Konten dari Pengguna

Organisasi dan Eksistensinya di Tengah Pandemi

Muhammad Sidiq Pamungkas
Seorang Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro yang tertarik kepada Isu Hak Asasi Manusia, Isu Sosial Kemasyarakatan, Isu Lingkungan, dan Isu Kesehatan.
26 November 2021 20:38 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Sidiq Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Cara Meningkatkan Eksistensi Organisasi di Tengah Pandemi

Iluistrasi : Tingkatkan Eksistensi Organisasi di Tengah Pandemi, Foto : Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Iluistrasi : Tingkatkan Eksistensi Organisasi di Tengah Pandemi, Foto : Freepik.com
ADVERTISEMENT
Organisasi menjadi wadah di mana kita biasanya mengeksplor lebih jauh terkait interest akan sesuatu, serta dapat pula menjadi sarana pengembangan softskill dan hardskill. Tentu terdapat beraneka ragam bentuk organisasi, baik dari organisasi pemuda, mahasiswa, golongan-golongan tertentu, bahkan pemerintah juga merupakan sebuah organisasi. Kesampingkan organisasi lainnya karena di sini saya hanya akan bercerita tentang organisasi mahasiswa dan eksistensinya di tengah wabah Corona yang melanda. Apakah masih ada atau hanya tinggal nama?
ADVERTISEMENT
Sedikit cerita terlebih dahulu, sudah lama saya tidak menulis dan mungkin ini adalah tulisan pertama saya setelah hampir dua bulan tidak melakukannya. Jujur saja sebenarnya saya juga bingung akan menulis apa terlebih dahulu karena terlalu banyak hal yang mengganggu di pikiran saya dan ingin dikeluarkan dalam untaian kata yang entah apakah bermakna atau tidak semoga dapat menjadi gambaran untuk para pembaca.
Sejak dua bulan yang lalu saya disibukkan dengan urusan organisasi. Seperti biasa di akhir kepengurusan ini tentu harus banyak yang kita persiapkan, dari meninjau semua program kerja apa yang belum terlaksana dan yang telah terlaksana, apa saja evaluasi yang ada, hingga melihat keberjalanan organisasi ke depannya.
Lebih banyak lagi hal yang harus dilakukan ketika saya berkeinginan untuk melanjutkan organisasi ini sebagai seorang pimpinan. Hal itu yang membuat saya cukup diproduktifkan (karena saya tidak mau memakai kata sibuk) untuk mempersiapkan segala hal yang berurusan dengan kontestasi politik kampus.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi pada saat itu saya digoyahkan dengan keadaan, apakah yakin saya akan bisa membawa organisasi ini ke depannya menjadi lebih baik melihat kondisi seperti ini. Organisasi yang mulai kehilangan eksistensi di tengah pandemi, atau hanya karena anggotanya yang memang mulai bosan dengan kondisi ini. Pertanyaan-pertanyaan yang lain muncul satu persatu yang membuat saya menginginkan jawaban yang pasti dan utuh. Secara pribadi, bisa dikatakan egois memang, hal ini hanya untuk memantapkan pikiran apakah akan benar melanjutkannya atau stop biarkan orang lain yang mencobanya.
Jawaban yang pertama kali muncul ketika saya membuka salah satu platform media sosial instagram, pada storynya saya melihat banyak rekan rekan saya yang memulai membuat sebuah komunitas-komunitas baru di tengah pandemi ini. Sekarang saya menemukan satu kata baru yakni Komunitas. Komunitas berbeda dengan organisasi, komunitas lebih bisa fleksibel, bebas, dan tidak terlalu terikat seperti dalam organisasi. Bahkan komunitas lebih cenderung fokus pada satu hal interest yang memang diusung oleh komunitas tersebut. Tapi apakah benar komunitas adalah masalah mengapa organisasi mulai kehilangan eksistensi?
ADVERTISEMENT
Tentu, komunitas adalah salah satu hal yang membuat orang tidak lagi interest terhadap organisasi. Suatu perkataan yang dinyatakan oleh orang-orang yang pesimis terhadap suatu hal. Saya mulai berpikir bahwa sebenarnya komunitas bukanlah penghilang eksistensi dari organisasi melainkan sebagai pendorong eksistensi organisasi dengan cara berkolaborasi. Seperti yang saya katakan sebelumnya, komunitas lebih bersifat fleksibel dan bebas artinya tidak terlalu ada hubungannya dengan organisasi. Seseorang tetap bisa masuk ke dalam organisasi serta masuk ke dalam komunitas di waktu yang bersamaan bahkan saling bekerja sama satu sama lain.
Jawaban kedua saya temukan ketika melihat postingan organisasi saya pada OA line yang memiliki interaksi berupa likes tidak sebanyak pada OA instagram. Hal ini yang membuat saya berpikir bahwa zaman telah berubah, tentu kita juga harus terus membuat perubahan perubahan yang akan menunjang eksistensi dari organisasi itu sendiri. Sekarang eranya digitalisasi di mana teknologi informasi berkembang dengan sangat pesat, hal ini yang harus bisa kita manfaatkan untuk menunjang eksistensi dari organisasi itu sendiri, banyak platform lain yang kini berkembang, banyak fitur yang bisa digunakan. Semua akan berjalan dengan lebih baik jika kita bisa memanfaatkannya.
ADVERTISEMENT
Ketiga adalah ketika saya merenung, merenung, dan merenung. Beberapa hari sebelum pendaftaran pikiran saya serasa benar-benar terbuka. Eksistensi organisasi memang penting, tapi itu akan mengikuti bergantung dengan kontribusi apa yang bisa kita berikan untuk dapat memecahkan masalah hari ini dan besok ke depannya. Eksistensi bukan segalanya. Jika kita bisa membuat sebuah kebermanfaatan dari organisasi, memberikan kontribusi, menyelesaikan permasalahan hari ini, Eksistensi dari organisasi juga akan meningkat. Jika sebelumnya eksistensinya terlihat menurun bukan berarti tidak ada kontribusi juga, itu adalah masa masa di mana kita sedang mencoba beradaptasi dengan kondisi.
Eksistensi organisasi tentu masih ada dan tidak hanya sekadar nama, serta dengan berbagai macam permasalahan yang ada terdapat peluang lebih besar untuk meningkatkannya. Berpikir, berpikir, dan berpikir membuka ruang inovasi baru, mencari solusi dari setitik keresahan dan segudang permasalahan. Jadikan organisasi hadir membawa perubahan dan kebermanfaatan, menjadi pemenang baru di tengah krisis nyata, berikan kontribusi untuk menunjukkan eksistensi.
ADVERTISEMENT