Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kompleks Candi yang Tersembunyi di Desa Ambartawang, Jawa Tengah
21 Oktober 2024 15:46 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Anton tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak ditemukan puing-puing dan struktur candi candi berserakan di di Desa Ambartawang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Puing-puing ini menunjukan keberadaan kompleks candi Hindu kuno di masa lampau. Bukti-bukti ini menjadi informasi penting yang menambah pemahaman kita tentang sejarah peradaban Hindu di Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Menurut Sukrisnanto Suryo Putro selaku warga, berbagai artefak dan struktur kuno telah ditemukan tersebar di seluruh desa Ambartawang. "Banyak puing-puing candi ditemukan di rumah-rumah penduduk," ujarnya.
Temuan ini mencakup patok-patok candi, lingga bertulis, arca-arca dewa Hindu, dan sisa-sisa struktur candi yang menunjukkan adanya kompleks keagamaan yang luas dan terencana. Kompleks candi Ambartawang terdiri dari berbagai jenis candi yang masing-masing memiliki fungsi spesifik dalam kosmologi Hindu.
Candi Patok, yang dalam ilmu arkeologi dikenal sebagai candi pembatas (boundary shrines), ditemukan di berbagai titik strategis seperti Jetak, Tiban, dan Mungkid. Candi-candi ini, yang ditandai dengan keberadaan Lingga Pamegat Swang, berfungsi sebagai penanda batas wilayah suci kompleks candi. Dalam bahasa Jawa kuno, 'pamegat' berarti pemimpin atau kepala, sementara 'swang' atau 'sawang' bisa merujuk pada wilayah atau daerah tertentu.
ADVERTISEMENT
Pusat spiritual kompleks ini adalah Candi Trimurti, yang terdiri dari tiga candi utama yang didedikasikan untuk tiga dewa utama Hindu: Brahma, Wisnu, dan Siwa. Dalam terminologi arkeologi, struktur ini dikenal sebagai candi induk atau candi utama. Di sekitar candi utama, terdapat candi-candi perwara (ancillary temples) yang berfungsi sebagai candi pendamping, ditemukan di berbagai lokasi seperti Ambartawang, Gergunung, dan Srikuwe.
Keunikan kompleks Ambartawang terletak pada keberadaan candi wahana dan candi pasangan. Candi wahana, yang dalam konteks Hindu merepresentasikan kendaraan para dewa, ditemukan dalam bentuk Candi Garuda (wahana Wisnu), Candi Hangsa (wahana Brahma), dan Candi Nandi (wahana Siwa).
Sementara itu, candi pasangan, yang didedikasikan untuk para dewi sebagai pasangan dewa utama, mencakup Candi Lakshmi (pasangan Wisnu), Candi Durga (pasangan Siwa), dan Candi Saraswati (pasangan Brahma).
ADVERTISEMENT
Struktur candi di Ambartawang juga mencakup candi apit, yang dalam arsitektur candi Jawa biasanya berfungsi sebagai penyeimbang antara candi utama dan candi perwara. Keberadaan candi apit ini semakin menegaskan kompleksitas dan kelengkapan tata ruang sakral kompleks Ambartawang.
Yang tak kalah menarik adalah sistem petirtaan atau pemandian suci yang canggih. Petirtaan, yang dalam konteks arkeologi Hindu-Budha memiliki fungsi ritual pembersihan spiritual, ditemukan di beberapa lokasi seperti Petirtaan Beji dan mata air Jimatan.
"Sungai buatan untuk petirtaan-petirtaan candi di dusun yang terletak di desa Ambartawang dan Gergunung berhulu dari mata air Mudal," jelas Sukrisnanto Suryo Putro, menunjukkan adanya teknologi pengairan yang maju pada masa itu.
Tata ruang kompleks candi Ambartawang juga mencerminkan konsep kosmologi Hindu yang kompleks. Domisili kepala wanua atau desa kuno, yang bergelar Pamegat, ditemukan di Santan, desa Pabelan. Sementara itu, praktek ritual kematian Hindu terlihat dari keberadaan lokasi pensucian jenazah pra kremasi di Gatak, lokasi kremasi di Jetis, dan lokasi larung abu kremasi di Kutan.
ADVERTISEMENT
Jejak sejarah juga terpatri dalam toponimi atau penamaan tempat di sekitar kompleks. Nama-nama seperti Mungkid dan Japun, yang berasal dari kata Mungkad (semedi) dan Japu (mantra), serta Ndowo yang berarti bendungan dalam bahasa Jawa kuno, memberikan petunjuk tentang fungsi spiritual dan infrastruktur kuno di wilayah tersebut.
Masih menurut Krisnanto, Kompleks Ambartawang menunjukkan adanya pusat keagamaan Hindu yang besar dan terencana, yang mungkin setara dengan Borobudur atau Prambanan. Keberadaan sistem petirtaan yang canggih dan tata ruang yang kompleks menunjukkan tingkat peradaban yang tinggi pada masanya.
Sayangnya, warisan budaya ini terancam oleh kurangnya perlindungan. "Situs patung, lumpang sesaji, dan artefak lainnya dijual tanpa ada tindakan apapun dari pemerintah desa," ungkapnya prihatin. Para ahli menyerukan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dan tindakan pelestarian segera untuk melindungi situs bersejarah ini.
