Konten dari Pengguna

Revolusi Etika di Dunia Kerja: Apa yang Diinginkan Generasi Zillennial?

Steven Bawendu
Mahasiswa (Semester 5) Program Studi Sistem Komputer di Universitas Trinita (Manado)
12 Oktober 2024 16:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Steven Bawendu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Generasi Zillennial memimpin revolusi etika di tempat kerja
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Generasi Zillennial memimpin revolusi etika di tempat kerja
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi Zillennial menjadi penggerak utama dalam perubahan etika di tempat kerja, dengan fokus pada prinsip-prinsip seperti transparansi, keberlanjutan, dan keseimbangan yang lebih baik antara kehidupan pribadi dan profesional.
ADVERTISEMENT
Bayangkan sebuah kantor tanpa sekat, di mana kejujuran mengalir seperti kopi di pagi hari, dan nilai-nilai luhur bukan sekadar hiasan dinding, tapi nafas kehidupan sehari-hari. Inilah dunia kerja impian generasi Zillennial - perpaduan unik Gen Z dan Milenial yang kini menguasai pasar tenaga kerja.
Generasi Zillennial Memimpin Perubahan
“Bos, berapa sih gaji Anda?” Pertanyaan yang dulu tabu kini jadi lumrah. Zillennial menuntut transparansi total, dari rapat direksi hingga slip gaji. Mereka ingin perusahaan yang berani telanjang - secara finansial, tentu saja. Perusahaan yang berani membuka buku keuangannya? Jackpot! Bagi Zillennial, kejujuran dan transparansi bukan sekadar nilai-nilai yang bagus untuk dimiliki - ini adalah tuntutan non-negotiable. Perusahaan yang mampu memenuhi tuntutan ini akan menemukan diri mereka dikelilingi oleh karyawan yang lebih terlibat, lebih loyal, dan lebih berdedikasi untuk kesuksesan bersama.
ADVERTISEMENT
Hijau Itu Seksi: Komitmen Lingkungan yang Tak Terbantahkan
Bagi Zillennial, perusahaan yang masih menggunakan plastik sekali pakai sama tidak kerennya dengan sepatu crocs di acara formal.
Zillennial menginginkan lingkungan kerja yang lebih hijau, bahkan lebih baik dari taman kota. Mereka tidak puas hanya dengan program daur ulang; mereka menuntut inovasi berkelanjutan yang dapat menginspirasi dan membuat tokoh-tokoh lingkungan seperti Greta Thunberg (aktivis lingkungan Swedia yang mengampanyekan isu-isu terkait pemanasan global dan perubahan iklim) bangga. Dalam pandangan mereka, keberlanjutan bukan hanya tren, tetapi suatu kewajiban yang harus diadopsi oleh semua perusahaan. Pentingnya perusahaan untuk beradaptasi dengan tuntutan generasi Zillennial yang semakin peduli mengenai isu-isu lingkungan.
Keragaman: Lebih Berwarna dari Pelangi
Zillennial menginginkan tempat kerja yang lebih beragam dari menu warung Padang. Bukan hanya soal warna kulit atau jenis kelamin, tapi juga keragaman pemikiran dan latar belakang. Mereka membayangkan ruang rapat yang ideal sebagai tempat yang mirip dengan sidang umum PBB, di mana beragam pandangan dan ide dapat berkumpul untuk menciptakan diskusi yang lebih hidup dan produktif. Keragaman dianggap sebagai kekuatan yang dapat mendorong inovasi dan kreativitas, sehingga menjadi bagian penting dari budaya perusahaan yang ingin menarik dan mempertahankan talenta muda.
ADVERTISEMENT
Work-Life Balance: Karena Hidup Bukan Cuma Soal Kerja
“Offline setelah jam 5 sore” adalah mantra sakti Zillennial. Mereka menginginkan pekerjaan yang menghargai ‘me time’ mereka lebih dari deadline project. Fleksibilitas adalah kunci - entah itu bekerja dari kafe, pantai, atau bahkan saat traveling keliling dunia. Yang penting, output on point! Generasi ini menginginkan fleksibilitas dalam bekerja, yang memungkinkan mereka untuk memilih lokasi kerja—baik itu dari kafe, pantai, atau saat bertraveling. Mereka percaya bahwa hasil kerja yang baik tidak bergantung pada jam kerja yang kaku, melainkan pada kemampuan untuk menghasilkan output yang berkualitas.
Tanggung Jawab Sosial: Aksi Nyata, Bukan Sekadar Pencitraan
Zillennial bisa membedakan CSR sejati dari sekadar pencitraan secepat mereka men-swipe Tinder. Mereka ingin perusahaan yang berani angkat suara dan bertindak atas isu-isu sosial. Kampanye di sosial media saja tidak cukup - mereka ingin melihat CEO turun langsung ke lapangan, bahkan kalau perlu ikut demo (dengan elegan, tentu saja).
ADVERTISEMENT
Privasi Data: Lebih Dijaga dari Rahasia Asmara
Di era di mana data lebih berharga dari minyak, Zillennial ingin perusahaan menjaga data mereka lebih ketat dari ibu-ibu menjaga anaknya di mal. Mereka menuntut kebijakan privasi yang lebih rumit dari terms and conditions iTunes, tapi lebih mudah dipahami.
Komunikasi: Terbuka, Jujur, dan Kadang Brutal
Zillennial menginginkan bos yang bisa diajak ngobrol seperti teman nongkrong, tapi tetap profesional. Mereka menghargai kritik yang blak-blakan namun konstruktif. Town hall meeting bagi mereka seharusnya lebih seru dari reality show, di mana semua orang bebas berpendapat tanpa takut di-‘vote’ keluar.
Pengembangan Diri: Belajar Sampai Ke Liang Lahat
Bagi Zillennial, stagnasi karir sama menakutkannya dengan kehabisan kuota internet. Mereka haus akan pengetahuan dan pengalaman baru. Perusahaan ideal bagi mereka adalah yang menawarkan kesempatan belajar lebih banyak dari jurusan kuliah - dari coding sampai meditasi.
ADVERTISEMENT
Zillennial membawa angin segar yang bisa jadi topan bagi perusahaan yang keras kepala. Tapi bagi yang bisa beradaptasi, ini adalah peluang emas untuk menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya produktif, tapi juga menyenangkan dan bermakna.
Dunia kerja sedang berevolusi, dan Zillennial ada di garis depan perubahan ini. Mereka tidak hanya menuntut gaji tinggi, tapi juga standar etika yang tinggi. Bagi mereka, sukses bukan hanya soal angka di rekening bank, tapi juga tentang dampak positif yang mereka tinggalkan di dunia.
Jadi, apakah perusahaan-perusahan siap untuk revolusi ini?
Karena bagi Zillennial, masa depan dunia kerja bukan hanya soal artificial intelligence, tapi juga tentang authentic ethics.