Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Penelitian dan Pendekatan Ilmiah: Manusia Makhluk Serba Ingin Tahu
18 September 2023 5:52 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Oman Sukmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Manusia adalah makhluk berpikir (animal rationale). Manusia memiliki kemampuan berpikir (kognisi) yang luar biasa dalam memahami dan menafsirkan kenyataan atau realitas yang ada di lingkungan sekitarnya, baik kenyataan atau realitas alami maupun social.
ADVERTISEMENT
Karena kemampuan berpikirnya ini, maka manusia di kelompokkan sebagai makhluk yang selalu atau serba ingin tahu. Dalam bahasa kaum Milenial, manusia itu makhluk yang Kepo. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kepo adalah rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain.
Hasrat ingin tahu pada diri manusia dicerminkan oleh sifat manusia yang suka bertanya tentang sesuatu di sekitarnta. Sejak kecil manusia selalu suka bertanya, dimana kualitas pertanyaan manusia mengalami gradasi sesuai dengan tingkat perkembangan biopsikososial-nya. Misalnya, Ketika masih kanak-kanak pertanyaan yang seringkali muncul adalah “apa ini?”, “itu apa?”, dan sebagainya.
Lalu Ketika beranjak remaja, maka pertanyaan yang dilontarkan bukan lagi hanya sekedar apa ini?, atau apa itu?. tetapi sudah berkembang menjadi “Bagaimana ini?”, “Bagaimana itu?”, dan seterusnya. Dalam kondisi perkembangan berikutnya, pertanyaan manusia tentang sekitarnya meningkat menjadi “Mengapa begitu?”, “Mengapa seperti ini?”, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Berbagai jenis pertanyaan manusia ini tentu saja membutuhkan jawabannya. Kadar kualitas jawaban atas pertanyaan-pertanyaan manusia ini tentu saja berbeda sesuai dengan jenis pertanyaanya. Bentuk pertanyaan tentang: apa, bagaimana, dan mengapa, tentu saja karakteristis kualitas jawabannya juga berbeda.
Misalnya, ada sebuah benda Kursi, lalu jika pertanyaanya apa ini? Maka jawabannya simple saja “oh ini adalah sebuah Kursi”, jika muncul pertanyaan bagaimana kursi ini dibuat? Maka tentu saja jawabannya lebih rumit lagi, kita harus menjelaskan bagaimana proses kursi ini dibuat.
Jawaban yang lebih rumit lagi tentu saja jika harus menjawab pertanyaan “mengapa kursi ini?”, maka jawabannya mungkin harus lebih mendalam lagi bahkan bisa saja lebih filosofis. Bisa saja penjelasan jawabannya lebih mengarah kepada “makna”, misalnya, kursi yang ada di ruang kuliah, di ruang DPR, di runag VIP, dan sebagainya, memiliki makna yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Dari berbagai pandangan para ahli, maka dapat dinyatakan bahwa dalam diri manusia itu terdapat beberapa karakteristik utama yang menandainya, yakni bahwa manusia itu adalah: (1) makhluk berpikir; (2) makhluk serba ingin tahu; dan (3) makhluk suka bertanya.
Manusia Menginginkan Kebenaran
Pertanyaan yang disampaikan manusia tentang realitas yang ada lingkungan sekitarnya, tentu saja membutuhkan jawaban yang benar, karena pada hakekatnya manusia itu menyukai kebenaran. Jawaban atas pertanyaanya adalah jawaban yang kebenaranya bisa dipertanggung jawabkan, yakni kebenaran yang objektif bukan kebenaran subjektif.
Dalam konteks metode penelitian sosial, suatu kebenaran subjektif disebut juga sebagai kebenaran non-ilmiah sedangkan kebenaran objektif disebut sebagai kebenaran ilmiah. Menurut Nazir (2013), jenis-jenis kebenaran non-ilmiah (subjektif) meluputi: Penemuan kebenaran secara kebetulan, Penemuan kebenaran secara akal sehat (common sense), Penemuan kebenaran melalui wahyu, Penemuan kebenaran secara intuitif, Penemuan kebenaran secara trial dan error, Penemuan kebenaran melalui spekulasi, dan Penemuan kebenaran secara kewibawaan.
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah? Secara umum dinyatakan bahwa kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang didasarkan atas hasil penelitian ilmiah. Mengacu kepada pandangan Silalashi (2012) disebutkan bahwa penelitian ilmiah adalah penyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis tentang fenomena-fenomena alami dengan dipandu oleh teori dan hipotesis-hipotesis tentang hubungan yang diduga terdapat antara fenomena-fenomena itu. Penelitian ilmiah menggunakan metode ilmiah sehingga disbut juga metode peneitian ilmiah (scientific research method).
Sementara menurut Almack (Nazir, 2013). Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsi-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran. Dijelaskan lebih lanjut oleh Nazir (2012) bahwa syarat suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut sebagai metode ilmiah, maka harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) berdasarkan fakta; (2) bebas dari prasangka; (3) menggunakan prinsip-prinsip analitis; (4) menggunakan hipotesis; (5) menggukana ukuran objektif; dan (6) menggunakan Teknik kuantifikasi.
