Konten dari Pengguna

Kisah Samida dalam Lintas Sejarah Kebun Raya

Melani Kurnia Riswati
Pranata Humas LIPI
21 Juni 2021 20:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Melani Kurnia Riswati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan diskusi di area batu ngabalay di Kebun Raya bersama ahli sejarah dan budayawan (Foto : dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan diskusi di area batu ngabalay di Kebun Raya bersama ahli sejarah dan budayawan (Foto : dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Bukti-bukti peninggalan Kerajaan Pajajaran di kota Bogor telah banyak dituturkan ahli-ahli sejarah. Tinggalan kejayaan dan kebesaran Kerajaan Sunda Kuna yang dibangun sekitar abad ke 15 tersebut masih dapat disaksikan.
ADVERTISEMENT
Kala itu, nenek moyang bangsa Indonesia nampaknya memiliki perhatian yang cukup besar terhadap kawasan dataran tinggi. Hal tersebut diperkuat dengan banyaknya tinggalan purbakala yang mengindikasikan adanya ritual keagamaan. Budaya masa silam yang dikaitkan dengan kegiatan bersifat religi seperti adanya peninggalan kuna berupa bangunan punden berundak di Dataran Tinggi Parahyangan.
Dalam kisah lama tentang asal muasal kota Bogor, disebutkan Samida atau hutan buatan yang berada di tengah kota. Istilah Samida tercatat sejak tahun 1533 dalam sebuah prasasti yang dibuat oleh Prabu Surawisesa (1521-1535 Masehi), putra dari Sri Baduga Maharaja (1482-1521 Masehi).
Ahli arkeologi menduga prasasti berupa lingga batu tersebut dibuat pada masa kerajaan Sunda yang kemudian dinamakan Prasasti Batutulis. Penamaan tersebut didasarkan pada letak prasasti yang secara insitu berada di daerah Batutulis-Bogor. Prasasti tersebut dibuat sebagai tanda peringatan (sakakala) 12 tahun wafatnya Sri Baduga Maharaja.
ADVERTISEMENT
Situs Batutulis terletak di tepi jalan. Persis bersebrangan dengan istana Hing Puri Bima Sakti tinggalan almarhum bung Karno. Berada di ketinggian 300 m dpl, diapit dua sungai besar (Ciliwung di sebelah Timur Laut dan Cisadane di sebelah Barat Daya). Di antara kedua sungai tersebut, mengalir sungai Cipakancilan.
Apa sebenarnya Samida Itu?
Sampai saat ini ungkapan apa itu samida? Masih mengundang tanya. Peneliti sejarah terus berupaya menggali berbagai dokumen tinggalan masa lalu yang terserak untuk mengungkap informasi yang masih harus diluruskan.
Bila menilik sejarah masa lalu, di tatar Sunda ternyata telah dilakukan upaya-upaya besar seperti pembuatan hutan untuk kepentingan perlindungan dan pembuatan telaga suci. Juga membuat jalan batu yang diistilahkan dengan ngabalay serta membuat gugunungan. Penguasa Sunda saat itu sudah memiliki dimensi ekologi dalam merancang kotanya untuk keberlanjutan jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Berpangkal berbagai informasi yang dihimpun dari naskah berupa dokumen-dokumen lama dan ahli/penutur sejarah. Juga penelusuran bukti fisik yang saat ini masih ada. Kisah sejarah dan fakta di lapangan mengarah pada adanya kemungkinan tinggalan sejarah yang sangat berharga yaitu samida. Salah satunya berada di kawasan yang saat ini menjadi Kebun Raya Bogor.
Dugaan tersebut berdasarkan informasi awal yang tertuang dalam bentuk prasasti. Isi teks dalam prasasti salah satunya menyatakan bentukan hutan samida. Samida merupakan hutan konservasi yang didirikan pada masa kerajaan Pajajaran oleh Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja). Saat itu, hutan tersebut dibuat sebagai upaya perlindungan karena di dalamnya terkandung kayu yang digunakan untuk upacara suci yang juga sebagai reservoir air.
ADVERTISEMENT
Selain itu, berkaitan dengan samida juga diinterpretasikan sebagai sebuah pohon. nyiyan samida (membuat hutan yang kayunya khusus digunakan untuk upacara pembakaran mayat). Kayu samida seperti cemara yang mengandung terpenting dan mudah terbakar. Dan bila merujuk pada kamus bahasa kawi, kata samiddha, samidh atau samit berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti kayu bakar.
