Konten dari Pengguna

Paradigma 'Orang Miskin Dilarang Kuliah'

Ramadhan Khodarul Hakim
Saya merupakan seorang Mahasiswa Komunikasi di Institut Pertanian Bogor. saya juga merupakan orang yang memiliki ketertarikan terhadap desain grafis dan media.
26 Maret 2021 9:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ramadhan Khodarul Hakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kampus | Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kampus | Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan hal krusial demi majunya suatu negara, namun sayang kini fungsi pendidikan tak cuma itu, tetapi juga menjadi ladang strategis dalam mencari keuntungan. Padahal jelas tertera pada Alinea ke-4 UUD 1945 bahwa salah satu tujuan Bangsa Indonesia adalah "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" dan dalam usaha mewujudkan dunia yang maju tahun 2030, PBB lewat program Sustainable Development Goals (SDGs) mencanangkan akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-laki ke pendidikan teknis, kejuruan dan tersier yang terjangkau dan berkualitas, termasuk universitas.
ADVERTISEMENT
Namun saat ini pendidikan di Indonesia khususnya pada tingkat pendidikan tinggi makin kuat narasinya dengan isu komersialisasi pendidikan. Komersialisasi pendidikan sendiri memiliki makna memperdagangkan pendidikan. Komersialisasi berasal dari kata komersial atau commercialize yang berarti memperdagangkan. Komersialisasi pendidikan secara tidak langsung juga telah menciptakan jurang pemisah antara pihak yang mempunyai modal dan pihak yang mempunyai sedikit modal. (Ivan lllich dalam Benny Susanto (2005 : 119))
Menurut Ubaid Matraji selaku Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) “Praktik komersialisasi pendidikan di Indonesia semakin menjadi akibat dukungan dari pemerintah terhadap sektor swasta lewat Pasal 65 UU Cipta Kerja di mana pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha.” Menurutnya UU tersebut menyalahi konstitusi dasar Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan dapat mendorong komersialisasi pendidikan, padahal pendidikan sendiri merupakan suatu bentuk pelayanan.
ADVERTISEMENT
Beliau juga mengatakan bahwa praktik komersialisasi pendidikan juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti: pemerintah yang tidak menganggap pendidikan sektor utama, negara yang memberikan peran besar swasta dalam mengelola pendidikan, kurangnya sarana, paradigma pemerintah yang mendorong pendidikan ke isu komersial dan masyarakat yang belum begitu sadar akan kewajiban pemerintah di sektor pendidikan.
Menurut Pak Ubaid, penyebab lainnya mengapa praktik komersialisasi pendidikan khususnya pada pendidikan tingkat tinggi begitu mencuat adalah karena kurang meratanya pembangunan sarana pendidikan. Tercatat, Universitas di Indonesia dengan Akreditasi A hanya berjumlah 96 di mana 74 di antaranya berada di Pulau Jawa. Oleh karena itu, banyak inisiasi private dari sektor swasta untuk mendirikan lembaga pendidikan dengan orientasi bisnis.
Praktik komersialisasi pendidikan di Indonesia yang cukup tinggi khususnya pada pendidikan tingkat tinggi. Memunculkan sebuah paradigma “orang miskin dilarang kuliah”. Terkait paradigma tersebut pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. Lewat program Bidik Misi atau yang sekarang dikenal dengan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Pemerintah mencoba memberi akses pendidikan tinggi bagi mereka yang kurang beruntung dari segi finansial. Sayangnya pada praktik di lapangan program ini sering kali salah sasaran.
ADVERTISEMENT
Salah satu mahasiswa Politeknik di Jakarta berinisial RH mengungkapkan buruknya sistem pendataan dan data yang mudah dipalsukan menjadi penyebab tidak efektifnya program ini. “Ada teman saya dia gak daftar, terus tiba-tiba dari sekolahnya ngasih, ya dia ya gak nolak gitu,” katanya pada Minggu (14/3). Dia juga menceritakan banyak kasus salah sasaran yang kerap ia temui. Seperti temannya yang tinggal di rumah mewah dan memiliki motor sport ternyata mendapat KIP-K.
Selaras dengan yang dikatakan RH, Ubaid Matraji juga mengatakan bahwa masalah terkait KIP-K disebabkan banyaknya oknum yang melakukan kecurangan dalam proses seleksi, data yang diolah dalam satu arah, dan tidak adanya observasi di lapangan. Padahal menurutnya, hal seperti ini dapat diminimalisir dengan melibatkan masyarakat di daerah terkait saat proses seleksi dan monitoring. RH sendiri merasa cukup mampu walau dalam perekonomian yang serba pas-pasan untuk berkuliah, namun akibat melihat temannya yang dia rasa jauh lebih mampu darinya mendapat KIP-K. Ia merasa berhak juga memperoleh KIP-K.
ADVERTISEMENT
Sudah seharusnya negara menjauhkan praktik komersialisasi pendidikan di Indonesia, khususnya pada pendidikan tingkat tinggi demi memangkas kesenjangan sosial. Negara harus menaruh perhatian lebih kepada sektor pendidikan demi terwujudnya bangsa yang cerdas. Pembangunan sarana pendidikan seperti kampus berkualitas yang merata juga diperlukan demi meminimalisir praktik komersialisasi pendidikan oleh swasta di daerah. Pemerintah juga harus mengevaluasi sistem rekrutmen beasiswa dengan melibatkan sumber daya manusia di sekitar dan meningkatkan transparansi akan proses rekrutmen. Jika hal tersebut dapat ditangani dengan baik, maka amanat konstitusi dan target 4.3 SDGs tentang memastikan akses yang sama dalam pendidikan yang terjangkau dan berkualitas, termasuk universitas, dapat terwujud.
komersialisasi pendidikan