ADVERTISEMENT
Temuan kompleks candi Ambartawang ini membuka lembaran baru dalam pemahaman kita tentang sejarah peradaban Hindu di Jawa Tengah. Kompleksitas arsitektur, sistem ritual, dan tata ruang yang terungkap menunjukkan bahwa wilayah ini pernah menjadi pusat spiritual dan peradaban yang signifikan, menyimpan rahasia sejarah yang menanti untuk diungkap lebih lanjut.
Pengaruh Mataram Islam
Seiring berjalannya waktu, pengaruh Kerajaan Mataram Islam mulai terasa di wilayah Ambartawang. Proses islamisasi yang berlangsung secara bertahap dan akulturatif mengubah lanskap spiritual dan sosial masyarakat setempat.
"Dakwah Islam yang dilakukan secara damai di wilayah ini berhasil mengubah mayoritas masyarakat menjadi pemeluk Islam. Namun, proses ini tidak menghapus sepenuhnya warisan Hindu yang ada. Sebaliknya, kita melihat adanya sinkretisme yang menarik antara elemen-elemen Hindu dan Islam." Ujar Krisnanto
ADVERTISEMENT
Bukti konkret dari transisi ini dapat dilihat dari perubahan fungsi tempat-tempat peribadatan. Beberapa struktur yang semula merupakan candi Hindu diubah menjadi masjid dan mushala.
"Ini adalah upaya yang dilakukan di Desa Ambartawang dalam proses islamisasi di Jawa," tambahnya . "Penggunaan kembali situs-situs suci yang sudah ada membantu mempermudah penerimaan agama baru oleh masyarakat lokal." tambahnya
Salah satu contoh nyata dari transformasi ini adalah bekas Candi Brahma yang kini menjadi Masjid Panjangan, serta bekas Candi Lakshmi dan Saraswati yang kini berfungsi sebagai mushola di Srikuwe. Perubahan fungsi ini menjadi bukti fisik dari proses akulturasi budaya dan agama yang berlangsung di wilayah tersebut.
Selain itu, keberadaan makam-makam tokoh Islam berpengaruh di wilayah ini juga menjadi penanda penting dari era transisi. Salah satu yang paling penting adalah makam Kyai Pasalakan, yang terletak dalam kompleks makam Karang di Desa Ambartawang.
Mengutip rilis dari Borobudurnesws (30/4/2023) penelitian Epigraf Goenawan A Sambodo mengungkapkan bahwa pada lingga yang tertulis di nisan Kyai Pasalakan bertulis angka tahun 803 Saka. Satu lingga lainnya tahun 802 Saka.
ADVERTISEMENT
Semua lingga bertulis ini dibuat atas perintah Samgat Pu Swang yang menandakan patok wilayah. Di situ juga tertulis nama Sri Maharaja Rakai Kayuwangi sebagai penguasaan Kerajaan Mataram Hindu saat itu.
Lingga yang ditemukan di Kompleks makam Karang Dusun Srikuwe menjelaskan soal pemberian tanah sima kepada Pamgat Swang. Tanah sima biasanya diberikan kepada seseorang yang berjasa besar pada raja.
Menariknya, meskipun mayoritas penduduk telah beralih ke Islam, jejak-jejak peninggalan Hindu tetap dihormati dan bahkan terintegrasi ke dalam praktik keagamaan baru. Fenomena ini mencerminkan karakteristik unik Islam Jawa yang akulturatif dan inklusif.
Transisi dari era Hindu ke Islam di Ambartawang memberikan kita gambaran yang sangat berharga tentang bagaimana perubahan keagamaan dan budaya terjadi di Jawa. Ini bukan proses yang tiba-tiba atau dipaksakan, melainkan evolusi bertahap yang meninggalkan jejak-jejak arkeologis dan kultural
ADVERTISEMENT
Temuan-temuan ini membuka perspektif baru dalam memahami dinamika sejarah dan budaya di Jawa Tengah. Kompleks Ambartawang tidak hanya menjadi saksi bisu kejayaan peradaban Hindu, tetapi juga menjadi bukti nyata dari proses islamisasi yang berlangsung secara damai dan akulturatif.
Saat ini, warisan budaya yang unik ini menghadapi ancaman serius. "Banyak artefak bersejarah yang dijual tanpa pengawasan, sementara situs-situs penting kurang mendapat perhatian oleh Pemerintah," ungkap Krisnanto dengan prihatin. Para ahli dan pemerhati budaya menyerukan agar dilakukan upaya pelestarian yang komprehensif untuk melindungi warisan sejarah ini, yang mencakup baik peninggalan Hindu maupun Islam. Memang tantangannya puing-puing candi tersebut tersebar dan berada di rumah-rumah penduduk.
Kompleks Ambartawang, dengan lapisan-lapisan sejarahnya yang kaya, bisa menjadi dokumentasi evolusi spiritual dan kultural masyarakat Jawa. Situs ini tidak hanya menyimpan rahasia tentang kejayaan Hindu masa lalu, tetapi juga menjadi saksi hidup dari proses islamisasi yang membentuk wajah Jawa seperti yang kita kenal sekarang.
ADVERTISEMENT