Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Semangat Berkurban Menyambut Idul Adha: Keikhlasan dan Kebaikan Hati Umat Muslim
5 Juli 2023 20:08 WIB
Tulisan dari Aini Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan atau yang lebih kita kenal dengan sebutan “kurban”. Penyembelihan hewan kurban telah dipraktekkan dalam Islam sebagai ritual dan ibadah selama ribuan tahun. Kurban mengingatkan mukmin akan suatu peristiwa yang menunjukkan kerelaan berkorban untuk sesuatu yang lebih tinggi dan lebih agung, yaitu peristiwa kurban yang diperintahkan Allah kepada Ibrahim dan putranya Ismail. Ismail saat itu berusia sekitar 7 tahun. Nabi Ibrahim bermimpi bahwa Allah SWT memerintahkannya untuk mengutus Ismail A.S. Pembantaian kejadian ini diriwayatkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Surat Ash-Shaffat ayat 102 yaitu:
ADVERTISEMENT
“Ketika anak itu mencapai (usia) yang mampu mengujinya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Benar, saya bermimpi bahwa saya membantai Anda. Lalu pikirkan apa yang kamu pikirkan!” Dia (Ismail) menjawab: “Wahai ayahku! Lakukan apa yang (Allah) perintahkan kepadamu; Insya Allah, Anda akan menemukan saya di antara yang lain”.
Dalam sudut pandang Syariah (Fiqih), Qurban memiliki makna ritual, yaitu penyembelihan hewan ternak yang memenuhi kriteria tertentu pada waktu tertentu, yaitu pada hari Nahar (10 Dzulhijjah) dan hari Tasyrik (11-13 Dzulhijjah). Ibadah kurban harus dilakukan dengan hewan kurban seperti kambing, sapi atau unta dan tidak diganti dengan benda lain seperti uang atau beras (Syukri, 2012).
Nabi Muhammad dan para sahabatnya selalu berkurban, bahkan Nabi bersabda bahwa berkurban adalah sunnah umat Islam (al Utsaimin, 2003). Oleh karena itu, umat Islam sepakat bahwa berkurban itu wajib, seperti yang dikemukakan beberapa ulama. Namun, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum. Ada yang mengatakan wajib bagi yang memiliki banyak rezeki, ada pula yang mengatakan sunnah muakkadah. Jika dijabarkan, kedua pendapat yang berbeda ini memiliki landasan yang sama kuatnya. Sebagian ulama menawarkan jalan keluar dari perselisihan tersebut dengan menasehatkan: “….sesungguhnya orang yang mampu tidak boleh meninggalkan kurban. Karena dengan berkurban dapat menenangkan hati dan melepaskan tanggungan wallahu a’lam” (Baits, 2008).
ADVERTISEMENT
Waktu penyembelihan hewan kurban diatur sedemikian rupa sehingga tidak boleh disembelih sebelum shalat Ied pada hari Idul Adha. Setelah itu boleh menyembelihnya baik pada malam hari maupun siang hari pada hari apa pun yang termasuk hari Tasyrik. Setelah tiga hari ini tidak ada lagi waktu menyembelih hewan kurban. Dengan demikian waktu penyembelihan hewan kurban adalah empat hari, yaitu hari Idul Adha setelah selesai shalat Ied dan tiga hari setelahnya. Maka barangsiapa yang menyembelih kurban sebelum shalat Ied atau setelah matahari terbenam pada tanggal 13 Dzulhijjah, maka kurbannya tidak sah. Akan tetapi, jika karena suatu sebab penyembelihan hewan kurban dilakukan di luar batas waktu, maka hal itu tidak mengapa. Misalnya hewan kurban hilang dari kandangnya tanpa kecerobohan dari Shohibul Qurban, dan ternyata hewan tersebut baru ditemukan setelah habisnya waktu penyembelihan kurban.
ADVERTISEMENT
Tempat penyembelihan hewan qurban yang disunnahkan adalah lapangan tempat pelaksanaan shalat Ied diselenggarakan. Khususnya dianjurkan kepada para tokoh masyarakat untuk menyembelih kurban di lapangan agar umat Islam dapat mengetahui bahwa kurban dapat dilaksanakan sekaligus mengajari tata cara qurban yang baik. Dalam hal siapa yang menjadi penyembelih, disunnahkan orang yang menyembelih adalah yang berkurban, jika dia memiliki keahlian. Namun bagi yang belum mengetahui tentang penyembelihan, dianjurkan untuk menyaksikan penyembelihan hewan kurban tersebut. Selain itu, penyembelihan hewan kurban itu pun dapat diwakilkan meskipun shohibul qurban mampu menyembelihnya sendiri.
