dibuat oleh orang tersebut, entah disengaja maupun tidak disengaja. Kita tidak bisa mengharapkan orang lain untuk selalu berbuat baik kepada kita dan sesuai dengan yang kita inginkan. Lalu, bagaimana cara terbaik untuk kita mengatasi rasa sakit itu?
ADVERTISEMENT

Mengenal dan Berteman dengan Luka

Perkenalkan, namanya adalah luka, ini bukan luka fisik tetapi luka emosional. Keberadaannya sering diabaikan karena tidak tampak oleh mata, tetapi sangat dirasa. Meskipun lukanya tidak bisa dilihat seperti luka fisik, bukan berarti tidak perlu untuk diobati.
Charles, R. Gerber dalam bukunya Kesembuhan untuk Kepahitan Hati menjelaskan bahwa secara umum penyebab luka batin ialah karena tiga peristiwa penting yaitu kehilangan, ketidakadilan, dan pengkhianatan. Selain hal tersebut, ada banyak hal lain yang memicu luka secara emosional seseorang, seperti; bullying, tidak mendapat perhatian penuh dari orang tua, kekerasan dalam rumah tangga, kehilangan orang yang disayang, putus cinta atau cinta tak berbalas, dikhianati teman, trauma atau pengalaman yang buruk dan masalah lainnya dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
Berbagai penyebab tersebut sangat bisa menjadi luka batin yang mendalam pada seseorang karena tekanan besar dan negatif pada dirinya. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan McAlear (2012) bahwa perasaan takut, cemas, dan ketidakberdayaan seseorang dalam menghadapi pengalaman yang menyakitkan membuat seseorang tidak mampu mengekspresikan emosi atau perasaan dengan baik sehingga membuat batin terluka. Dari penjelasan tersebut juga dapat disimpulkan bahwa seseorang mungkin sudah lupa dengan detail pengalaman yang menyakitkan itu namun perasaannya masih ada dan sama hingga saat ini. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa berhubungan dengan orang lain, maka dari itu perlu sekali untuk kita membiasakan diri dengan yang namanya luka dan tau bagaimana cara mengatasi emosi negatif dari luka tersebut dengan baik.
ADVERTISEMENT

Luka Hati Memicu Dampak yang Luar Biasa

Lukanya memang tidak tampak, tetapi sangat berdampak. Dampaknya sangat besar karena luka hati tersebut lebih terasa dan lebih bertahan lama dibandingkan luka fisik. Begitu banyak dampak negatif apabila tidak ada pengendalian terhadap emosi yang dirasakan dan akan sangat berdampak buruk pula pada kesehatan mental seperti keinginan untuk bunuh diri karena menyimpan amarah terlalu lama, mengalami kecemasan dan perasaan ketakutan yang berlebihan jika melihat pelaku, dan perasaan benci, marah, kecewa yang terpendam terlalu lama dapat menimbulkan stres, rasa sedih secara terus-menerus, frustrasi, bahkan hingga obsesi untuk membalaskan dendam hingga membunuh pelaku.
Baron dan Byrne (dalam Irma, dkk. 2022:11) mengemukakan bahwa, "Ketika terjadi lonjakan emosi dalam diri individu maka akan mengakibatkan hilangnya akal sehat, ketika individu merasa sangat marah kemampuan untuk mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan yang akan dilakukan akan berkurang secara drastis."
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh bisa kita lihat pada berita-berita pembunuhan yang sering dibicarakan di internet maupun televisi. Sebagian besar alasan pelaku melakukannya ialah karena merasa sakit hati terhadap korban. Seperti itulah salah satu dampak jika kita tidak bisa mengatasi emosi dengan baik ketika hati terluka. Naudzubillah min dzaalik. Lalu bagaimana cara terbaik untuk itu?

Solusi Terbaik dengan Memaafkan

"Maafkanlah, tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini"
Solusi terbaik untuk kamu yang terluka ialah memaafkan. Mengapa harus memaafkan? Memaafkan atau forgiveness dapat memulihkan hubungan setelah adanya konflik, mengurangi tanggapan atau emosi negatif, mengurangi rasa benci yang memicu pembalasan, dan bahkan membuat hati kita menjadi tenang. Enright, dkk (1991: 140) mendefinisikan, “forgiveness sebagai kemauan seseorang untuk meninggalkan haknya mengumbar kebencian, penilaian negatif, dan perilaku acuh tak acuh terhadap orang yang telah bertindak melukai hatinya dengan tidak adil, sementara dia mengembangkan sifat berbelas kasih, bermurah hati bahkan cinta terhadap orang itu.”
ADVERTISEMENT
Memaafkan memang bukan hal yang mudah, terutama bagi kamu yang sudah telanjur sangat kecewa dengan apa yang terjadi. Mulailah memaafkan dengan menerima semua yang terjadi dengan ikhlas. Apa pun yang terjadi pada masa lalu tidak bisa kita ulangi kembali, lebih baik kita memilih untuk bisa menerima apa adanya yang pernah terjadi daripada berpikir apa yang seharusnya terjadi. Arti dari memaafkan bukan berarti membiarkan orang tersebut lolos, tetapi ketika kita mampu memaafkan orang lain atau peristiwa yang menyakiti, maka akan lebih mudah melupakan detail-detail peristiwa tersebut.
Seperti sifat Nabi Muhammad saw yang senang memaafkan orang lain, kita juga harus demikian. Hal ini juga sejalan dengan ayat Al Qur'an yaitu QS Al Hijr ayat 85 yang artinya “Maka maafkanlah mereka dengan cara yang baik”. Agama Islam selalu mengajarkan kepada setiap manusia untuk saling memaafkan satu sama lain dan berbuat kebaikan. Sikap saling memaafkan merupakan suatu bentuk untuk saling menghormati sesama manusia, dan juga menjaga kehormatan serta martabat manusia, sehingga tali silaturahmi antara manusia tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Teman-teman, memaafkan akan sangat bermakna ketika kita bisa menerima ketidaksempurnaan orang lain, maka kita akan bisa merangkul ketidaksempurnaan diri kita sendiri. Manusia pada dasarnya mempunyai insting untuk balas dendam, namun tergantung bagaimana kita mengendalian diri terhadap insting tersebut. Bukan tidak mungkin orang yang terluka akan melakukan pembalasan balik, benarkan? Namun, bukankah jika kebencian, perpecahan, dan pembalasan dendam itu terjadi terus-menerus maka tidak akan ada habisnya?
Untuk kamu yang terluka, sakit hati adalah perasaan wajar pada diri yang disakiti, tetapi jangan sampai kita ada keinginan untuk balas dendam, karena dengan membalasnya itu artinya kita mencoba menanam hal yang tidak baik. Ingatlah bahwa hal-hal baik pasti akan kembali ke diri kita. Mari bertumbuh bersama dengan memaafkan apa yang terjadi, sesungguhnya tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.
ADVERTISEMENT
Referensi
Enright, R. & The Human Development Study Group (1991). The moral development of forgiveness. In W. Kurtines, & J. Gewirtz (Ed.), Handbook of Moral Behavior and Development (pp. 123-152). Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Irma, dkk. (2022). Regulasi Emosi Pelaku Pembunuhan. Jurnal Psikologi Talenta Mahasiswa, Volume 1(4), 1-14.
McAlear, R. (2012). The Power of Healing Prayer. USA: Our Sunday Visitor.
Nihayah, dkk. (2021). Konsep Memaafkan dalam Psikologi Positif. Indonesian Journal of Counseling and Development, 3(2), 108-119.