Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memandang Sebelah Mata Menjadi Ibu Rumah Tangga, Realita yang Harus Di ubah!
5 September 2024 8:58 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Ajeng Wiko Rimadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Peran ibu rumah tangga sering kali dianggap remeh dan hanya dilihat sebagai pekerjaan yang “tidak penting” oleh beberapa masyarakat. Meskipun peran ini sangat esensial dalam menjaga keseimbangan keluarga, pandangan ini masih menjadi stereotip yang mendalam di banyak budaya, termasuk di Indonesia. Padahal, menjadi ibu rumah tangga bukan hanya sekadar tugas sehari-hari, melainkan sebuah profesi yang membutuhkan keterampilan, manajemen, dan pengorbanan.
ADVERTISEMENT
Asal-usul Stereotip
Pandangan bahwa ibu rumah tangga hanya dipandang sebelah mata berakar dari konstruksi sosial yang patriarkis. Sejak zaman dahulu, masyarakat menganggap bahwa laki-laki bertanggung jawab mencari nafkah, sementara perempuan hanya mengurus rumah dan anak. Kegiatan yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti memasak, membersihkan, dan merawat anak, sering kali tidak diakui sebagai bentuk pekerjaan “serius” karena tidak menghasilkan pendapatan finansial langsung.
Revolusi industri memperparah kondisi ini ketika pekerjaan yang memiliki nilai ekonomi lebih dihargai dibandingkan peran domestik. Laki-laki yang bekerja di pabrik atau kantor dihormati karena membawa penghasilan ke rumah, sementara perempuan yang tetap di rumah menjalani peran sebagai ibu rumah tangga dianggap hanya melakukan tugas “alami” tanpa nilai ekonomi.
ADVERTISEMENT
Kompleksitas Tugas Ibu Rumah Tangga
Bertentangan dengan pandangan tersebut, menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang kompleks dan memerlukan berbagai keterampilan. Seorang ibu rumah tangga bertindak sebagai:
1. Manajer Rumah Tangga: Ibu rumah tangga harus memastikan bahwa semua kebutuhan rumah berjalan lancar. Mulai dari mengelola anggaran, memastikan stok kebutuhan harian, hingga menjaga kebersihan dan keteraturan rumah.
2. Pengasuh Anak: Mengasuh anak adalah tanggung jawab yang besar. Tugas ini melibatkan mendidik, merawat, dan membentuk karakter anak, yang akan berdampak pada masa depan mereka.
3. Konselor Keluarga: Sebagai pendengar utama, ibu rumah tangga sering kali menjadi tempat curhat anggota keluarga, baik itu suami atau anak-anak. Dia berperan dalam menjaga keharmonisan dan keseimbangan emosional keluarga.
ADVERTISEMENT
4. Ahli Gizi dan Kesehatan: Ibu rumah tangga harus memiliki pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan keluarga, mengatur pola makan yang seimbang, dan menjaga kebersihan rumah untuk memastikan kesejahteraan semua anggota keluarga.
5. Multitasking Profesional: Dalam satu waktu, seorang ibu rumah tangga dapat melakukan berbagai hal sekaligus—memasak sambil merawat anak, membersihkan rumah sambil memikirkan kebutuhan sekolah anak.
Setiap aspek dari tugas-tugas ini memerlukan dedikasi penuh dan energi besar, sering kali tanpa waktu untuk istirahat yang cukup. Namun, sayangnya, pekerjaan ini dianggap sepele karena tidak menghasilkan uang langsung dan sering kali tidak terlihat oleh dunia luar.
Tantangan yang Dihadapi Ibu Rumah Tangga
1. Kurangnya Penghargaan Sosial: Banyak ibu rumah tangga merasa kurang dihargai, baik oleh masyarakat maupun oleh keluarga sendiri. Tidak sedikit yang mendengar komentar seperti “hanya di rumah saja” atau “tidak bekerja”. Ini menunjukkan bahwa kontribusi mereka sering kali diabaikan.
ADVERTISEMENT
2. Beban Emosional: Karena dianggap sebelah mata, ibu rumah tangga bisa mengalami tekanan emosional yang besar. Mereka mungkin merasa kurang bernilai atau bahkan tidak produktif dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di luar rumah. Padahal, mereka menjalani pekerjaan yang sangat penting untuk kesejahteraan keluarga.
3. Keterbatasan Ruang Ekspresi: Dalam beberapa kasus, ibu rumah tangga tidak memiliki ruang untuk mengembangkan diri. Mereka mungkin merasa terjebak dalam rutinitas tanpa kesempatan untuk mengembangkan minat atau bakat mereka di luar tanggung jawab rumah tangga.
Dampak Terhadap Kesejahteraan Mental
Pandangan remeh terhadap ibu rumah tangga ini dapat berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan mental mereka. Banyak ibu rumah tangga yang merasa depresi, cemas, atau kehilangan identitas karena peran mereka tidak diakui. Tekanan dari ekspektasi sosial yang tidak adil, ditambah dengan minimnya dukungan dari keluarga atau masyarakat, dapat memicu burnout atau kelelahan emosional.
ADVERTISEMENT
Menurut penelitian, ibu rumah tangga sering kali mengalami stres lebih tinggi daripada perempuan yang bekerja, karena tuntutan pekerjaan domestik yang tak pernah berhenti serta kurangnya penghargaan sosial. Hal ini membuat mereka rentan terhadap berbagai masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan.
Perubahan Pandangan yang Diperlukan
Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada perubahan mendasar dalam cara masyarakat memandang peran ibu rumah tangga. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:
1. Menghargai Kontribusi Non-Finansial: Masyarakat perlu memahami bahwa pekerjaan ibu rumah tangga tidak bisa diukur hanya berdasarkan pendapatan finansial. Kontribusi mereka terhadap stabilitas keluarga, kesejahteraan anak, dan keseimbangan rumah tangga sangat penting dan harus dihargai dengan setara.
2. Menyediakan Ruang untuk Pengembangan Diri: Ibu rumah tangga harus didorong untuk mengembangkan minat dan bakat mereka di luar tanggung jawab rumah tangga. Dukungan dari keluarga, baik itu dalam bentuk waktu luang atau fasilitas untuk belajar dan berkarya, sangat penting untuk kesejahteraan mereka.
ADVERTISEMENT
3. Memperbaiki Narasi Sosial: Narasi sosial yang menganggap bahwa ibu rumah tangga “hanya di rumah saja” harus diubah. Pendidikan kepada masyarakat tentang kompleksitas dan pentingnya peran ibu rumah tangga bisa dilakukan melalui berbagai media dan kampanye sosial.
4. Dukungan Kesehatan Mental: Karena tugas-tugas yang berat dan tantangan emosional yang dihadapi, ibu rumah tangga harus mendapatkan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan mental. Hal ini bisa berupa kelompok dukungan, konseling, atau terapi.