Konten dari Pengguna

Fenomena Intelektual Organik di Ruang Publik: Mengupas Teori Antonio Gramsci

Erdin Nadid
Bachelor of Law UMSurabaya II Graduate Students Of Gadjah Mada University (Islamic Economics and Halal Industry)
31 Oktober 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erdin Nadid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Dalam wacana intelektual publik, peran intelektual organik kian mencuat sebagai fenomena penting dalam menggerakkan kesadaran masyarakat. Teori intelektual organik dari Antonio Gramsci, seorang pemikir Marxis asal Italia, menawarkan konsep menarik mengenai peran kaum intelektual yang terhubung erat dengan masyarakat. Menurut Gramsci, intelektual organik adalah mereka yang, meskipun bukan berasal dari kalangan akademisi tradisional, mampu memberikan kontribusi signifikan dalam membentuk opini, kebijakan, dan bahkan perubahan sosial. Di tengah fenomena kontemporer di mana wacana publik dan media digital menjadi semakin beragam, konsep ini masih sangat relevan dan menawarkan perspektif penting mengenai peran intelektual di ruang publik.
ADVERTISEMENT
Memahami Intelektual Organik dalam Perspektif Gramsci
Antonio Gramsci memperkenalkan istilah intelektual organik dalam bukunya, Prison Notebooks, untuk menjelaskan peran intelektual yang tidak hanya merenung di menara gading, tetapi juga berinteraksi aktif dengan masyarakat dan mengambil peran dalam mengarahkan perubahan sosial. Berbeda dengan intelektual tradisional, yang posisinya cenderung netral dan tidak terikat pada kepentingan tertentu, intelektual organik lebih terlibat dalam perjuangan kelas atau golongan yang diwakilinya. Mereka lahir dari lapisan masyarakat tertentu, baik itu buruh, petani, pekerja, maupun kelas menengah perkotaan dan bertindak sebagai penghubung antara aspirasi masyarakat dengan wacana intelektual yang lebih luas.
Konsep ini menggeser pandangan lama bahwa intelektual hanya mereka yang memiliki pendidikan formal tinggi atau jabatan akademik. Intelektual organik bisa berasal dari mana saja, termasuk aktivis, tokoh komunitas, atau figur publik yang memiliki pemahaman mendalam tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh kelompok masyarakatnya. Menurut Gramsci, intelektual organik mampu membangun hegemoni, yaitu kekuasaan berbasis persetujuan, yang membuat pandangan-pandangan masyarakat bawah dapat mempengaruhi pandangan umum di ruang publik.
ADVERTISEMENT
Fenomena Intelektual Organik di Era Digital
shutterstock.com
Di era digital saat ini, intelektual organik semakin mudah ditemukan di ruang publik. Media sosial dan platform digital memungkinkan individu untuk berbagi pemikiran dan informasi secara luas, bahkan tanpa afiliasi akademik formal. Banyak figur seperti aktivis lingkungan, influencer pendidikan, atau pegiat keadilan sosial yang berperan sebagai intelektual organik dengan membangkitkan kesadaran akan isu-isu penting dan mendorong partisipasi publik. Mereka memberikan alternatif perspektif yang mungkin tidak diangkat oleh akademisi tradisional atau media arus utama, dan hal ini mencerminkan salah satu inti dari teori Gramsci.
Perkembangan ini turut menunjukkan bahwa dalam konteks demokratisasi informasi, siapa pun yang memiliki pemahaman dan kepekaan sosial dapat menjadi intelektual organik. Media sosial memberi kesempatan bagi kelompok-kelompok marginal untuk menyuarakan isu-isu yang sebelumnya terpinggirkan, seperti ketidaksetaraan ekonomi, perubahan iklim, hak asasi manusia, dan lainnya. Mereka menggabungkan pemahaman lokal dengan akses luas ke informasi global, memperkuat posisi intelektual organik dalam memperjuangkan perubahan sosial yang lebih inklusif.
ADVERTISEMENT
Tantangan dan Peran Intelektual Organik di Ruang Publik
Namun, hadirnya intelektual organik di ruang publik digital tidak terlepas dari tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah misinformasi atau hoaks yang dapat mengaburkan informasi yang benar dan menghambat perubahan sosial positif. Tanpa landasan fakta yang kuat, fenomena ini dapat membentuk "hegemoni palsu" yang justru memperkuat ketidakadilan. Oleh karena itu, meskipun peran intelektual organik sangat penting, mereka juga perlu menjaga integritas informasi dan objektivitas dalam menyampaikan aspirasi masyarakatnya.
Selain itu, intelektual organik kerap mendapat tantangan dari pihak yang ingin mempertahankan status quo. Pandangan kritis mereka terhadap ketimpangan sosial atau kebijakan pemerintah sering kali mendapatkan perlawanan, baik dalam bentuk disinformasi maupun ancaman langsung. Mereka harus terus memperjuangkan suara masyarakat sambil menghadapi risiko ini, berpegang teguh pada prinsip independensi dan kejujuran intelektual.
ADVERTISEMENT