Konten dari Pengguna

Deontologi Immanuel Kant : Kebenaran di atas Kepentingan

Erdin Nadid
Bachelor of Law UMSurabaya II Graduate Students Of Gadjah Mada University (Islamic Economics and Halal Industry)
16 November 2024 0:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erdin Nadid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Immanuel Kant, seorang filsuf besar Jerman abad ke-18, mengembangkan pendekatan etika yang unik dan berpengaruh, yang dikenal sebagai deontologi. Kata "deontologi" berasal dari bahasa Yunani deon, yang berarti "kewajiban" dan logos, yang berarti "ilmu." Inti dari deontologi Kant adalah bahwa moralitas tidak ditentukan oleh konsekuensi atau manfaat tindakan, tetapi oleh kewajiban yang melekat pada tindakan itu sendiri. Bagi Kant, tindakan moral harus dilakukan karena alasan yang benar, bukan karena hasil atau keuntungan yang mungkin dihasilkan. Konsep ini menyatakan bahwa “kebenaran” harus berada di atas “kepentingan pribadi” atau manfaat jangka pendek, sebuah prinsip yang masih relevan dalam dunia modern yang penuh dengan kompromi etis.
ADVERTISEMENT
Konsep Dasar Deontologi Kant
Deontologi Kantian didasarkan pada apa yang disebutnya sebagai “imperatif kategoris”. Menurut Kant, moralitas haruslah universal, yang berarti suatu tindakan hanya bisa dianggap benar secara moral jika bisa diterapkan sebagai prinsip umum yang berlaku bagi semua orang kapan pun dan di mana pun. Misalnya, prinsip untuk "tidak berbohong" adalah kewajiban moral yang dalam pandangan Kant, harus dipatuhi oleh semua orang tanpa pengecualian. Berbohong dalam pemikiran Kant, tidak dapat diterima secara moral, bahkan jika itu bisa menghasilkan konsekuensi yang baik. Alasannya adalah bahwa jika setiap orang berbohong, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan dan keteraturan, sehingga menghancurkan fondasi dari interaksi sosial itu sendiri.
Kant menyatakan bahwa suatu tindakan moral harus dilakukan demi "kewajiban moral" itu sendiri, bukan karena hasilnya. Tindakan moral yang dilakukan hanya untuk mencapai keuntungan pribadi atau menghindari hukuman tidak memiliki nilai moral yang sejati. Nilai moral, bagi Kant, hanya ada ketika seseorang bertindak berdasarkan prinsip moral yang murni, atau apa yang disebutnya sebagai "niat baik" (good will).
ADVERTISEMENT
Kebenaran: Prioritas Moral dan di Atas Kepentingan
Salah satu penerapan utama deontologi Kant adalah prinsip bahwa kebenaran harus ditegakkan, bahkan jika itu bertentangan dengan kepentingan pribadi atau merugikan seseorang. Prinsip ini bertentangan dengan pendekatan etika yang pragmatis atau konsekuensialis, yang menilai kebenaran atau kebaikan berdasarkan hasil atau manfaat. Dalam konsekuensialisme, tindakan bisa dianggap benar jika menghasilkan manfaat yang besar, bahkan jika tindakan tersebut mungkin tidak benar dari segi prinsip. Misalnya, dalam situasi tertentu, seorang konsekuensialis mungkin merasa berbohong bisa diterima jika berbohong itu dapat mencegah seseorang dari kerugian besar.
Kant menentang gagasan ini secara tegas. Bagi Kant, kebenaran tidak boleh dikorbankan demi kepentingan pribadi atau manfaat yang terlihat. Mengorbankan prinsip untuk keuntungan sementara adalah tindakan yang menurut Kant, merusak integritas moral seseorang. Ia berpendapat bahwa tindakan moral harus diputuskan berdasarkan kebenaran dan kewajiban, bukan berdasarkan kenyamanan atau manfaat. Dengan kata lain, Kant menempatkan kebenaran di atas kepentingan dan menuntut bahwa individu harus siap menghadapi konsekuensi dari tindakan yang benar meskipun itu mungkin tidak menguntungkan.
shutterstock.com
Kant percaya bahwa setiap manusia memiliki martabat yang melekat dan harus diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain. Dengan berpegang pada kebenaran dan prinsip, seseorang menghormati martabat manusia secara keseluruhan. Menurut prinsip ini berbohong atau memanipulasi orang lain demi kepentingan pribadi berarti merendahkan martabat mereka dan ini bertentangan dengan etika deontologis Kant.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Kant juga menegaskan bahwa nilai moral seseorang tidak boleh tergantung pada keadaan atau kepentingan jangka pendek. Jika seseorang melakukan sesuatu yang benar hanya karena menguntungkan mereka, maka tindakan itu tidak memiliki nilai moral yang sebenarnya. Kebenaran, bagi Kant, adalah landasan dari kewajiban moral dan menjunjung tinggi kebenaran merupakan cara untuk menghargai martabat diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, Kant meyakini bahwa tanpa integritas moral yang didasarkan pada kebenaran, hubungan antarindividu akan menjadi dangkal dan tidak stabil.
