Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Implementasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
11 Januari 2023 8:18 WIB
Tulisan dari Muhamad Yusuf Alvajar (Universitas Islam 45 Bekasi) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bahaya dan dampak narkoba atau narkotika dan obat-obatan pada kehidupan dan kesehatan pecandu dan keluarganya semakin meresahkan.
ADVERTISEMENT
Bagai dua sisi mata uang narkoba menjadi zat yang bisa memberikan manfaat dan juga merusak kesehatan. Seperti yang sudah diketahui, ada beberapa jenis obat-obatan yang termasuk ke dalam jenis narkoba yang digunakan untuk proses penyembuhan karena efeknya yang bisa menenangkan. Dari sinilah muncul keinginan untuk terus menggunakan agar bisa mendapatkan ketenangan yang bersifat halusinasi, bahaya narkoba hingga menjadi kecanduan tersebut memang bisa disembuhkan, namun akan lebih baik jika berhenti menggunakannya sesegera mungkin.
ADVERTISEMENT
Permasalahan :
Dari uraian di atas maka permasalahan yang dapat disusun antara lain:
1. Bagaimana upaya pencegahan dan penyalahgunaan narkoba?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam pencegahan dan penyalahgunaan narkoba?
Teori yang digunakan :
(Dunn, 1990) merumuskan kebijaksanaan publik sebagai pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya terkait sebuah permasalahan tertentu. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William N. Dunn (1990), antara lainnya :
a. Penyusunan Agenda Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem).
ADVERTISEMENT
b. Formulasi Kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
c. Adopsi / Legitimasi Kebijakan Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
ADVERTISEMENT
Pembahasan
Narkotika di Indonesia
(Dewi, 2019) yang disahkan pada 14 September 2009 merupakan revisi dari (Afhami, 2012) Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan pencegahan dan pemutusan jaringan Narkotika tertuang di dalam dasar hukum di antaranya Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 02 tahun 2020 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2020-2024 (Sari & Samputra, 2021).
fungsi dan kewenangan masing masing di beberapa bidang yaitu antara lain:
1. Pencegahan Pencegahan penyalahgunaan narkoba termasuk penyusunan dan implementasi program penyalahgunaan narkoba, yang dilaksanakan oleh berbagai pihak menggunakan 3 (tiga) tipe pencegahan yaitu:
a) Pencegahan Primer yang melakukan berbagai upaya pencegahan sejak dini agar orang tidak menyalahgunakan narkoba,
ADVERTISEMENT
b) Pencegahan Sekunder yang memfokuskan kepada bagi yang telah memulai, menginisiasi penyalahgunaan narkoba, disadarkan agar tidak berkembang menjadi adiksi, menjalani terapi dan rehabilitasi, serta diarahkan agar yang bersangkutan melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari,
c) Pencegahan Tersier yang memfokuskan kepada bagi mereka yang telah menjadi pecandu narkoba, direhabilitasi agar dapat pulih dari ketergantungan, sehingga bisa kembali bersosialisasi dengan keluarga, dan masyarakat.
2. Pemberdayaan Masyarakat Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan agar memiliki kegiatan yang dapat menjauhkan mereka dari perilaku penyalahgunaan narkoba khususnya wilayah yang memiliki potensi dalam melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Hal ini dilakukan sebagai upaya pengalihan seluruh komponen masyarakat ke arah yang lebih positif dan produktif dan menciptakan lingkungan sosial, pendidikan, dan lingkungan kerja yang bebas dari penyalahgunaan narkoba.
ADVERTISEMENT
3. Rehabilitasi Rehabilitasi narkoba adalah sebuah tindakan represif yang dilakukan bagi pecandu narkoba.
4. Pemberantasan Fungsi pemberantasan pada khususnya dilakukan oleh beberapa lembaga penegak hukum seperti kepolisian republik Indonesia, Kejaksaan, kehakiman, kementrian hukum dan HAM, Imigrasi, Bea dan Cukai, serta penambahan kewenangan Badan Narkotika Nasional yang dapat melakukan penyidikan kasus Narkotika sampai ke instansi tingkat provinsi.
Sesuai dengan Undang-Undang Narkoba Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkoba dibagi dalam 3 jenis yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya.
1. Narkotika (Amanda et al., 2017) bahwa pengertian narkotika adalah “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh.” Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain. Narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu :
ADVERTISEMENT
a. Narkotika golongan I, adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.
b. Narkotika golongan II, adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin, benzetidin, dan betametadol.
c. Narkotika golongan III, adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: kodein dan turunannya.
2. Psikotropika Pengertian Psikotopika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok adalah :
ADVERTISEMENT
a. Psikotropika golongan I, adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA, LSD, STP, dan ekstasi.
b. Psikotropika golongan II, adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
c. Psikotropika golongan III,adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam.
d. Psikotropika golongan IV, adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : nitrazepam (BK, mogadon, dumolid) dan diazepam.
3. Zat adiktif lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :
ADVERTISEMENT
a. Rokok
b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan.
c. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan.
