Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perempuan dan Patriarki: Mengapa Perempuan Melanggengkan Budaya Patriarki?
27 September 2024 15:53 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Ajeng Wiko Rimadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Patriarki, yang merujuk pada sistem sosial di mana laki-laki memegang kekuasaan utama dan perempuan sering kali ditempatkan dalam posisi subordinat, telah lama menjadi bagian dari banyak budaya di seluruh dunia. Namun, yang sering terlewatkan dari pembahasan mengenai patriarki adalah peran perempuan sendiri dalam melanggengkan sistem ini. Meskipun patriarki umumnya dianggap menguntungkan laki-laki, banyak perempuan yang secara sadar atau tidak sadar turut memperkuat dan mempertahankan nilai-nilai patriarkal dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan membahas bagaimana perempuan berperan dalam melanggengkan budaya patriarki, faktor-faktor yang mendorong perilaku ini, serta dampaknya terhadap upaya kesetaraan gender.
1. Pemahaman Budaya Patriarki
Budaya patriarki adalah tatanan sosial yang mengatur peran gender, di mana laki-laki dianggap superior dan memegang kendali di hampir semua aspek kehidupan, mulai dari keluarga hingga pekerjaan, bahkan politik. Perempuan, di sisi lain, sering kali dibatasi pada peran-peran domestik dan dianggap sebagai penopang laki-laki. Di banyak masyarakat, patriarki sudah tertanam begitu dalam sehingga dianggap sebagai bagian alami dari kehidupan.
Meskipun banyak gerakan feminis dan kelompok advokasi telah bekerja keras untuk menghentikan diskriminasi berbasis gender, patriarki masih terus bertahan. Salah satu alasan utama mengapa budaya ini sulit untuk dihapuskan adalah karena adanya partisipasi aktif perempuan dalam melanggengkannya.
ADVERTISEMENT
2. Mengapa Perempuan Melanggengkan Patriarki?
Ada beberapa alasan mengapa perempuan sering kali terlibat dalam mempertahankan sistem patriarki:
a. Sosialisasi Sejak Dini
Sejak usia dini, perempuan diajarkan untuk menjalani peran tradisional yang ditetapkan oleh masyarakat patriarkal. Mereka diajarkan untuk menjadi ibu yang baik, istri yang patuh, dan perempuan yang sopan. Norma-norma ini ditanamkan melalui pendidikan, agama, media, dan keluarga. Dalam banyak kasus, perempuan tumbuh besar dengan meyakini bahwa peran ini adalah takdir alami mereka. Mereka tidak hanya menerimanya, tetapi juga mengajarkan kepada anak-anak mereka, sehingga siklus ini berlanjut dari generasi ke generasi.
b. Tekanan Sosial
Dalam masyarakat yang kuat dengan norma-norma patriarkal, perempuan sering kali mendapat tekanan untuk mematuhi peran tradisional agar diterima oleh lingkungannya. Mereka yang mencoba menentang norma-norma ini sering kali dihadapkan pada stigma, dikucilkan, atau dipandang tidak normal. Akibatnya, banyak perempuan memilih untuk mengikuti aturan yang ada daripada menghadapi konsekuensi sosial yang berat.
ADVERTISEMENT
c. Penghargaan dan Status Sosial
Perempuan yang mematuhi harapan patriarki sering kali mendapatkan penghargaan dalam bentuk pengakuan dan status sosial. Peran sebagai ibu rumah tangga yang baik, istri yang setia, atau anak perempuan yang patuh dihargai oleh masyarakat. Sebaliknya, perempuan yang menentang peran ini, seperti yang lebih memilih karier daripada pernikahan atau memilih untuk tidak memiliki anak, sering kali dianggap menyimpang.
d. Rasa Aman dalam Sistem yang Dikenal
Sistem patriarki, meskipun membatasi, memberikan rasa aman bagi banyak perempuan. Mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan memahami peran mereka dalam keluarga serta masyarakat. Perlawanan terhadap patriarki bisa berarti menghadapi ketidakpastian, risiko konflik, atau bahkan hilangnya dukungan dari orang-orang terdekat. Karena itu, sebagian perempuan merasa lebih aman untuk mematuhi aturan yang sudah ada daripada menantang struktur yang mengakar ini.
ADVERTISEMENT
e. Ketergantungan Ekonomi
Banyak perempuan yang hidup di bawah sistem patriarki bergantung secara ekonomi kepada laki-laki, baik itu suami, ayah, atau keluarga laki-laki lainnya. Ketergantungan ini membuat mereka lebih cenderung mempertahankan status quo, karena mereka tidak memiliki kebebasan finansial yang memungkinkan mereka untuk menantang sistem tersebut. Jika perempuan tidak memiliki sumber daya ekonomi sendiri, mereka sering kali terpaksa mematuhi aturan-aturan patriarki yang menempatkan mereka dalam posisi subordinat.