Berdasarkan riwayat lain, diartikan pula samida sebagai hutan buatan. Hutan yang ditanami pohon-pohon kayu yang dibutuhkan untuk pembakaran jenazah. Tahun 1474-1513 Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari kerajaan Pakuan Pajajaran membangun samida sebagai sebuah upaya menjaga kelestarian alam dan memelihara benih-benih kayu langka.
’Hutan Larangan’ dan Cikal Bakal Kebun Raya
Diduga, hutan buatan tersebut diperuntukkan sebagai banteng pertahanan alam sebagai kamuflase dari serangan Jayakarta. Nyatanya sejarah berkata lain, Jayakarta ataupun Belanda tak pernah menyentuh Pakuan Pajajaran. Kerajaan Sunda malah surut oleh perpecahan kekuasaan. Bahkan akhirnya runtuh akibat serangan pasukan Banten pimpinan Maulana Hasanudin. Setelah itu, dalam waktu yang lama kawasan Pakuan seolah terlupakan sebagai “Daerah tak bertuan”. Namun, Samida tetap tegak di tempatnya.
ADVERTISEMENT
Kehadiran samida menarik perhatian Gustaaf Willem Baron van Imhoff seorang Gubernur Jenderal Belanda (memerintah di tahun 1743-1750). Pada Agustus 1744 Gubernur Jenderal Belanda kemudian membangun pesanggrahan bertingkat bergaya neoklasik mirip Blenheim Palace yang saat ini dikenal sebagai Istana Bogor.
Awal pendirian Kebun Raya Bogor dilatarbelakangi oleh peperangan yang terjadi di Eropa. Kelesuan perang di abad 18-19 membuat pemerintah Belanda beralih strategi dengan mengembangkan ilmu pengetahuan. Hingga diutuslah Cornelis Theodorus Elout dan Godert Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen ke Indonesia bersama Prof. Caspar George Carl Reinwardt. Reinwardt sebenarnya seorang penasihat berkebangsaan Jerman yang pindah ke Belanda yang pada tahun 1816 lalu di angkat menjadi Direktur Pertanian, seni dan pendidikan untuk pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Setibanya di Indonesia, Reinwardt memulai riset dalam bidang ilmu tumbuh-tumbuhan. Ketertarikannya terhadap tanaman terutama untuk pengobatan. Hal itulah yang kemudian membawanya melakukan eksplorasi tumbuhan dan mengembangkan pertanian yang memang menjadi tugasnya di Hindia Belanda.
Berbagai tanaman dikumpulkannya dalam sebuah kebun botani yang kala itu menjadi halaman belakang rumah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles. Masa tersebut merupakan peralihan dari pemerintah Inggris ke kerajaan Belanda di pulau Jawa di tahun 1811-1816. Atas bantuan seorang ahli botani William Kent, lahan tersebut kemudian dikembangkan menjadi sebuah kebun cantik. Raffles menjadikan halaman rumahnya menjadi taman bergaya Inggris klasik yang menjadi awal mula Kebun Raya Bogor dalam bentuknya yang bisa disaksikan sampai sekarang.
Pada tanggal 15 April 1817, Reinwardt berkirim surat dan mengungkapkan gagasannya kepada Gubernur Jenderal G.A.G.P. van der Capellen untuk mendirikan kebun botani. Capellenpun setuju. Akhirnya secara resmi Capellen mendirikan kebun raya yang bernama s’lands Plantentuin te Buitenzorg. Ayunan cangkul pertama di bumi Pajajaran menjadi penanda dibangunnya kebun di lahan seluas 47 hektar.
ADVERTISEMENT
Reinwardt berperan sebagai pengarah pertamanya dari tahun 1817-1822. Kesempatan tersebut digunakannya untuk mengumpulkan tanaman dan benih-benih tanaman dari berbagai pelosok nusantara. Dampak diresmikannya Kebun Raya Bogor sebagai pusat riset tumbuhan, menjadikan Kebun Raya pusat pengembangan pertanian dan hortikultura di Indonesia. Diperkirakan pada masa itu 900 jenis tanaman tumbuh di kebun tersebut.
Cerita samida sebagai hutan zaman dulu yang dilindungi, menguatkan adanya upaya konservasi yang dilakukan sejak abad ke 15 di wilayah Tatar Sunda dan secara keberadaannya berada di Kebun Raya Bogor. Apakah hal tersebut pula yang mendorong Belanda melanjutkan misi mulia upaya konservasi dengan membuat kebun botani yang saat ini popular dikenal orang sebagai Kebun Raya Bogor? Bila benar demikian, bisa dikatakan bahwa keberadaan hutan konservasi di Kebun Raya Bogor telah terbentuk sekitar 500an tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT