Konten dari Pengguna

Tantangan Ekologis Masyarakat Pinggiran Kota (Rural-Urban)

Anton
Mahasiswa S2 Kajian Sejarah FISIP UNNES
31 Mei 2024 17:38 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anton tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Masyarakat Pinggiran Kota. Foto: Pixel.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Masyarakat Pinggiran Kota. Foto: Pixel.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketimpangan pembangunan antara desa dan kota masih menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Pengembangan wilayah sering kali kurang memperhatikan karakteristik khas daerah Pinggiran kota (rural-urban). Kawasan yang berada di pinggiran kota dan memiliki ciri serta karakter masyarakat yang unik.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, wilayah ini terpengaruh oleh ciri-ciri perkotaan (baik fisik maupun non fisik). Sementara di sisi lain, sebagian masyarakatnya masih mempertahankan karakter pedesaan.
Tanpa perhatian khusus dalam pengembangannya, daerah pinggiran kota berisiko mengalami permasalahan perkotaan yang kompleks dan kehilangan potensi aslinya. Potensi besar di daerah ini perlu dikelola dan dikembangkan dengan fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penciptaan tata kelola wilayah yang berkelanjutan.
Dari perspektif ekonomi, tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan wilayah pinggiran kota membawa dampak positif, seperti meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat dan terciptanya kesejahteraan. Ekspansi pembangunan ke pinggir kota memunculkan aktivitas ekonomi baru, seperti munculnya pondokan mahasiswa, rumah kost, warung makan, jasa fotokopi, café-cafe, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Namun, aspek lain seringkali luput dari perhatian, sehingga menimbulkan permasalahan baru. Dalam aspek ekologis, misalnya, daerah pinggiran sering kali menerima dampak negatif yang memprihatinkan.
Dahulu orang tua kita pernah bercerita air sungai di desa sangat jernih dan banyak ikannya. Mereka melakukan beragam aktivitas dan memanfaatkan air untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum, mandi, mencuci pakaian, dan mencari ikan. Dahulu pepohonan di sekitar rumah masih rindang dan asri.
Selain itu perilaku masyarakatnya masih menjaga adab dan sopan santun. Masyarakatnya masih menjalankan ajaran dan ritus yang diwariskan oleh para leluhur. Gambaran semacam itu kini tentu sulit ditemui lagi melihat derasnya arus globalisasi yang disertai memudarkan identitas lokal.

