Konten dari Pengguna

Aku Selalu Berkata Jangan Menyerah, Tapi Aku Sendiri Tersesat!

Ajeng Wiko Rimadani
Mahasiswa Univeraitas Amikom Purwokerto
18 September 2024 18:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Wiko Rimadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : istockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : istockphoto.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sering kali, kita mendapati diri kita berada di posisi yang membingungkan: kita menjadi sumber kekuatan bagi orang lain, selalu mengatakan kepada mereka untuk “jangan menyerah”, tapi di balik itu, kita sendiri merasa goyah dan bingung tentang bagaimana bertahan dalam perjuangan hidup kita sendiri. Ini adalah situasi yang sangat manusiawi, namun penuh dengan dilema dan pertanyaan tentang keaslian, ketahanan, dan kepedulian terhadap diri sendiri.
ADVERTISEMENT
1. Menjadi Sumber Kekuatan bagi Orang Lain: Mengapa Itu Terjadi?
Setiap orang ingin menjadi seseorang yang bisa diandalkan. Dalam kehidupan sosial, menjadi penopang atau motivator bagi orang lain sering kali membuat kita merasa berarti. Memberikan dukungan kepada orang lain, mendorong mereka agar tidak menyerah, adalah tindakan yang melibatkan empati dan cinta. Kita mungkin merasa terhubung dengan penderitaan orang lain karena kita juga pernah atau sedang merasakan hal yang sama.
Ketika kita memberikan nasihat kepada orang lain untuk terus maju, pada dasarnya, kita berbicara dari sudut pandang seseorang yang telah mengalami kesulitan. Mungkin di masa lalu, kita telah mengatasi tantangan besar, atau mungkin saat ini kita sedang dalam pergumulan pribadi yang sulit. Tetapi ironisnya, saat kita menyuarakan kata-kata motivasi itu, kadang kita sendiri merasa kosong atau tidak yakin bagaimana harus bertahan dalam perjuangan kita sendiri.
ADVERTISEMENT
2. Mengapa Bertahan Sendiri Terasa Sulit?
Saat kita sibuk memberikan dukungan kepada orang lain, kita sering kali melupakan diri kita sendiri. Ada beban tersirat ketika kita menjadi tempat sandaran bagi banyak orang; beban ini dapat membuat kita lupa untuk merawat dan mendengarkan diri sendiri. Alih-alih mengurus kesehatan mental dan emosional kita, kita bisa terjebak dalam pola ‘menjadi kuat untuk orang lain’ tanpa menyadari bahwa kita juga perlu kekuatan.
Fenomena ini sering terjadi karena adanya anggapan bahwa mereka yang memberikan nasihat atau menjadi pilar kekuatan bagi orang lain seharusnya lebih tahu cara mengatasi masalah mereka sendiri. Pada kenyataannya, menjadi seseorang yang kuat bagi orang lain tidak selalu berarti kita tidak pernah merasa lelah atau bingung.
ADVERTISEMENT
3. Dilema Kerapuhan yang Disembunyikan
Perasaan ini sering kali disembunyikan dari pandangan orang-orang di sekitar. Mungkin kita tidak ingin mengecewakan mereka yang mengandalkan kita. Atau mungkin kita takut terlihat lemah jika kita mengakui bahwa kita sendiri tidak tahu bagaimana caranya bertahan. Ada stigma yang melekat pada orang-orang yang dianggap ‘kuat’ jika mereka tiba-tiba menunjukkan kelemahan. Perasaan ini memperparah situasi, di mana kita merasa tidak punya tempat untuk bersandar, meskipun kita menjadi tumpuan bagi banyak orang.
Orang-orang yang berada dalam posisi ini sering merasa bahwa mereka harus terus menjaga ‘topeng kekuatan’. Mereka tetap tersenyum, tetap menyemangati orang lain, sementara di dalam hati mereka bertanya-tanya, “Bagaimana aku bisa terus bertahan?”
4. Menemukan Jalan untuk Bertahan
ADVERTISEMENT
Pertanyaan besar adalah bagaimana kita bisa bertahan ketika kita sendiri merasa bingung? Jawabannya mungkin terletak pada beberapa langkah penting:
• Mengakui Kelemahan: Salah satu langkah pertama adalah berani mengakui bahwa kita juga rentan. Kerapuhan bukanlah tanda kegagalan, melainkan tanda bahwa kita manusia. Membiarkan diri kita merasa lemah sesekali justru bisa menjadi langkah pertama untuk menemukan kekuatan yang baru.
• Mencari Dukungan: Sama seperti kita memberikan dukungan kepada orang lain, kita juga layak menerima dukungan. Mencari teman yang bisa mendengarkan tanpa menilai, atau bahkan berbicara dengan profesional seperti terapis, bisa membantu kita mengurai kebingungan yang kita rasakan.
• Menjaga Diri Sendiri: Perawatan diri bukan hanya tentang istirahat fisik, tetapi juga tentang memberi ruang bagi diri kita untuk mengakui dan merasakan emosi kita. Ini bisa berarti mengambil waktu untuk merenung, menjauhi situasi yang terlalu banyak tekanan, atau sekadar memberi izin kepada diri kita sendiri untuk merasa bingung tanpa harus memecahkan semuanya segera.
ADVERTISEMENT
• Menghargai Proses Perjalanan: Kehidupan tidak selalu harus dilalui dengan kepastian. Bingung atau tidak tahu harus bertahan bagaimana, adalah bagian dari perjalanan itu sendiri. Menghargai bahwa ada momen-momen ketidakpastian dan menerima bahwa kita tidak selalu harus memiliki semua jawaban bisa membantu meredakan tekanan yang kita rasakan.
5. Kesadaran Bahwa Kita Tidak Sendirian
Kita mungkin merasa sendirian dalam kebingungan kita, tetapi kenyataannya, banyak orang di sekitar kita yang mungkin merasakan hal yang sama. Mereka yang terlihat paling kuat sering kali juga menghadapi tantangan mereka sendiri. Dengan membiarkan diri kita membuka percakapan tentang keraguan dan kebingungan kita, kita bisa menciptakan ruang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Bertahan bukanlah tentang selalu tahu apa yang harus dilakukan. Bertahan sering kali hanya tentang terus berjalan, bahkan ketika kita tidak yakin ke mana arah langkah kita. Ketika kita menghabiskan hidup kita dengan mengatakan “jangan menyerah” kepada orang lain, kita mungkin sebenarnya juga memberikan nasihat kepada diri kita sendiri — bahwa meskipun kita tidak tahu bagaimana caranya bertahan, kita akan tetap mencari cara, hari demi hari.
ADVERTISEMENT