Peredaran Narkoba Di Indonesia
Peredaran narkoba di Indonesia kondisinya sudah mengkhawatirkan. Hal ini berdasarkan data yang dikeluarkan oleh POLRI dimana angka kasus peredaran narkoba di Indonesia mengalami peningkatan sebagai berikut: pada tahun 2010 jumlah kasus narkoba berjumlah 17.384 kasus dengan jumlah tersangka sebesar 23.900; pada tahun 2011 terjadi peningkatan kasus menjadi sebanyak 19.045 dengan jumlah tersangka sebanyak 25.154; pada tahun 2012 jumlah kasus sebesar 18.977 dengan jumlah tersangka sebanyak 25.122; pada tahun 2013 berjumlah 21.119 kasus dengan total 28.543 tersangka; serta pada tahun 2014 terdapat sebesar 22.750 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 30.496 (Bareskrim POLRI, 2015) (Al Adiyat, 2016)
ADVERTISEMENT
Badan Narkotika Nasional Badan Narkotika Nasional (BNN)
lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, Badan Narkotika Nasional berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Badan Narkotika Nasional (BNN) juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, Badan Narkotika Nasional (BNN) berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Keberadaan badan narkotika nasional sesuai dengan Keppres RI No.17/2002 tanggal 22 maret 2002 (Helviza & Mukmin, 2016), dalam rangka penanggulangan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika, kiranya harus lebih aktif mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan dibidang ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psykotropika, precursor dan aditif lainnya. Tugas Badan Narkotika Nasional (BNN) disebut dalam Pasal 70 UU 39 tahun 2009 dan Pasal 2 Perpres No. 23 tahun 2010 (Tongkeles, 2022), sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Negara Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
e. Memberdayakan masyarakat dalam pecegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multirateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
ADVERTISEMENT
h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika.
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba
Pencegahan atau penanggulangan penyalahgunaan narkoba merupakan suatu upaya yang ditempuh dalam rangka penegakan baik terhadap pemakaian, produksi maupun peredaran gelap narkotika yang dapat dilakukan oleh setiap orang baik individu, masyarakat dan negara. Pola kebijakan kriminal sebagai upaya penanggulangan kejahatan menurut (Hariyanto, 2018) mengatakan bahwa, dapat ditempuh melalui 3 (tiga) elemen pokok yaitu: penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment) dan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime). Untuk mengatasi peredaran narkoba di dalam negeri, Pemerintah Indonesia telah mengaturnya melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
ADVERTISEMENT
Adapun strategi penanggulangan terhadap peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba adalah sebagai berikut:
1. Strategi Pengurangan Permintaan (Demand Reduction) Narkoba Strategi pengurangan permintaan meliputi pencegahan penyalahgunaan narkoba. Upaya ini meliputi:
a. Primer atau pencegahan dini. Yaitu ditujukkan kepada individu, keluarga atau komunitas dan masyarakat yang belum tersentuh oleh permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan tujuan membuat individu, keluarga, dan kelompok untuk menolak dan melawan narkoba.
b. Pencegahan sekunder atau pencegahan kerawanan. Yaitu ditujukan kepada kelompok atau komunitas yang rawan terhadap penyalahgunaan narkoba. Pencegahan ini dilakukan melalui jalur pendidikan, konseling, dan pelatihan agar mereka berhenti, kemudian melakukan kegiatan positif dan menjaga agar mereka tetap lebih mengutamakan kesehatan.
2. Pengawasan Sediaan (Supply Control) Narkoba
ADVERTISEMENT
a. Pengawasan Jalur Legal Narkoba Narkoba dan prekusor untuk keperluan medis dan ilmu pengetahuan serta untuk keperluan industri diawasi oleh pemerintah.Pengawasan jalur legal ini meliputi pengawasan penanaman, produksi, importasi, eksportasi, transportasi penggudangan, distribusi dan penyampaian oleh instansi terkait, dalam hal ini departemen kehutanan.
b. Pengawasan Jalur Ilegal Narkoba Pengawasan jalur ilegal narkoba meliputi pencegahan di darat, di laut dan di udara.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Penelitian yuridis adalah suatu penelitian yang berusaha meneliti hal-hal yang menyangkut hukum, baik hukum formil dan non formil.
Daftar Pustaka
(Anggara, 2014)
Afhami, S. (2012). Implementasi undang-undang no. 22 tahun 1997 tentang narkotika. Justicia Journal, 1(1), 13–13.
ADVERTISEMENT
Al Adiyat, W. (2016). Kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Reserse Kriminal (BARESKRIM) Polri dalam Penyidikan Kasus Narkotika.
Amanda, M. P., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja (Adolescent Substance Abuse). Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2).
Anggara, S. (2014). Kebijakan publik.
Dewi, W. P. (2019). Penjatuhan Pidana Penjara Atas Tindak Pidana Narkotika Oleh Hakim di Bawah Ketentuan Minimum Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jurnal Hukum Magnum Opus, 2(1), 55–73.
Dunn, W. N. (1990). Policy theory and policy evaluation: Concepts, knowledge, causes, and norms (Vol. 258). Praeger.
Hariyanto, B. P. (2018). Pencegahan dan Pemberantasan peredaran narkoba di Indonesia. Jurnal Daulat Hukum, 1(1).
ADVERTISEMENT
Helviza, I., & Mukmin, Z. (2016). Kendala-Kendala Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan, 1(1).
Sari, Y. P., & Samputra, P. L. (2021). Pencegahan penyalahgunaan narkotika di pemerintah Kota Prabumulih (evaluasi penerapan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2020). Publisia: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 6(2), 134–146.
Tongkeles, D. C. (2022). KOORDINASI BADAN NAKOTIKA NASIONAL (BNN) DENGAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PENEGAKAN PEREDARAN NARKOTIKA. LEX CRIMEN, 11(1).