Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mencari Keadilan dalam Resolusi Konflik Sunni dan Syiah di Sampang
18 Januari 2023 9:50 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Hanifa Rahma Nurulita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pascarevolusi Iran pada 1979, ajaran Syiah menjadi cukup populer dan menjadi kekhawatiran tersendiri bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, hal ini secara otomatis turut menjadi kekhawatiran akan masuknya ajaran Syiah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Majelis Ulama Indonesia melakukan upaya untuk menangkal perkembangan Syiah di Indonesia dengan menyatakan bahwa ajaran Syiah merupakan ajaran sesat melalui seminar yang dilakukan pada 1982. Namun, meskipun sudah dianggap sebagai ajaran sesat, beberapa masyarakat masih ada yang tertarik untuk tergabung dengan ajaran syiah.
Kelompok Syiah di Indonesia pada akhirnya terbentuk pada tahun 2000 dengan nama Ikatan Jemaah Ahlul bait Indonesia. Seiring berjalannya waktu, kelompok Syiah mulai menyebar di Indonesia kemudian menjadi kelompok minoritas salah satunya bertempat di Sampang, Madura. Kelompok Syiah di Madura dipopulerkan oleh Tajul Muluk, seorang anak Kiai yang pada awalnya beraliran Sunni. Pejalanan pendidikan membawa Tajul Muluk ke dalam pusaran ajaran Syiah dan atas kepiawaiannya dalam kepemimpinan, pada akhirmya Tajul Muluk mendapatkan pengakuan di daerahnya.
ADVERTISEMENT
Perselisihan antara kelompok agama Sunni dan Syiah di Sampang, Madura nampaknya telah tertanam sejak tahun 2004 ketika terjadi perselisihan antara Tajul Muluk dengan sejumlah ulama setempat yang tidak setuju dengan dakwahnya yang dianggap membawa penyebaran ajaran Syiah.
Perselisihan tersebut pada awalnya hanya sebatas intimidasi dan penolakan kepada kaum Syiah, tetapi mencapai puncaknya pada 29 Desember 2011 ketika sekelompok Anti-Syiah menyerang dan membakar rumah Ustaz Tajul Muluk beserta rumah dan musala Jamaah Syiah.
Tak berhenti sampai di sana, penyerangan kedua kembali dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2012 ketika sekelompok Anti-Syiah kembali menyerang pemukiman Kaum Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Dalam penyerangan yang kedua ini satu orang tewas dan sepuluh orang mengalami luka-luka. Akibat dari penyerangan ini banyak kelompok Syiah dengan terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya dan mengungsi di GOR Sampang.
ADVERTISEMENT
Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Konflik Syiah dan Sunni
Menanggapi permasalahan ini, pemerintah daerah memberikan solusi dengan melakukan relokasi sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan bagi korban yang merupakan kelompok Syiah dengan memindahkan mereka ke Rusun Puspa Agro, Sidoarjo dengan kendaraan TNI sekaligus sebagai upaya untuk menghindari penyerangan terhadap kelompok Syiah saat melakukan pemindahan. Upaya selanjutnya adalah rekonsiliasi sebagai tindakan untuk memulihkan hubungan kedua belah pihak dan juga menjamin perlindungan hak warga pascakonflik melalui perundingan damai dan restitusi serta ganti rugi.
Upaya berikutnya adalah rehabilitasi sebagai usaha pemulihan psikologis korban dan kelompok rentan, pemulihan kondisi serta perbaikan lingkungan daerah. Upaya yang terakhir adalah rekonstruksi sebagai usaha pengembalian kondisi sebagaimana sebelum konflik terjadi.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah mungkin sudah cukup baik, tetapi upaya seperti ini hanya mengantarkan pada titik perdamaian negatif, yaitu hilangnya kekerasan langsung dan kekerasan struktural masih menjadi sisa.
ADVERTISEMENT
Hal ini karena berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah cenderung tidak adil terhadap kelompok Syiah. Upaya resolusi yang dilakukan pemerintah justru mencapai pada pengendalian konflik dengan usaha penghapusan kelompok minoritas dengan cara pembaiatan kelompok Syiah untuk menjadi golongan Sunni.
Bahkan para pengungsi yang tidak mendapatkan kejelasan hingga saat ini, untuk dapat kembali ke rumahnya diharuskan "kembali ke jalan yang benar" dengan "memaksa" mereka meninggalkan keyakinannya tentang ajaran Syiah dan berpindah ke aliran Sunni. Upaya ini dinilai sebagai keputusan sepihak karena mereka pada dasarnya masih ingin mempertahankan pilihan pribadi dengan memeluk keyakinan Syiah.
Ketidakadilan berikutnya terdapat pada ketika upaya rekonstruksi dilakukan, perbaikan dan pemulihan tempat ibadah kelompok Syiah yang rusak justru kini digunakan oleh kelompok Sunni.
ADVERTISEMENT
Resolusi konflik pemerintah seharusnya tidak memberatkan kelompok minoritas, upaya perdamaian yang dilakukan tidak sepatutnya diakhiri pada pelenyapan hak-hak kelompok minoritas. Pada akhirnya, proses resolusi yang dilakukan oleh pemerintah hanya berujung pada upaya penghilangan dan peredaman konflik daripada perubahan struktur yang mendalam untuk mewujudkan keadilan.