Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
FOMO, Realita Sosial dan Sertifikasi Halal
29 Mei 2023 22:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Farhan Kamal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Media sosial diramaikan dengan diksi juga istilah baru yang mungkin kalian semua gak paham maksud dari kata itu. Kali ini kami bahas salah satu-nya, iya betul banget FOMO akronim dari Fear Of Missing Out.
ADVERTISEMENT
Kata ini bermunculan di jagat dunia maya biasanya terlontar bagi mereka yang "takut ketinggalan " akan tren tertentu. Baru-baru ini ramai soal tiket konser band kenamaan dunia, yang dianggap habis lantaran ke-FOMO-an generasi Z.
Yuk kita bahas satu persatu kata diatas. Kata Fear of Missing Out ini pertama kali dipopulerkan oleh seorang penulis, Patrick J. Mc Ginnis pada tahun 2004 dalam artikelnya berjudul Social Theory at HBS: Mc Ginnis ‘Two FOs’ yang terbit di koran mahasiswa Harvard Business School bernama Harbus.
Hingga hari ini kata tersebut sudah digunakan jutaan kali tidak hanya oleh Generasi Z saja tapi juga lintas generasi. Menyambung hal tadi, Ben Schreckinger penulis pada kolom Boston Magazine menggambarkan bahwa ada dua komponen yang jadi latar belakang munculnya perilaku ini.
ADVERTISEMENT
“FOMO terdiri dari dua komponen. Pertama, aspek takut kehilangan yang ditandai dengan perilaku untuk berusaha tetap terhubung dengan orang lain. Kedua, aspek sosial, yaitu FOMO yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memiliki dan pembentukan hubungan antarpribadi yang kuat,” terang Ben dalam artikel berjudul The Home of Fomo yang terbit pada Juli tahun 2014.
Lalu apa kaitannya dengan Sertifikasi Halal? Kami sempat membuat survey singkat mengenai ke-FOMO-an ini kepada pengikut media sosial Halal Indonesia yang hasilnya tidak mengecewakan.
Sebanyak 93% dari followers IG Halal Indonesia mengatakan mereka takut ketinggalan informasi soal halal meskipun 7% persen lainnya mengatakan biasa saja jika tidak terpapar informasi mengenai perkembangan halal.
Namun hal ini perlu kita lihat sebagai sinyal positif dan sebagai pemangku kepentingan halal, perlu adanya kiat khusus agar FOMO ini tertanam dalam alam bawah sadar masyarakat khususnya pelaku usaha untuk sama-sama lebih aware lagi soal kehalalan suatu produk.
ADVERTISEMENT
Menurut pakar, menanamkan suatu pemahaman sampai pada level kognitif ini dilakukan bisa dengan berbagai macam cara, salah satunya bisa dilakukan dengan apa yang Peter L. Berger dan Thomas Luckmann cetuskan, membentuk sebuah realita sosial.
Mengapa demikian? Jawabannya simple, dalam bukunya “ The Social Construction of Reality” ia menjelaskan manusia adalah makhluk sosial, setiap pertanyaan harus dibuktikan kebenarannya, dan kunci dari itu semua adalah fakta.
Jika kita simpulkan arti serta omongan para pakar tadi, ke-FOMO-an terhadap sertifikasi halal ini dapat terjadi dengan membentuk sebuah realitas sosial, yang dibuktikan dengan mempublikasikan fakta-fakta positif dan update mengenai perkembangan industri halal, serta terus mengulang informasi ini sehingga ‘nempel’ di benak masyarakat.
Hal ini penting segera kita lakukan karena di kancah dunia, halal ini sudah mengarah kepada bisnis triliunan dolar, sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim masa kita diam saja?
ADVERTISEMENT