Konten dari Pengguna

Belajar untuk Mengendalikan Perasaan Berpenampilan Tenang dan Gejolak Batin

Ajeng Wiko Rimadani
Mahasiswa Univeraitas Amikom Purwokerto
3 September 2024 10:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Wiko Rimadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : istockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : istockphoto.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika seseorang mengatakan, “Aku tidak setenang itu, aku hanya belajar mengendalikan segala perasaanku,” ini mengindikasikan sebuah realitas yang sering kali tersembunyi di balik permukaan. Penampilan tenang yang ditampilkan mungkin hanyalah hasil dari usaha keras untuk mengendalikan emosi, bukan cerminan dari ketenangan batin yang sejati. Artikel ini akan mengupas lebih dalam mengenai makna dari pernyataan tersebut, tantangan yang dihadapi dalam proses pengendalian emosi, dan dampaknya terhadap kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Memahami Perasaan yang Tidak Tenang
Seringkali, orang-orang di sekitar kita menganggap ketenangan sebagai tanda seseorang yang memiliki kontrol penuh atas dirinya. Namun, kenyataannya, tidak semua orang yang tampak tenang di luar benar-benar merasakan ketenangan di dalam dirinya. Mereka mungkin saja mengalami gejolak emosi yang hebat, mulai dari kecemasan, kemarahan, hingga kesedihan, yang mereka simpan rapat-rapat di dalam hati. Pengendalian emosi ini bukan berarti emosi tersebut hilang, melainkan hanya tersimpan di tempat yang lebih dalam. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa menjadi mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi tekanan hidup yang beragam, mulai dari masalah pekerjaan, hubungan pribadi, hingga tantangan-tantangan lain yang tak terduga.
Proses Belajar Mengendalikan Perasaan
Mengendalikan perasaan adalah keterampilan yang dipelajari dan dikembangkan seiring waktu. Ini tidak datang secara alami bagi kebanyakan orang, terutama ketika mereka menghadapi situasi yang penuh tekanan. Beberapa langkah yang sering kali diambil dalam proses ini meliputi:
ADVERTISEMENT
1. Mengenali Perasaan: Langkah pertama adalah mengenali dan menerima perasaan yang muncul, tanpa berusaha menolaknya. Misalnya, ketika merasa marah, individu tersebut akan menyadari kemarahan itu dan menerima bahwa itu adalah reaksi alami terhadap situasi tertentu.
2. Mengambil Jarak: Daripada bereaksi secara impulsif, orang yang belajar mengendalikan perasaannya biasanya mengambil waktu sejenak untuk merenung sebelum bertindak. Ini memberi mereka kesempatan untuk berpikir secara rasional dan memilih respon yang lebih tepat.
3. Latihan Pernapasan dan Relaksasi: Teknik-teknik seperti pernapasan dalam, meditasi, atau yoga sering digunakan untuk membantu menenangkan pikiran dan tubuh, sehingga emosi yang meledak-ledak bisa diredam.
4. Mengalihkan Pikiran: Mengarahkan fokus pada aktivitas lain yang lebih positif juga bisa membantu. Misalnya, membaca, menulis, atau berolahraga dapat menjadi cara efektif untuk mengalihkan energi negatif menjadi sesuatu yang lebih konstruktif.
ADVERTISEMENT
5. Mengekspresikan Emosi dengan Sehat: Daripada memendam emosi, mencari cara yang sehat untuk mengekspresikannya, seperti berbicara dengan teman dekat atau menulis di jurnal pribadi, bisa membantu meringankan beban mental.
Tantangan yang Dihadapi
Meski tampak sederhana, mengendalikan perasaan adalah tantangan besar. Ada kalanya seseorang merasa begitu terbebani oleh emosinya sehingga sulit baginya untuk tetap tenang. Tekanan sosial untuk selalu tampil kuat dan tenang seringkali membuat orang enggan untuk menunjukkan kelemahan mereka. Selain itu, memendam emosi terus-menerus juga bisa berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik. Emosi yang tak terungkap bisa menyebabkan stres yang berlarut-larut, gangguan tidur, dan bahkan masalah kesehatan kronis seperti hipertensi.
Dampak terhadap Kesehatan Mental
Meskipun pengendalian emosi dapat membantu seseorang berfungsi lebih baik dalam situasi sehari-hari, penting untuk diingat bahwa menekan emosi secara terus-menerus dapat berbahaya. Perasaan yang tidak diungkapkan dan terus disimpan dalam jangka panjang bisa mengarah pada kondisi seperti depresi, kecemasan, dan bahkan gangguan psikosomatik. Selain itu, individu yang selalu berusaha tampak tenang di hadapan orang lain mungkin akan merasa semakin terisolasi, karena mereka tidak dapat berbagi beban emosional dengan orang lain. Ini bisa memperburuk kondisi mental dan menimbulkan perasaan kesepian.
ADVERTISEMENT