Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Subsidi Energi Sebagai Shock Absorber
16 Juni 2022 15:47 WIB
Tulisan dari Fajar Sidik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika diibaratkan sebagai keluarga, maka Negara ibarat orang tua yang perlu mengayomi anak-anaknya (dalam konteks Negara berarti rakyatnya). Adakah orang tua yang tega memberikan ongkos sekolah dibawah ongkos sesungguhnya? Padahal kita tahu bahwa pendidikan menjadi salah satu titik penting melepaskan diri dari belenggu kemiskinan? Tentu sebagai orang tua akan berusaha keras mengurangi konsumsi yang lain dan mengalihkannya menjadi subsidi ongkos sekolah anak. Tentu orang tua akan mengurangi belanja harian hanya agar anak-anaknya dapat menghadapi hari esok lebih baik lagi, lebih sejahtera. Pun demikian dengan Negara, melalui pengurangan belanja yang tidak prioritas, kemudian dialokasikan pada subsidi program prioritas, maka tujuan akhirnya hanya satu yakni kesejahteraan.
ADVERTISEMENT
Demikian juga penyesuaian subsidi energi saat ini. Terhadap masyarakat yang rentan, maka subsidi energi dalam bentuk BBM, listrik atau gas, tetap diberikan dengan optimal. Agar masyarakat tetap dapat hidup layak dan mampu bertahan dari terpaan krisis global sebagai akibat peperangan Antara Rusia-Ukraina. Bahkan Negara sebagai orang tua seluruh rakyat Indonesia, memberikan tambahan subsidi sektor lain, sebagai hasil penghematan subsidi
sektor energi. Bantuan Langsung Tunai untuk menjaga rakyat dari keterpurukan ekonomi, terus dilanjutkan bahkan sasarannya ditambah menjadi 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan alokasi tambahan sebesar Rp18,6 triliun. Sehingga total perlindungan sosial di dalam APBN 2022 mencapai Rp431,5 triliun. Semua didedikasikan untuk kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Diskursus kebijakan subsidi energi, bukan hal yang baru dan selalu mengundang pro dan kontra. Namun apabila dikaji secara berimbang, maka opsi memberikan subsidi adalah pilihan terbaik di tengah ketidakpastian ekonomi global. Tentu kita juga dapat dengan mudah menemui berbagai kajian ilmiah, sebagai hasanah keilmuan yang menjadi masukan, solusi sekaligus kritikan terhadap implementasi kebijakan subsidi energi di Indonesia dengan segala pro-kontranya. Bagi mereka yang kontra, pemberian subsidi energi akan menambah beban APBN sehingga ruang fiskal pemerintah menjadi sempit dan ‘intervensi’ eksternal yang sulit dikendalikan. Seperti yang terjadi hari ini dimana harga minyak dunia melonjak karena konflik Rusia-Ukraina, memaksa beban subsidi energi membengkak. Pada sisi lainnya, pihak yang pro beranggapan bahwa APBN merupakan instrument untuk menyejahterakan masyarakat. Sehingga dimaklumi beban subsidi energi ditanggung oleh APBN, bukan dibebankan langsung pada masyarakat yang akan menambah beban masyarakat, khususnya ekonomi menengah kebawah.
ADVERTISEMENT
Negara sebagai sebuah konsensus nasional yang tujuan utamanya melindungi seluruh rakyatnya, perlu memainkan peran yang besar melakukan stabilisator perekonomian nasional sebagai akibat lonjakan harga Bahan Bakar Mentah (BBM) dunia. Karena dengan melepas harga BBM, termasuk subsidi listrik, ke pasar bebas (tidak dikendalikan melalui subsidi), maka goncangan perekonomian akan sangat kuat dan membahayakan kehidupan kelompok masyarakat yang rentan yakni ekonomi menengah ke bawah. Oleh karena itu, APBN memainkan peran sebagai shock absorber melalui pemberian subsidi dan kompensasi energi yang terukur dan tepat sasaran. Sehingga, kebijakan subsidi energi yang juga diimbangi dengan subsidi non-energi seperti pemberian bantuan sosial langusng kepada masyarakat, bantuan pendidikan berupa beasiswa, maupun stimulus bagi usaha kecil berupa subsidi sektor UMKM, akan terus memainkan peran penting menjaga rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui bahwa ketidakstabilan situasi global sebagai efek perang Rusia-Ukraina, mengerek harga BBM yang dalam perhitungan awal sebesar USD63 per barel menjadi USD102,5 per barel. Hal ini tentu memperbesar beban APBN untuk memberikan subsidi. Sehingga kebijakan pemerintah dalam upaya menjaga stabilitas kehidupan nasional, dilakukan penambahan subsidi dan kompensasi BBM mencapai Rp349,9 triliun.
