Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Mengapa Manusia Tak Bisa Menolak yang Manis?
2 Desember 2024 12:52 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Angeline Andita Saragih Luntungan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh Angeline Andita Saragih Luntungan Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
Pernahkah Anda merasa sudah kenyang, tetapi masih ingin makan makanan atau minuman manis seperti cokelat, es krim, atau kue? Meskipun terdengar sepele, fenomena ini ternyata dialami oleh banyak orang. Ketika perut sudah penuh, seharusnya kita tidak lagi merasa perlu makan, apalagi yang manis-manis. Namun kenyataannya, makanan manis seolah memiliki daya tarik yang kuat, membuat kita tetap ingin mengonsumsinya meskipun sudah kenyang. Fenomena ini dapat dijelaskan secara ilmiah, melibatkan hormon, otak, dan bahkan faktor evolusi manusia.
ADVERTISEMENT
Mengapa Rasa Manis Sangat Menggoda?
Ketertarikan manusia terhadap terhadap rasa manis bukanlah suatu kebetulan. Secara evolusi, rasa manis dihubungkan dengan sumber energi yang cepat dan aman. Di masa lalu, saat makanan tidak selalu tersedia, makanan manis seperti buah-buahan menjadi sumber gula alami yang membantu manusia bertahan hidup.
Otak kita dirancang untuk mengaktifkan sistem dopamin ketika merespons rasa manis. Dopamin adalah salah satu neurotransmitter yang dapat memicu rasa bahagia dan kepuasan. Ketika kita mengonsumsi makanan manis, otak akan memberikan sinyal positif, yang dapat membuat kita merasa nyaman dan bahagia. Respons ini berasal dari sistem reward otak, yang dimana tidak selalu berhubungan dengan rasa kenyang saja, tetapi juga pengalaman emosional seseorang.
Rasa Kenyang dan Keinginan untuk Manis
ADVERTISEMENT
Tubuh kita bermekanisme kompleks dalam mengatur rasa lapar dan kenyang. Terdapat dua hormon utama yang berperan penting selama proses ini yaitu, leptin dan ghrelin. Saat makan, tubuh secara otomatis akan mengeluarkan leptin untuk memberi tahu otak bahwa perut sudah penuh. Sebaliknya, saat lapar, tubuh akan mengeluarkan ghrelin untuk merangsang nafsu makan dan memberi tahu otak bahwa perut kosong dan perlu diisi,
Namun, leptin dan ghrelin hanya mengatur kebutuhan dasar tubuh, bukan keinginan spesifik untuk makan makanan tertentu. Keinginan untuk makanan manis melibatkan sistem lain, yaitu korteks prefrontal dan sistem limbik di otak. Sistem ini lebih berkaitan dengan emosi, memori, dan kebiasaan daripada kebutuhan energi. Itulah sebabnya Anda bisa tergoda oleh dessert, meskipun perut Anda sudah penuh dengan makanan utama.
ADVERTISEMENT
Peran Hormon dan Neurotransmitter
Selain dopamin, terdapat hormon lain yang terlibat dalam keinginan manusia terhadap makanan manis, yaitu serotonin. berbeda dengan dopamin, serotonin adalah neurotransmitter yang berperan dalam mengatur suasana hati. Mengonsumsi makanan manis dapat meningkatkan kadar serotonin, sehingga dapat membantu mengurangi perasaan tidak nyaman bahkan stres.
Namun, ada sisi lain dari mengonsumsi gula. Ketika Anda makan makanan manis, kadar glukosa dalam darah dapat meningkat secara drastis. Hal ini merangsang pankreas untuk melepaskan hormon insulin, yang bertugas membantu tubuh menyerap glukosa. Jika pola ini terjadi terlalu sering, tubuh dapat menjadi kurang sensitif terhadap insulin, yang berujung pada risiko terdiagnosis diabetes tipe 2.
Mengapa Hal Ini Bisa Berbahaya?
Makanan manis memang bisa memberi kebahagiaan instan yang dapat membuat kita merasa nyaman, mengurangi stres, atau sekadar memperbaiki suasana hati. Namun, mengonsumsi gula secara berlebihan memiliki dampak serius bagi kesehatan Salah satu yang paling umum adalah obesitas, yang kemudian dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis seperti diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
ADVERTISEMENT
Mengendalikan Keinginan untuk Makanan Manis
Mengelola keinginan untuk makanan manis bukan berarti harus benar-benar menghindarinya. Sebaliknya, Anda bisa mencoba beberapa cara berikut untuk tetap menikmati rasa manis tanpa merugikan kesehatan Anda. Untuk mempermudah, gunakan singkatan PASTI: Porsi, Alternatif, Seimbang, Tenang, Ikuti.
1. P - Perhatikan Porsi
Membatasi jumlah adalah kunci utama dalam mengonsumsi makanan manis. Nikmati makanan manis dalam porsi kecil, seperti, sepotong cokelat meskipun sedikit yang penting ada.
2. A - Alternatif Sehat
Pilih sumber rasa manis yang lebih alami, seperti buah segar atau madu. buah-buahan atau madu ini juga kaya vitamin, serat, dan mineral yang bermanfaat untuk tubuh.
3. S - Seimbangkan Pola Makan
Konsumsi makanan dengan kandungan pas antara serat, protein, dan lemak seperti empat sehat lima sempurna sangat dianjurkan.
ADVERTISEMENT
4. T - Tenangkan Pikiran
Stres seringkali memicu keinginan untuk makan makanan manis. Makanan manis menjadi bentuk "pelarian" seseorang yang sedang merasa demikian. Cobalah kelola stres dengan bermeditasi, berolahraga, atau sekadar menonton filmm dan mendengarkan musik.
5. I - Ikuti Kebiasaan Positif
Strategi terakhir yaitu buat rutinitas makan yang konsisten, seperti makan tepat waktu dan tidak melewatkan sarapan.
Dengan strategi PASTI, Anda pasti dapat mengelola keinginan untuk makanan manis secara bijak dan menjaga kesehatan tubuh Anda.
Kesimpulan
Keinginan manusia untuk menyantap makanan manis meskipun perut sudah kenyang merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara faktor biologis, psikologis, dan sosial. Secara alami, otak manusia memang "terprogram" untuk menikmati rasa manis baik sebagai sumber energi instan maupun sebagai penghibur suasana hati.
ADVERTISEMENT
Namun, perlu diingat bahwa kenikmatan sementara dari gula tidak sebanding dengan risiko kesehatan jangka panjang yang mungkin ditimbulkannya. Dengan memahami apa yang sebenarnya terjadi di balik dorongan ingin makan atau minum manis, kita bisa lebih sadar dan bijak dalam memilih apa yang kita konsumsi dengan PASTI. Lagipula kebahagiaan dan rasa "manis" dalam hidup bisa datang dari banyak hal lain, bukan hanya dari gula, misalnya dapat dari yang lagi baca ini.
references
• Carlson, N. (2023). Physiology of Behavior (13th ed.). Pearson. Frontiers for young minds. https://kids.frontiersin.org
• Kalat, J. W. (2023). Biological psychology (14th ed.). Belmont, CA: Wadsworth.
• Society for Neuroscience. (2018). Brain facts: A primer of the brain and nervous system (7th ed.). https://www.brainfacts.org/the-brain-facts-book
ADVERTISEMENT