news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengenang Bapak Melalui Secawan Kopi

Margaretha Lina Prabawanti
Pengajar di Sekolah Tinggi Manajemen dan Risiko Asuransi
Konten dari Pengguna
26 September 2021 9:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Margaretha Lina Prabawanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi secangkir kopi (sumber : pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi secangkir kopi (sumber : pixabay)
ADVERTISEMENT
Bapak adalah pecandu kopi, tidak terlalu akut, namun setiap pagi harus dilalui dengan secangkir kopi. Dia tak akan bisa melewati harinya dengan baik tanpa kopi. Namun Bapak juga penderita stroke yang sebenarnya tak boleh terlalu banyak minum kopi.
ADVERTISEMENT
Demi tetap bisa melewati sepotong pagi dengan cangkir kopinya yang legendaris itu setiap hari, maka Bapak akan mengumpulkan anak-anaknya, empat orang anak perempuan yang semuanya cerewet dan memberikan setiap anak masing-masing secawan kopi. Mungkin maksud Bapak bukan hanya berbagi, namun juga untuk mengurangi porsi kopi yang masuk ke tubuhnya.
Dengan sabar Bapak akan menuangkan kopi dari cangkirnya ke cawan, meniupnya pelan-pelan dan memberikannya kepada anaknya, mulai dari yang tertua hingga yang termuda.
Dalam hal pembagian jatah apa pun, entah itu uang saku, giliran salaman apalagi pembagian secawan kopi, Bapak memang selalu memulai dari yang tertua, anak mbarep, baru kepada adik-adiknya. Anak bungsu tentu harus menjadi yang paling sabar menunggu giliran.
ADVERTISEMENT
Hal sesederhana pembagian giliran menyeruput kopi mulai dari anak tertua sebenarnya hanya cara Bapak melatih anak-anaknya untuk menaruh hormat kepada siapa pun yang lebih tua dan mengajari semua anaknya bersabar menunggu giliran supaya taat pada aturan.
Perihal keadilan, Bapak juga mengajari kami dengan cara sederhana. Seumpama ada kue apem hasil kenduri dari tetangga yang harus dibagi dua, misalnya, Bapak akan menyuruh salah satu dari kami untuk membaginya menjadi dua bagian yang sama besar. Namun hanya pihak lain yang boleh memilih terlebih dahulu, supaya adil.
Bapak mungkin tahu, anak kecil biasanya akan memilih potongan kue terbesar. Jadi bila si A mendapat tugas memotong kue, maka si B boleh memilih terlebih dahulu potongan mana yang dia inginkan. Ini untuk menghindari kecurangan si A memotong kue yang lebih besar untuk dirinya sendiri dan memberikan bagian yang lebih kecil untuk orang lain.
ADVERTISEMENT
Ritual itu meskipun sederhana sangat membekas di ingatan. Terlebih ritual minum secawan kopi ala Bapak yang sekaligus juga menjadi alarm bangun pagi untuk semua anak, karena bila tidak bangun pagi akan kehabisan kopi. Padahal kopi dari cangkir Bapak paling nikmat bila diminum hangat-hangat.
Selamat menikmati kopi pagi di alam sana, Pak…