Konten dari Pengguna

Hidup dalam Bayang-Bayang Ketakutan Menghantui Perempuan

Gracia Zephaniah
Mahasiswi Sekolah Vokasi IPB University
21 Februari 2024 14:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Gracia Zephaniah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan sedang berbisik. Foto: Odua Images/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan sedang berbisik. Foto: Odua Images/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Tahun sudah berganti, namun kasus kekerasan ini nampaknya masih sering terjadi. Nyatanya perempuan menjadi korban kekerasan lagi. Menjadi perempuan seharusnya mendapatkan hak dan perlindungan yang sama seperti kaum pria, tetapi sangat disayangkan kekerasan justru seringkali terjadi di antara hubungan yang seharusnya memberikan dukungan dan perlindungan. Terbesit dalam pikiran bahwa sebenarnya mengapa hal ini bisa terjadi.
ADVERTISEMENT
Beragam faktor bisa menjadi latar belakang adanya kasus ini, mulai dari faktor ekonomi, psikologi, sosial, dan budaya. Beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan bisa diawali dengan adanya kontrol dan perilaku terlalu dominan dari pasangannya. Awalnya pelaku hanya merendahkan, namun perilaku itu bisa berkembang menjadi kekerasan fisik, seksual, dan emosional.
Hal ini seringkali terjadi karena masih banyak stigma yang berlaku di masyarakat bahwa perempuan harus tunduk kepada laki-laki. Sayangnya pernyataan ini seringkali disalahartikan sehingga mengakibatkan ketidaksetaraan gender yang dapat memicu kekerasan terhadap perempuan.
Kembali viral di media sosial sosok perempuan yang mendapatkan perlakuan tidak pantas dari pasangannya. Untungnya perempuan ini berani untuk berteriak dan meminta pertolongan warga sekitar sehingga kejadian ini bisa dihentikan dengan segera. Karena nyatanya banyak sekali perempuan yang tidak tahu harus berbuat apa ketika mendapat perilaku tersebut.
ADVERTISEMENT
Banyak dari mereka yang bahkan menganggap hal itu merupakan hal yang sepele, nanti pasti akan berubah. Padahal nyatanya kita tidak dapat mengubah seseorang jika mereka sendiri tidak memiliki keinginan untuk berubah.
Berbagai bentuk kekerasan yang pernah dialami oleh perempuan tentu meninggalkan bekas luka yang mendalam. Meskipun luka fisik dapat disembuhkan, tetapi luka batin dan ingatannya akan kejadian tersebut pasti melekat dan terputar berulang di dalam benaknya. Dari sekian banyak perempuan yang pernah mengalami hal ini, tidak semua dari mereka bisa mengungkapkannya dan mencari pertolongan.
Perempuan yang menjadi korban kerap merasakan ketakutan yang melingkupi mereka. Terlebih lagi ketika mereka menyaksikan situasi di mana seseorang melaporkan insiden kekerasan kepada hukum, namun terlihat bahwa sistem hukum tampaknya tidak mampu memberikan bantuan yang diharapkan korban.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuat sebagian perempuan merasa takut atau ragu untuk melaporkan kejadian serupa. Pengimplementasian hukum dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan ini dirasa masih sulit terealisasikan, menimbulkan ketidakpercayaan terhadap proses hukum dan menghambat upaya korban untuk mencari keadilan.
Memasuki era sekarang, banyak perempuan yang memilih dan merasa lebih mudah untuk menceritakan kasusnya di media sosial. Dengan melampirkan bukti-bukti pendukung, postingan yang diunggah tentunya akan mendapat perhatian netizen hingga akhirnya menjadi viral dan menjadi topik pembahasan yang hangat di semua kalangan. Kekuatan sosial media tidak bisa kita abaikan, karena dari sana mungkin keadilan bisa didapatkan. Nama baik yang sudah dibangun berpuluh-puluh tahun dapat hilang dalam begitu saja.
Di tengah maraknya kasus ini menimbulkan pemikiran bahwa pendidikan tinggi tidak sepenuhnya membawa perubahan budaya dan norma yang mendukung perlindungan terhadap perempuan. Masih banyak orang beranggapan, bahkan dari perempuan itu sendiri, bahwa tidaklah diperlukan bagi perempuan untuk mengejar pendidikan tinggi karena toh nanti akhirnya berakhir di rumah mengurus rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Pemikiran itu juga sering diutarakan oleh kaum pria yang tidak percaya diri dan menganut sistem patriarki. Oleh karena itu, perubahan budaya dan norma perlu lebih dari sekadar peningkatan pendidikan tinggi, tetapi juga upaya bersama dari berbagai pihak.
Penting untuk menyadari bahwa upaya ini dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat, terutama di tingkat keluarga. Secara tidak sadar, pola hidup sehari-hari yang tertanam dalam diri kita itu juga terbentuk karena kebiasaan yang sering kita lihat.
Maka dari itu alangkah baiknya apabila setiap keluarga membentuk contoh komunikasi sehat dengan penuh kasih di dalamnya, tegas dalam memberi tahu dan mengingatkan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Peran keluarga sangat dibutuhkan untuk mengedukasi hal ini sejak dini agar seluruh anggota memiliki sikap yang selalu menghormati siapa pun tanpa memandang jenis kelamin.
ADVERTISEMENT
Istirahat dan fokuslah sejenak menyayangi dirimu sendiri. Cobaan yang berat hanya datang kepada orang-orang yang hebat. Percayalah bahwa nanti ceritamu akan didengar dan rasa sakitmu akan terobati oleh banyak hal baik yang mungkin kamu tidak sadari.
Mari sama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi keseluruhan. Opini ini akan hanya menjadi opini apabila tidak disertai aksi. Dimulai dari saya, kamu, dan kita bersama-sama!