Dalam momen kurban, hampir setiap muslim yang berkemampuan melaksanakan penyembelihan hewan kurban, baik qurban sendiri maupun berkelompok. Penyembelihan hewan kurban di sekolah juga dipandang sebagai sarana mendidik siswa. Padahal, banyak makna baik spiritual maupun sosial yang bisa diambil dari ibadah kurban ini. Secara spiritual, ibadah ini dapat menumbuhkan dan memperkuat kesadaran ritual para pelakunya. Secara sosial-kemasyarakatan, ibadah kurban akan bermakna apabila kemauan dan keikhlasan dari mereka yang melakukan kurban mempengaruhi perilaku sehari-hari dan kepedulian mereka terhadap orang lain, terutama fakir miskin dan mustadh'afin.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar dari kita menilai ibadah kurban dan mungkin cenderung melihat sesuatu dari segi kasat mata, sedangkan Allah melihat sebaliknya, yaitu keikhlasan. Ketika kita melihat seseorang berkurban hanya seekor kambing, kita mungkin menganggapnya sepele. Kita lebih memandang dan menghormati orang-orang yang berkurban dengan sapi yang gemuk. Walaupun penilaian kita belum tentu baik. Sesungguhnya yang menilai hanyalah Allah saja. Barangkali di mata Allah nilai kambing lebih tinggi karena orang yang berkurban memiliki ketaqwaan di dalam hatinya. Ketika tidak ada yang menghalangi seseorang untuk melakukan pengorbanan kecil, ketika itu membutuhkan hati yang murni, kesalehan dan ketulusan. Karena ibadah kurban, kepedulian sosial terhadap sesama meningkat. Melalui ibadah qurban ini kita mengetuk pintu hati kemanusiaan, merasakan kepedulian sosial serta merasa senasib sepenanggungan terhadap apa yang menimpa saudara-saudara kita tersebut.
ADVERTISEMENT
Jika kita mau dan sangat ingin mengetahui manfaat dari kurban yang dijanjikan Allah, antara lain: Pertama, penghapusan dosa dan kesalahannya. Nabi berkata kepada Fatimah putrinya ketika dia telah menyembelih hewan kurban. “Fatimah, bangun dan lihat hewan sembelihanmu. Sungguh, dosa-dosamu akan diampuni pada awal setetes darah. Dan baca: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah SWT. Penguasa alam semesta.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Kedua, hewan kurban akan menjadi saksi amal ibadah di hari kiamat. Aisyah, Rasulullah, damai dan berkah besertanya, berkata: “Tidak ada perbuatan anak Adam pada hari kurban yang lebih dicintai Allah daripada menumpahkan darah (penyembelihan hewan kurban), sesungguhnya pada hari kiamat hewan tersebut akan dikaruniai tanduk, kuku dan bulu. Sungguh, darahnya akan sampai kepada allah (sebagai kurban) di mana pun hewan disembelih sebelum sampai ke tanah, maka ikhlaslah dalam menyembelihnya.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
ADVERTISEMENT
Ketiga, Allah menyukai orang-orang yang berkurban. Artinya setiap hamba yang mengerjakannya akan mendapat kasih sayang dari-Nya. Keempat, orang yang berqurban dikuatkan imannya. Dengan berkurban, setiap mukmin dapat mengingat kecintaan Nabi Ibrahim dan kesabaran Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah. Kisah ini menjadi contoh baginya untuk memperkuat imannya kepada Tuhan.
Kelima, orang yang berkurban akan dibalas dengan amal kebaikan dan pahala yang melimpah, Zaid bin Arqam, mereka berkata: “Wahai Rasulullah, apakah kurban itu?” Rasulullah saw, dia menjawab: “Kurban adalah sunnah ayahmu, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “apa manfaat yang kita peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Dan bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
ADVERTISEMENT
Maka marilah kita lebih semangat lagi ketika kita mulai berkurban untuk Allah dengan senang hati dan ikhlas. Selain semangat kebersamaan, Islam juga membimbing kita untuk berbagi. Banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an maupun hadits yang menganjurkan setiap muslim untuk berbagi (berinfaq, bersedekah atau berzakat dan sebagainya). Sayangnya, perintah ini lebih sering dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Setidaknya kita bisa menemukan tanda-tanda cinta, misalnya masih banyak orang kaya yang enggan berinfak, bahkan tidak malu menerima infaq, hibah dan sejenisnya, yang seharusnya tidak berhak mereka terima, karena masih ada orang lain yang lebih berhak.
Referensi
Abdullah, M. (2016). Qurban: wujud kedekatan seorang hamba dengan tuhannya. Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim, 14(1), 109–116.
ADVERTISEMENT
Chaniago, F. (2019). Upaya Takmir Masjid Al-Muhajirin Dalam Meningkatkan Semangat Berkurban Di Masyarakat. Jurnal TEXTURA, 6, 74–90. https://journal.piksi.ac.id/index.php/TEXTURA/article/view/36
Mahfud, C. (2014). Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Qurban Dalam Islam. Humanika, 14(1). https://doi.org/10.21831/hum.v14i1.3331