Konten dari Pengguna

Ketika Bersama di Tengah Keluarga Tetapi Tidak Melihat Kehadiran Adanya Keluarga

Ajeng Wiko Rimadani
Mahasiswa Univeraitas Amikom Purwokerto
13 Oktober 2024 16:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajeng Wiko Rimadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : istockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : istockphoto.com
ADVERTISEMENT
Ada saat-saat dalam hidup ketika, meski kita tahu siapa keluarga kita dan di mana mereka berada, ada perasaan kosong, seolah-olah kita masih mencari sesuatu yang lebih. Ini bisa menjadi pengalaman yang rumit dan membingungkan—merasakan kehadiran fisik keluarga di sekitar kita, namun tetap merasa seolah-olah kita belum benar-benar “menemukan” mereka. Perasaan ini bisa berasal dari berbagai hal, mulai dari dinamika keluarga yang kompleks hingga pencarian jati diri yang masih berlangsung.
ADVERTISEMENT
Hubungan Emosional yang Terkikis oleh Jarak Tak Terlihat
Meskipun secara fisik kita bersama keluarga, hubungan emosional yang mendalam kadang bisa terhalang oleh jarak tak terlihat. Jarak ini mungkin terbentuk dari harapan yang tidak terpenuhi, komunikasi yang kurang, atau perbedaan cara pandang antara orang tua dan anak. Ada kalanya orang tua sudah merasa bahwa mereka memberikan yang terbaik, namun di sisi lain, anak merasa kurang dipahami atau bahkan terabaikan secara emosional.
Dalam kasus seperti ini, kehadiran fisik tidak selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan emosional. Meski orang tua ada di depan mata, anak mungkin merasa kosong dan terus mencari hubungan yang lebih mendalam, seolah-olah sedang mencari keluarga yang belum benar-benar “ditemukan.”
ADVERTISEMENT
Ekspektasi Terhadap Hubungan Keluarga
Sejak kecil, kita dibentuk oleh ekspektasi masyarakat mengenai bagaimana keluarga ideal seharusnya terlihat. Keluarga dianggap sebagai tempat paling aman, penuh cinta, dan dukungan tanpa syarat. Namun, realitas sering kali tidak seindah itu. Terkadang, orang tua sibuk dengan pekerjaan, memiliki masalah pribadi, atau terjebak dalam kebiasaan yang menghalangi mereka untuk memberikan perhatian emosional yang dibutuhkan.
Sebagai anak, kita mungkin tumbuh dengan ekspektasi tertentu tentang bagaimana seharusnya orang tua bertindak, dan ketika ekspektasi tersebut tidak terpenuhi, kita mulai merasa ada yang hilang. Perasaan ini bisa mendorong kita untuk terus mencari “keluarga” yang sempurna, meskipun secara teknis mereka selalu ada di depan kita.
Pencarian Identitas Diri
Perasaan bahwa kita belum menemukan keluarga kita, meski mereka ada di depan mata, juga bisa terkait dengan pencarian identitas diri. Pada saat kita tumbuh dan mengembangkan jati diri, ada kalanya kita merasa tidak sinkron dengan nilai-nilai, prinsip, atau gaya hidup yang dianut oleh keluarga kita. Hal ini bisa menciptakan perasaan keterasingan.
ADVERTISEMENT
Dalam proses pencarian jati diri ini, kita sering kali mencari kelompok atau orang lain di luar keluarga yang kita rasa lebih cocok dengan diri kita. Namun, meskipun kita menemukan kenyamanan dalam hubungan baru ini, tetap saja orang tua kita adalah orang yang pertama kali mengenalkan kita pada dunia. Mereka tetap bagian dari diri kita, meski terkadang kita merasa sulit untuk memahami hubungan ini sepenuhnya.
Kesadaran Bahwa Mereka Tetap Orang Tuaku
Meski dengan segala perasaan bingung, kecewa, atau keterasingan yang mungkin dirasakan, tetap ada kenyataan tak terbantahkan bahwa orang tua adalah bagian dari kehidupan kita. Hubungan dengan orang tua sering kali lebih dalam dari apa yang terlihat di permukaan. Mereka tetap orang tuaku, meski aku masih terus mencari di mana keluargaku sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Menerima kenyataan ini tidak selalu mudah, namun bisa menjadi langkah pertama menuju pemahaman dan rekonsiliasi. Penting untuk menyadari bahwa mungkin keluarga yang kita cari adalah bentuk komunikasi dan pemahaman yang lebih mendalam, bukan sesuatu yang sepenuhnya baru.
Membangun Koneksi yang Lebih Dalam
Ketika kita menyadari bahwa perasaan terasing ini adalah hal yang wajar dalam dinamika keluarga, langkah berikutnya adalah mencoba memperbaiki hubungan. Membangun koneksi yang lebih dalam dengan orang tua membutuhkan usaha dari kedua belah pihak. Membuka dialog tentang perasaan yang terpendam, harapan yang tidak terpenuhi, dan keinginan untuk dipahami bisa menjadi titik awal.
Mungkin tidak mudah untuk memulai percakapan ini, terutama jika ada sejarah kesalahpahaman atau konflik. Namun, dengan niat yang baik dan keinginan untuk memperbaiki hubungan, ada peluang untuk menemukan kedekatan yang lebih dalam dengan orang tua. Tidak ada jaminan bahwa semuanya akan berubah secara instan, tapi sedikit demi sedikit, hubungan itu bisa diperbaiki.
ADVERTISEMENT
Menerima Ketidaksempurnaan
Bagian dari proses ini adalah menerima bahwa tidak ada keluarga yang sempurna. Orang tua, seperti halnya kita, adalah manusia yang bisa berbuat salah, memiliki kekurangan, dan terkadang tidak memenuhi ekspektasi. Menerima ketidaksempurnaan ini bisa membantu kita melepaskan perasaan bahwa kita masih harus “mencari” keluarga yang ideal.
Pada akhirnya, meskipun ada saat-saat di mana kita merasa kehilangan arah atau tidak terhubung dengan keluarga, mereka tetap bagian dari diri kita. Mereka tetap orang tuaku, dan meskipun perasaan mencari masih ada, itu bukan berarti bahwa keluarga yang kita cari benar-benar hilang—mungkin hanya terhalang oleh lapisan-lapisan perasaan yang perlu diatasi.