Disharmoni Antara Manusia dan Alam

Timbunan sampah di sembarang tempat, air sungai yang keruh dan bau adalah contoh dampak dari pembangunan yang tidak bijaksana. Masyarakat kita telah berjarak dengan alam sekitarnya. Padahal dahulu, leluhur kita sangat dekat sekali dengan alam di mana termanifestasikan berupa larangan-larangan atau pantangan yang mungkin kita sendiri tidak mengerti secara pasti apa maksudnya.
ADVERTISEMENT
Lewat tradisi lisan dahulu para leluhur mewariskan nilai-nilai dalam bentuk mitos dan cerita. Misalnya para leluhur mengaitkannya dengan keberadaan makhluk jadi-jadian (gaib) yang menempati suatu tempat. Apabila seseorang nekat melanggar pantangan tersebut, maka penunggu wilayah itu akan murka. Cerita-cerita dan mitos itu telah menjadi bagian integral dari budaya manusia turun-temurun.
Mitos maupun folklore berfungsi sebagai sarana menjaga perilaku terhadap sesama dan alam sekitarnya. Sosok ondel-ondel dan buaya memiliki makna penting bagi masyarakat Betawi. Jika ondel-ondel bertugas menjaga wilayah darat, maka buaya merupakan makhluk yang bertugas menjaga wilayah perairan.
Dua makhluk tersebut oleh para leluhur digunakan untuk menakut-nakuti masyarakat sekitar agar selalu menjaga sikap dan tidak merusak alam. Mitologi buaya bagi masyarakat Betawi juga berkaitan dengan upaya menjaga kelangsungan alam agar tetap lestari.
ADVERTISEMENT
Masyarakat di sekitar situ Babakan misalnya mempercayai keberadaan siluman buaya putih. Selain itu di sekitar kali Ciliwung misalnya berkembang mitos yang cukup populer mengenai keberadaan buaya buntung, istana buaya, suara gamelan dan hantu noni Belanda.
Mitos itu sendiri memiliki jenis yang beragam antara lain berupa gugon tuhon yaitu merupakan larangan-larangan tertentu yang jika dilanggar akan mengakibatkan dampak negatif. Kedua, mitos yang berupa bayangan asosiatif, yaitu mitos yang berhubungan dengan dunia mimpi. Kebanyakan orang Jawa masih mempercayai bahwa mimpi buruk adalah pertanda datangnya musibah, sedangkan mimpi baik adalah pertanda akan datangnya kebahagiaan, rezeki dan kesenangan.
Ketiga, mitos berupa sirikan (larangan) yang harus dihindari, mitos ini juga bersifat asosiatif, namun lebih menekankan pada ora ilok (tidak baik) jika dilakukan. Keempat, mitos yang berbentuk dongeng, legenda, dan cerita. Hal ini biasanya diyakini karena memiliki legitimasi yang kuat dalam pikiran seseorang (Endraswara, 2006).
ADVERTISEMENT
Di belahan dunia lain sekitar Asia dan Afrika pun masih ditemukan eksistensinya. Masyarakat yang mempunyai situs sakral alami ini biasanya memiliki mitos-mitos tertentu akan wilayah yang mereka tempati. Selanjutnya, atas dasar kepercayaan tersebut masyarakat melakukan ritual-ritual tertentu.
Adanya mitos, ritual, dan kepercayaan dalam masyarakat tersebut akan berakibat positif bagi kelestarian alam. Mitos mempunyai tiga fungsi, yaitu menyadarkan manusia bahwa terdapat kekuatan-kekuatan ajaib, memberikan jaminan bagi masa kini dan menjadi perantara manusia dan daya-daya kekuatan alam.
Melalui mitos, manusia berpartisipasi dalam kejadian-kejadian sekitarnya, menanggapi daya-daya kekuatan alam, dan manusia menjadi bagian tak terpisahkan. Kehidupan masyarakat pada era ini belum dapat memposisikan dirinya menjadi subjek dan alam sebagai objek.
ADVERTISEMENT
Manusia belum mempunyai identitas dan individualitas yang utuh, belum menjadi subjek yang otonom. Dunia sekitarnya pun belum menjadi objek yang sempurna atau utuh. Manusia dan alam, subjek dan objek, belum menjadi terpisah satu sama lain, tetapi melebur menyatu. Kebudayaan pada tahap mistis ini oleh Van Peursen seorang antropolog kebangsaan Belanda dinyatakan bahwa posisi subjek berada dalam objek. (Van Peursen, 1992).
Peradaban umat manusia mengalami perubahan yang dahsyat dalam sejarah mutakhir. Dimulai di Eropa dengan Renaissans pada abad XIV yang diawali dengan gerakan kebudayaan mencakup berbagai kesenian yang hidup di masyarakat sebagai penggerak dinamika perkembangan zaman.
Berbagai pandangan baru dan penemuan-penemuan empiris ilmu pengetahuan membongkar berbagai kemapanan tradisi. Berbagai penemuan yang mendasari peradaban baru, cukup mencengangkan masyarakat pada zamannya saat itu, sehingga sempat terjadi pula berbagai ketegangan dan perseteruan paham di kalangan para penganut tradisi lama dan penemu baru.
ADVERTISEMENT
Pada abad 19 masyarakat Eropa menapaki babak baru sebagai manusia yang tercerahkan (Enlightment). Pada era ini kegiatan eksplorasi ke berbagai belahan dunia semakin masif. Mereka berlomba-lomba melakukan eksplorasi besar-besaran untuk mengembangkan sains.
Dalam dunia ekonomi misalnya mereka mengamalkan praktik kapitalisme. Pada masa ini sangat nampak dominasi manusia sebagai subjek sedangkan sumber daya alam adalah objek yang harus dikeruk sebanyak mungkin demi misi kejayaan. Seolah-olah alam adalah benda mati yang terasing dalam kehidupan manusia.
Di Nusantara setidaknya praktik dominasi manusia terhadap alam semakin dipertegas dengan kedatangan bangsa Eropa pada abad XVI. Dengan semangat imperialismenya bangsa Eropa menjadikan sumber daya alam yang ada di nusantara ini semata-mata sebagai objek eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Praktik itu terus dilanjutkan bangsa Belanda lewat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dari tahun 1602-1799, kemudian dilanjutkan hingga era pemerintah kolonial Belanda tahun 1942. Praktik-praktik ekplorasi dan eksploitasi dilakukan demi semangat kemakmuran dan kejayaan negara induk tanpa mengindahkan kearifan-kearifan lokal masyarakat.
Di sebagian masyarakat, praktik ini melahirkan perlawanan dari masyarakat adat. Perlawanan masyarakat Samin di Blora pada awal abad XIX merupakan contoh nyata penolakan terhadap kontaminasi pemikiran Barat yang materislistis. Mereka menolak ide-ide liberalisme dan kapitalisme yang dianggap merusak kultur masyarakat.
Bagi masyarakat Timur, alam merupakan bagian yang menyatu bagi manusia dan harus dipandang sebagai salah satu komponen ekosistem yang memiliki nilai untuk dilindungi, dihargai dan tidak disakiti. Lingkungan juga memiliki nilai terhadap dirinya sendiri yang menyebabkan setiap perilaku manusia dapat berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya.
ADVERTISEMENT