Memperhatikan besarnya beban subsidi BBM tersebut, maka opsi melakukan penyesuaian harga BBM pekanan sebagaimana pernah dicetuskan oleh Hidayat Amir di tahun 2015 lalu, dapat dipertimbangkan untuk dicoba diimplementasikan. Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Kementerian Keuangan tersebut beralasan penyesuaian harga BBM pekanan akan memberi ruang fiskal lebih luas bagi APBN karena alokasi subsidi dapat disesuaikan dengan cepat. Amplitudo penyesuaian harga BBM yang relatif kecil - karena segera direspon dalam sepekan tanpa menunggu diakumulasikan dalam periode yang lama (saat ini bulanan) dan memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengalokasikan subsidi produktif yang akan memberikan efek peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat penerimanya.
ADVERTISEMENT
Seperti memberikan uang harian kepada anak-anaknya, penyesuaian uang saku pekanan akan lebih managable dan meminimalisir terjadinya kekurangan/kelebihan uang. Apabila penyesuaian dilakukan secara bulanan, maka potensi ketidakpastian ‘uang saku’ mereka akan sulit dikendalikan. Jika prediksi di atas realita harga pada bulan tersebut, maka akan terjadi surplus/kelebihan bayar. Padahal seharusnya uang tersebut dapat dioptimalkan untuk kebutuhan prioritas lainnya. Namun, apabila ternyata prediksi harga di bawah realita, maka akan terjadi defisit/kekurangan anggaran. Penyesuaian ’uang saku’ pekanan, akan memiliki ruang fiskal yang lebih baik karena penyesuaian alokasi anggaran dilaksanakan secara cepat (tidak perlu menunggu salama 1 bulan).
Sebagai tambahan informasi bahwa subsidi berupa bantuan sosial, stimulus pajak maupun bentuk subsidi sektor lainnya (non-energi), berkontribusi dalam menjaga stabilitas ekonomi serta mempercepat penurunan kemiskinan dan ketimpangan. Penelitian ini dilakukan oleh Zulvia Dwi Kurniani dkk dalam artikel Peran Kebijakan Fiskal pada Produktivitas, Kemiskinan, dan Ketimpangan: Ditinjau dari Efektivitas Subsidi, Bantuan Sosial, dan Perpajakan sebagaimana di publikasikan dalam situs Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu.
ADVERTISEMENT
Secara umum studi ini menggunakan dua metode utama, yaitu meta-analysis (systematic review), dan Commitment to Equity (CEQ). Selain kedua metode tersebut, para peneliti juga melakukan diskusi dan konfirmasi kepada pihak-pihak berkompeten sebelum mengambil kesimpulan akhir. Hasil kajian para peneliti menyebutkan bahwa kebijakan perpajakan, bansos, dan subsidi dapat menurunkan kemiskinan dan ketimpangan. Pada program bantuan sosial, program yang paling berdampak terhadap penurunan kemiskinan dan ketimpangan adalah PKH, yang kemudian diikuti oleh Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Pangan non-Tunai (BPNT), dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE).
Program PKH paling efektif dalam menurunkan kemiskinan dan ketimpangan sebab mayoritas rumah tangga penerima manfaat berasal dari desil 1 hingga desil 4 yang merupakan 30% kelompok rumah tangga yang memiliki kekmampuan ekonomi rendah. Selain itu, masih dalam hasil penelitian yang sama, bantuan PKH dinilai efektif sebab bantuan program yang bersifat tunai dapat dimanfaatkan rumah tangga penerima manfaat untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda. Sedangkan program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) memiliki dampak yang kecil terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Akan tetapi, KUBE mampu meningkatkan partisipasi tenaga kerja karena menstimulus sektor UMKM yang telah terbukti bertahan saat krismon tahun 1998.
ADVERTISEMENT
Di tengah situasi global yang tidak menentu ini, maka sinergi seluruh elemen bangsa sangat diperlukan. Generasi milenial dapat menjadi generasi ‘pencerah’ yang memberikan pemahaman kepada orang-orang disekitarnya hal-hal terkait subsidi energy. Sehingga masyarakat dapat memiliki pemahaman yang baik terkait kebijakan APBN terkini dan terhindar dari berbagai informasi hoax yang menyebar diberbagai kanal sosial media. Kondusivitas perpolitikan, ekonomi, dan sosial, juga perlu kita jaga bersama sehingga tantangan global ini dapat dilalui bangsa Indonesia dengan baik. Diplomasi global untuk mendamaikan Rusia-Ukraina perlu dimainkan oleh Indonesia sehingga perang dapat dihentikan secepatnya dan akan membantu recovery global paska pandemi.