Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Pajak Karbon: Solusi Lingkungan atau Beban Baru bagi Rakyat?
31 Maret 2025 8:21 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari rista lasya aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah salah satu negara dengan emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di dunia, berkontribusi sekitar 1,7% dari total emisi global. Untuk mengatasi dampak perubahan iklim, pemerintah menerapkan pajak karbon sebagai instrumen fiskal guna mendorong peralihan ke energi bersih. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, meningkatkan efisiensi energi, serta mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. Namun, muncul pertanyaan: apakah pajak karbon benar-benar solusi yang efektif, atau justru menjadi beban tambahan bagi masyarakat dan dunia usaha?

Pajak karbon bukan sekadar cara pemerintah mengumpulkan pendapatan, tetapi juga strategi untuk mengubah perilaku penggunaan energi. Sejak 2022, Indonesia mulai memberlakukan tarif pajak karbon sebesar Rp30 per kilogram CO₂e (karbon dioksida ekuivalen), yang termasuk salah satu tarif terendah di dunia. Sebagai perbandingan, Jepang mengenakan pajak karbon sekitar USD 3 per ton CO₂e, sementara di Swedia mencapai USD 137 per ton CO₂e. Pemerintah menargetkan penerimaan dari pajak karbon akan mencapai Rp3,5 triliun pada 2025, yang diharapkan dapat dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, serta mendukung program mitigasi perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Meski memiliki potensi besar, implementasi pajak karbon di Indonesia menghadapi banyak tantangan. Salah satu kekhawatiran utama adalah dampaknya terhadap industri, terutama sektor yang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Biaya produksi bisa meningkat, yang berisiko mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Jika tidak diimbangi dengan insentif yang tepat, pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) bisa menjadi pihak yang paling terdampak. Bahkan, ada potensi oknum nakal yang memanfaatkan kebijakan ini untuk menaikkan harga dengan alasan pajak karbon, meskipun dampaknya terhadap biaya produksi sebenarnya kecil. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan ketat dan regulasi yang jelas agar kebijakan ini benar-benar efektif dan tidak justru memperburuk kesenjangan ekonomi.
Keberhasilan pajak karbon tidak hanya bergantung pada regulasi pemerintah, tetapi juga pada komitmen kolektif dari berbagai pihak, termasuk sektor swasta dan masyarakat. Selain mekanisme pajak, Indonesia juga perlu memperkuat investasi dalam riset dan pengembangan teknologi hijau, serta memberikan insentif bagi industri yang beralih ke sumber energi ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, pajak karbon adalah langkah nyata menuju Indonesia yang lebih hijau, tetapi bukan satu-satunya solusi dalam menghadapi krisis iklim. Diperlukan sinergi antara kebijakan fiskal, regulasi lingkungan, serta partisipasi aktif dari masyarakat dan dunia usaha untuk memastikan keberhasilan transisi menuju ekonomi berkelanjutan. Jika diterapkan dengan strategi yang tepat dan didukung kebijakan yang holistik, pajak karbon tidak hanya membantu mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga mendorong transformasi ekonomi Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.