Pembangunan Kolaboratif Berbasis Lingkungan dan Kearifan Lokal

Perubahan iklim merupakan isu hangat dalam masyarakat global dan Indonesia sebagai bagian dari pergaulan global menjadi sorotan utama. Dalam menghadapi tantangan lingkungan ini, pemerintah pusat maupun daerah harus merespons isu ini secara serius.
Untuk mewujudkannya pemerintah perlu melakukan pembangunan secara matang dan kolaboratif dengan memperhatikan aspek-aspek lainnya secara menyeluruh. Dalam aspek pembangunan infrastruktur nampak daerah pinggiran kota masih sebatas sebagai “penyangga beban” ketidakmampuan pemerintah kota dalam menampung masyarakat.
Pembangunan saluran air yang tidak terintegrasi, tempat dan layanan pengangkutan sampah yang belum optimal, kerawanan dalam hal keamanan, kondisi dan ruas jalan yang tidak proporsional, layanan kesehatan baik fisik dan mental yang kurang memadai menjadi tantangan tersendiri di daerah pinggiran kota.
ADVERTISEMENT
Dalam aspek pembangunan sumber daya manusia sejauh ini pemerintah sudah melakukan upaya-upaya yang mengarah pada penyadaran pentingnya mindset peduli lingkungan terhadap masyarakat. Beberapa materi pelajaran di bangku sekolah menekankan pentingnya melestarikan lingkungan.
Beberapa hal yang perlu diperkaya lagi yakni mengenai pendidikan lingkungan berbasis kearifan lokal dan relevansinya terhadap generasi saat ini. Optimalisasi peran influencer dalam mengedukasi masyarakat perlu memperoleh porsi kebijakan yang massif. Dengan kata lain metode-metode publikasi pemerintah harus variatif dan menarik generasi muda.
Diskusi-diskusi mengenai substansi mitos maupun folklore bisa disemarakan. Bahwa terdapat makna yang sangat berharga yang diwariskan oleh leluhur dalam menjaga kelangsungan alam. Relevansi peran mitos maupun folklore kepada generasi saat ini perlu dilakukan melihat banyaknya musibah yang berkaitan dengan dampak rusaknya lingkungan.
ADVERTISEMENT
Selain itu pemerintah juga perlu melibatkan tokoh-tokoh adat di masing-masing wilayah. Peran tokoh adat dalam menjaga lingkungan sangatlah penting karena mereka sering kali menjadi penjaga dan pemelihara tradisi, budaya, dan kearifan lokal dalam masyarakat.
Mereka memiliki pemahaman mendalam tentang flora, fauna, dan pola alam setempat, yang sering kali diturunkan dari generasi ke generasi melalui cerita, mitos, dan praktik-praktik tradisional. Selain itu mereka dapat memberikan arahan dan sanksi kepada anggota masyarakat yang melanggar norma-norma yang berhubungan dengan pelestarian alam.
Menetapkan batas-batas untuk aktivitas seperti berburu, memancing, atau pertanian. Tokoh adat juga sering bertanggung jawab atas pelaksanaan ritual dan upacara adat yang berkaitan dengan alam dan lingkungan. Upacara-upacara seperti perayaan panen, doa hujan, atau penghormatan terhadap arwah leluhur dapat memperkuat hubungan spiritual antara manusia dan alam, serta memperkuat kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dengan dukungan teknologi canggih saat ini, upaya pelestarian mitos maupun folklore dalam upaya menjaga keleastarian alam sangat mungkin dilakukan. Dengan berbagai platform sosial media cerita mitos maupun folklore bisa disajikan lebih menarik.
Gerakan back to nature yang booming akhir-akhir ini adalah momentum yang tepat untuk mengedukasi masyarakat bahwa kearifan leluhur dalam menjaga keseimbangan alam sangat perlu dilanjutkan sebagai solusi atas kerusakan lingkungan hari ini.