ADVERTISEMENT
Ilmu, Penelitian, dan Kebenaran
Ilmu, penelitian, dan kebenaran memiliki relasi yang sangat erat. Ilmu adalah suatu sistem pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan, eksperimen, studi, dan penelitian yang sistematis. Ilmu mengacu pada proses intelektual yang digunakan untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan fenomena alam, sosial, atau lainnya. Menurut Nazir (2013) ilmu adalah suatu pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi.
Sementara, penelitian adalah suatu proses sistematis yang dilakukan untuk memperoleh informasi, pengetahuan, atau pemahaman yang lebih dalam tentang suatu masalah atau fenomena dengan menggunakan metode ilmiah.
Tujuan utama dari penelitian adalah untuk mengumpulkan data, menganalisisnya, dan menghasilkan temuan atau penemuan baru yang dapat membantu menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis.
Secara umum, penelitian memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:
ADVERTISEMENT
(1) Sistematis
Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah yang terorganisir dan terstruktur, sehingga memungkinkan untuk mengumpulkan data dengan cara yang konsisten dan dapat diulang
(2) Metode ilmiah
Penelitian menggunakan metode ilmiah yang mencakup pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi hasil berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah. Metode ini memastikan bahwa penelitian bersifat obyektif dan dapat dipercaya;
(3) Tujuan tertentu
Penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, mengembangkan teori baru, atau menguji hipotesis;
(4) Kontribusi ilmiah
Penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengetahuan dan pemahaman kita tentang suatu topik atau masalah tertentu. Hasil penelitian biasanya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah atau berbagi dengan masyarakat ilmiah;
(5) Proses berkelanjutan
Penelitian adalah proses berkelanjutan yang melibatkan tahap perencanaan, pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi hasil. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut atau pengembangan ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Penelitian dapat dilakukan dalam berbagai disiplin ilmu dan dapat mencakup berbagai metode, baik kualitatif maupun kuantitatif, tergantung pada tujuan penelitian dan jenis data yang akan dikumpulkan. Hasil dari penelitian memiliki peran penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan, inovasi, dan pengambilan keputusan dalam berbagai bidang kehidupan.
Sedangkan, kebenaran adalah konsep filosofis yang telah menjadi subjek perdebatan dan penelitian selama berabad-abad. Kebenaran merujuk pada kualitas atau sifat dari suatu pernyataan, gagasan, atau pernyataan yang sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan fakta. Namun, ada beberapa pendekatan dan teori yang berbeda dalam memahami apa yang dimaksud dengan kebenaran.
Terdapat beberapa pandangan tentang kebenaran, yaitu:
1. Kebenaran Korespondensi
Pendekatan ini menyatakan bahwa sesuatu dianggap benar jika pernyataannya sesuai dengan fakta atau realitas yang ada di dunia nyata. Dalam kata lain, suatu pernyataan atau gagasan dianggap benar jika apa yang dinyatakan sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pendekatan ini adalah pendekatan tradisional untuk memahami kebenaran.
ADVERTISEMENT
2. Kebenaran Koherensi
Kebenaran dalam pandangan ini didasarkan pada koherensi atau konsistensi internal suatu pernyataan atau sistem gagasan. Artinya, suatu pernyataan dianggap benar jika itu konsisten dengan pernyataan-pernyataan lain dalam sistem tersebut. Meskipun suatu pernyataan mungkin tidak mencerminkan realitas, asalkan itu konsisten dengan sistem yang ada, ia dianggap benar.
3. Kebenaran Pragmatis
Kebenaran dalam pandangan pragmatisme dipahami sebagai sesuatu yang berguna atau bermanfaat dalam konteks praktis. Jadi, suatu pernyataan dianggap benar jika itu berguna dalam mencapai tujuan atau dalam menyelesaikan masalah dalam situasi tertentu.
4. Kebenaran Konstruktivis
Pandangan ini berfokus pada sifat subjektif dari kebenaran. Menurut perspektif konstruktivis, kebenaran adalah produk dari pemahaman individu atau kelompok tertentu. Setiap individu atau kelompok dapat memiliki konsep kebenaran yang berbeda berdasarkan pada pengalaman, budaya, dan perspektif mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
5. Kebenaran Absolut
Beberapa filosof berpendapat bahwa ada kebenaran yang absolut, yang berlaku tanpa memperhatikan sudut pandang individu atau budaya. Kebenaran absolut ini dianggap sebagai kebenaran yang objektif dan ada secara independen dari manusia.
Pandangan tentang kebenaran ini dapat bervariasi dalam konteks budaya, agama, dan filosofis. Dalam kehidupan sehari-hari, konsep kebenaran sering digunakan dalam konteks pernyataan yang akurat atau informasi yang sah, tetapi dalam filosofi, pertanyaan tentang sifat dan sumber kebenaran sering menjadi topik perdebatan yang kompleks dan mendalam.
…bersambung…