Deontologi Kant dalam Dunia Modern
Konsep Kant tentang "kebenaran di atas kepentingan" memberikan tantangan moral yang besar dalam dunia modern, di mana kompromi sering kali dianggap sebagai hal yang normal dan bahkan diperlukan. tidak sedikit dari pemangku kebijakan dilema dalam mengambil keputusan, terlebih ketika dihadapkan antara kebenaran dan kepentingan pragmatis. padahal adanya moral yang baik sebagaimana deontologi yang diajarkan oleh immanuel kant dapat memperkuat prinsip-prinsip dasar dalam bermasyarakat bahkan bernegara. Contoh Dalam bisnis, misalnya seringkali individu atau perusahaan menghadapi dilema di mana mereka tergoda untuk mengorbankan integritas mereka demi keuntungan atau keuntungan pasar. Etika Kantian dalam hal ini akan menyatakan bahwa perusahaan harus jujur kepada konsumen bahkan jika itu mungkin mengurangi keuntungan. Sebuah perusahaan yang memilih untuk menyembunyikan informasi yang merugikan tentang produk mereka demi meningkatkan penjualan tidak hanya melanggar kepercayaan konsumen tetapi juga melanggar prinsip moral dasar yang menempatkan kebenaran di atas kepentingan.
ADVERTISEMENT
Di bidang politik, deontologi Kant menawarkan panduan etika yang sangat diperlukan. Seorang politisi, menurut etika Kant, harus bertindak berdasarkan apa yang benar dan adil, bukan berdasarkan apa yang paling populer atau menguntungkan kariernya. Sayangnya, dalam kenyataan, banyak politisi cenderung memilih tindakan yang menguntungkan mereka dalam jangka pendek, bahkan jika itu berarti mengabaikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan atau menyebarkan informasi yang menyesatkan. Prinsip Kant menuntut bahwa seorang pemimpin harus siap menghadapi risiko yang datang dari berbicara atau bertindak benar bahkan jika itu merugikan posisinya atau popularitasnya.
Meskipun memiliki banyak kekuatan, pendekatan deontologi Kant juga memiliki beberapa kelemahan. Salah satu kritik utama adalah bahwa pendekatan ini terkadang terlalu kaku dan tidak mempertimbangkan situasi kontekstual yang unik. Misalnya jika seseorang berbohong untuk melindungi nyawa orang lain, Kant tetap akan menganggap tindakan itu tidak benar karena melanggar prinsip kejujuran. Bagi banyak orang, pendekatan ini tampak tidak realistis, karena tidak memberikan ruang untuk pengecualian berdasarkan kondisi atau niat baik.
ADVERTISEMENT
Namun, Kant akan berargumen bahwa begitu seseorang mulai membuat pengecualian untuk prinsip-prinsip moral, maka integritas moral itu sendiri akan goyah. Bagi Kant, prinsip moral harus bersifat universal, dan jika kita mulai melanggar prinsip demi pengecualian, kita berisiko merusak kepercayaan pada prinsip-prinsip tersebut.
Deontologi Kant menegaskan pentingnya menempatkan kebenaran di atas kepentingan pribadi, dan prinsip ini memiliki relevansi yang mendalam dalam kehidupan modern kita. Meski terkadang sulit diterapkan, etika Kantian mengingatkan kita bahwa integritas moral memerlukan komitmen yang tegas terhadap kebenaran dan keadilan, bahkan jika itu membawa konsekuensi yang tidak menguntungkan. Bagi Kant, moralitas adalah kewajiban universal, bukan pilihan yang bergantung pada kenyamanan atau keuntungan. Filosofi ini pada akhirnya menuntut kita untuk menjalani hidup dengan prinsip yang lebih tinggi, menghargai martabat diri sendiri dan orang lain, dan menempatkan kebenaran sebagai landasan utama dari tindakan moral kita.
ADVERTISEMENT