Peran Penting Pemilu 1955 dan Hambatan

Mukhtar Habib
Kelahiran Medan 07 Agustus 1989 Penulis Lepas, Konten Kreator, Lembaga Rehabilitasi Pencegahan Penyiaran Narkotika (LRPPN), Pemerhati Sosial.
Konten dari Pengguna
11 Desember 2023 10:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mukhtar Habib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Parlemen. Foto: Istock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Parlemen. Foto: Istock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu pada tahun 1955 memegang peran penting dalam sejarah demokrasi negara Indonesia. Pemilihan Umum pertama 1995 dikenal dengan pasca- konflik perang dunia II, kemerdekaan Indonesia, serta adanya agresi militer Belanda menjadi penghambat.
ADVERTISEMENT
Meskipun rencananya sebelumnya direncanakan pada tahun 1946, pemilihan tersebut akhirnya dilaksanakan hampir satu dekade yang terlaksana pada tahun 1955.
Fakta sejarah menceritakan, konfrontasi baik dari dalam negeri ada isu kekuasaan Komunis dan Islam.
Selain itu hambatan eksternal, termasuk kondisi perang agresi militer I dan II pada periode sebelum tahun 1955.
Ketidakstabilan keamanan dalam negeri, kekurangan infrastruktur hukum yang dapat mengatur pemilihan umum, serta perpecahan politik menjadi beberapa rintangan yang dihadapi pemerintah pada saat itu.
Rencana pemilu itu, muncul pada paruh kedua tahun 1950 ketika Mohammad Natsir dari Masyumi menjabat sebagai Perdana Menteri.
Namun upaya tersebut tampak, dengan adanya pembentukan undang-undang terkait pemilu, seperti UU No. 27 tahun 1948 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 12 tahun 1949.
ADVERTISEMENT
Tahun 1939- 1945, masa- masa memiliki sejarah kelam maraknya perang dunia II. Foto: Istock
Berkaitan dengan gejolak Perang Dunia II 1939- 1945, tepat setelahnya tahun 1955, muncul Konferensi Asia Afrika, sebagai bentuk gerakan tidak berpihak kepada Blok Barat dan Timur.
Gerakan Non-Blok di mana negara-negara dari Asia, Afrika, dan kemudian Amerika Latin bersatu sebagai solidaritas, dimulai oleh Soekarno, Perdana Menteri India, Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Yugoslavia Josep Broz Tito, dan Presiden Ghana Kwame Nkrumah.
Gerakan ini bermula dari Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, dimana negara-negara yang tidak berpihak pada blok tertentu menyatakan ketidakinginannya terlibat dalam konflik ideologis Barat-Timur.
Meskipun tampaknya kurang relevan setelah berakhirnya perang. Namun pertemuan terakhir, tercatat di Venezuela pada tahun 2016.

Ilustrasi kartunis Agresi Militer Belanda. Agresi Militer yang dilakukan Belanda ini setelah paska kemerdekaan, diduga jadi bayang-bayang terhambatnya rencana penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Foto: Istock

Sempat Mengalami Kesulitan dalam Menyelesaikan UU Pemilu

Pemerintahan setelah Kabinet Natsir, seperti Sukiman Wirjosandjojo dan Wilopo, juga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pembahasan UU Pemilu.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1953, setelah melalui proses panjang, terbitlah UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu yang menjadi landasan hukum penyelenggaraan Pemilu 1955.
Meskipun menghadapi berbagai kendala, pemilu yang akhirnya terlaksana dan diakui sebagai pemilu yang adil, bebas, serta demokratis.
Diikuti oleh lebih dari 30 partai politik dan seratus lebih calon perorangan. Hasil pemungutan suara menunjukkan perolehan suara dan kursi bagi setiap partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu tersebut.
Source: https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/election/directory/election/?box=detail&id=23&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status, https://www.kpu.go.id/page/read/8/pemilu-1955