3. Peran Ibu dalam Pelanggengan Patriarki
Salah satu cara yang paling nyata di mana perempuan melanggengkan budaya patriarki adalah melalui peran mereka sebagai ibu. Dalam banyak keluarga, ibu adalah sosok yang mengajarkan nilai-nilai sosial dan budaya kepada anak-anak mereka. Sayangnya, banyak ibu yang masih mendidik anak-anak mereka sesuai dengan norma-norma patriarkal. Anak perempuan diajarkan untuk patuh, sopan, dan mempersiapkan diri untuk menjadi istri yang baik, sementara anak laki-laki diajarkan untuk menjadi pemimpin, kuat, dan dominan.
ADVERTISEMENT
Peran ibu ini sangat signifikan karena mereka memegang kendali atas pendidikan anak-anak mereka sejak usia dini. Jika ibu terus melanggengkan nilai-nilai patriarki dalam pola asuh mereka, anak-anak pun akan tumbuh dengan keyakinan bahwa peran tradisional gender adalah sesuatu yang alami dan tidak bisa diubah.
4. Budaya “Policing” Antar Perempuan
Tidak hanya dalam keluarga, perempuan juga saling menjaga norma-norma patriarki di antara mereka. Fenomena ini sering disebut sebagai “policing,” di mana perempuan yang mematuhi norma-norma patriarkal memaksa perempuan lain untuk melakukan hal yang sama. Perempuan yang menentang patriarki sering kali dikritik oleh sesama perempuan, baik secara langsung maupun melalui gosip, komentar negatif, atau penilaian sosial lainnya.
Sebagai contoh, perempuan yang memilih karier daripada menjadi ibu rumah tangga atau perempuan yang menolak untuk menikah bisa dianggap “aneh” atau “tidak wajar” oleh sesama perempuan. Policing ini memperkuat patriarki, karena perempuan yang menentang norma-norma gender tradisional merasa terisolasi atau ditekan untuk kembali mematuhi ekspektasi sosial.
ADVERTISEMENT
5. Dampak Pelanggengan Patriarki oleh Perempuan
Pelanggengan patriarki oleh perempuan memiliki dampak yang luas, baik bagi perempuan itu sendiri maupun bagi masyarakat secara keseluruhan:
a. Menghambat Kemajuan Kesetaraan Gender
Ketika perempuan turut serta dalam melanggengkan patriarki, perjuangan untuk kesetaraan gender menjadi jauh lebih sulit. Banyak perempuan yang mencoba melawan patriarki harus berhadapan dengan tekanan dari sesama perempuan yang mendukung status quo. Hal ini menghambat perubahan sosial dan memperlambat kemajuan dalam mencapai kesetaraan gender yang sejati.
b. Meningkatkan Beban Psikologis
Perempuan yang terjebak dalam sistem patriarki sering kali mengalami tekanan psikologis yang berat. Mereka harus menghadapi ekspektasi sosial yang tidak selalu sesuai dengan keinginan atau ambisi pribadi mereka. Hal ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, depresi, atau bahkan konflik internal yang berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
c. Mempertahankan Ketidakadilan Sosial
Pelanggengan patriarki oleh perempuan juga berkontribusi pada mempertahankan ketidakadilan sosial yang lebih luas. Ketika perempuan menerima dan mendukung peran subordinat, mereka turut serta dalam mempertahankan sistem yang membatasi akses perempuan terhadap kekuasaan, pendidikan, dan kesempatan ekonomi.
6. Mengubah Paradigma: Menuju Kesetaraan Gender
Untuk meruntuhkan patriarki, perubahan harus dimulai dari kesadaran perempuan itu sendiri. Pendidikan yang lebih baik tentang kesetaraan gender, serta dukungan bagi perempuan untuk menjadi mandiri secara ekonomi dan sosial, sangat penting untuk mengubah paradigma ini. Selain itu, solidaritas di antara perempuan—bukannya policing—perlu diperkuat, agar mereka bisa saling mendukung dalam menantang norma-norma patriarkal yang membatasi.
Perempuan memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan yang kuat dalam upaya meruntuhkan patriarki. Namun, untuk mencapai ini, mereka perlu mengubah cara pandang terhadap peran gender dan mulai menolak nilai-nilai yang membatasi kebebasan dan potensi mereka.
ADVERTISEMENT