Penilaian Aset Kembali, Secercah Harapan di Kala Resesi

Bayu Rizki Fatoni
Penulis adalah aparatus sipil negara pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Konten dari Pengguna
18 Agustus 2021 14:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bayu Rizki Fatoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Penilaian aset negara pada Taman Mini Indonesia Indah (Sumber : Arsip foto tim penilai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara).
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Penilaian aset negara pada Taman Mini Indonesia Indah (Sumber : Arsip foto tim penilai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Utang bertambah, COVID-19 mewabah, masyarakat menjadi gundah. Sebaris kalimat di atas tepat untuk menggambarkan kondisi kita saat ini. Hal seperti itu sering kita jumpai di kala resesi akibat pandemi COVID-19, banyak masyarakat bingung mencari rezeki serta negara sibuk memberikan bantuan sosial sehingga utang negara pun menjadi bertambah.
ADVERTISEMENT
Dibalik utang negara yang bertambah serta data ekonomi yang minus akibat resesi muncul harapan dan asa dari laporan keuangan pemerintah pusat yang mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Prestasi ini kembali diraih oleh Pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, yaitu sejak tahun 2016 hingga tahun 2020. Opini WTP tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat kesalahan penyajian yang material, yang dapat menjadi pengecualian atas opini wajar yang diberikan.
Apa yang menjadi urgensi dari penyajian laporan tersebut? Ya betul naiknya jumlah Barang Milik Negara (BMN) adalah jawabannya. BMN merupakan aset negara, adalah bagian dari laporan tersebut. Kenaikan nilainya dari 2019 ke 2020 itu berkisar Rp 631,14 triliun, dari Rp 10.467,53 triliun menjadi Rp 11.098,67 triliun hal itu disampaikan oleh Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Bapak Encep Sudarwan.
ADVERTISEMENT
Dapat dikatakan, BMN merupakan faktor kunci atas opini yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Nilai yang diterbitkan juga menjadi bentuk akuntabilitas atas laporan keuangan yang disajikan. Dan nilai tersebut juga digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan proses bisnis negara mulai dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) hingga bentuk pengelolaan serta optimalisasi aset.
Nilai sebesar itu tentunya tidak datang tiba-tiba namun melalui proses yang panjang. Nama proses Panjang itu adalah penilaian kembali aset negara. Nilai aset negara menjadi jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Sedikit gambaran pelaksanaan penilaian kembali menjadi tanggung jawab Kementerian Lembaga dan Kementerian Keuangan dalam hal ini DJKN yang telah bahu membahu bersinergi.
Kesuksesan ini diperoleh dari perubahan pola kerja serta peraturan baru yang dipelajari serta diyakini dengan berani. Berani tumbuh dan melepaskan zona nyaman yang selama ini meninabobokan, Berani menerima tantangan, dan siap dengan resolusi yang ditawarkan serta segera menyesuaikan diri dengan hal tersebut akan menjadi faktor kunci keberhasilan penilaian kembali aset negara.
ADVERTISEMENT
Pelaksana kegiatan penilaian kembali aset negara dituntut untuk mampu memahami tujuan yaitu memperbaharui nilai BMN dalam laporan keuangan Pemerintah Pusat, meningkatkan nilai tambah BMN untuk penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), membangun basis data BMN yang lebih baik serta mengidentifikasi aset idle.
Nilai aset negara yang tinggi akan memberi efek kepada dunia luar bahwa utang yang tinggi dapat terjamin dengan adanya aset tersebut. Pembayaran utang tidak serta merta menjual aset namun bisa dalam bentuk kerja sama pemanfaatan operasi atau metode lain. Nilai aset negara yang tinggi menurunkan rasio utang di mana akan menurunkan financial distress ke Indonesia. Kebijakan leverage yang dimiliki oleh pemerintah dapat mempengaruhi sejauh mana aset pemerintah dapat dibiayai dengan utang.
ADVERTISEMENT
Rasio utang adalah utang sumber dana yang digunakan pemerintah untuk membiayai asetnya di luar sumber modal atau dana ekuitas. Rasio utang terhadap aset dapat menjadi sinyal yang dikirimkan oleh pemerintah kepada investor. Hal ini disebabkan semakin besar kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh utang, semakin besar kemungkinan kondisi financial distress, karena semakin besar kewajiban pemerintah untuk membayar utang.
Hal ini mengakibatkan semakin besar rasio leverage, semakin tinggi nilai utang pemerintah. Teori keagenan menjelaskan bahwa tanggung jawab pemerintah kepada pemangku kepentingan melalui pengungkapan kinerja keuangan pada laporan keuangan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah alat yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
Setiap penggunaan utang oleh pemerintah akan memengaruhi risiko dan pengembalian. Penggunaan utang yang tinggi akan meningkatkan risiko, sehingga kemungkinan pemerintah yang mengalami financial distress akan lebih besar menunjukkan bahwa rasio utang terhadap aset berpengaruh positif terhadap kondisi financial distress.
ADVERTISEMENT
-------------------------------------------------------------------------
Bayu Rizki Fatoni-Penulis adalah pegawai yang bertugas sebagai penilai pemerintah pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara