Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Perempuan di Desa Belum Merdeka
27 April 2023 14:24 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Septiyan Triwidodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di pedesaan kesetaraan mengenyam pendidikan antara laki-laki dengan perempuan menjadi masalah yang hingga kini belum terselesaikan. Kita pasti sering mendengar atau bahkan melihat sendiri bagaimana perempuan di pedesaan tidak dapat meneruskan pendidikannya hanya karena mereka adalah calon ibu. Setelah dewasa nanti mereka akan menikah dan menjadi ibu rumah tangga, mengurusi keperluan suami dan anak hingga membereskan segala pekerjaan rumah.
ADVERTISEMENT
Perempuan di daerah pedesaan biasanya hanya akan mendapat pendidikan sampai SMA/sederajat. Menurut Ramadhani dan Tirto (2017), perempuan di daerah pedesaan dalam rentang umur 15-18 tahun berkemungkinan besar akan menikah dengan laki-laki yang secara usia di atas mereka yang memiliki kematangan finansial yang baik. Pernikahan tersebut memiliki banyak tujuan, di antaranya untuk meringankan ekonomi keluarga pihak perempuan.
Dengan menikah segala keperluan yang mungkin akan membebankan pihak keluarga dari perempuan sepenuhnya akan ditanggung oleh pihak laki-laki sebagai suami. Pemikiran tersebut kenyataannya masih dimiliki oleh banyak keluarga di daerah pedesaan. Hal ini didukung karena kebanyakan keluarga di daerah pedesaan memiliki ekonomi yang rendah dan biasanya hanya memiliki satu anak perempuan.
Usia yang masih terbilang muda, pemahaman parenting yang rendah, tidak stabilnya emosi dan mental yang dimiliki oleh perempuan menjadi masalah yang sebelumnya mungkin tidak diantisipasi oleh pihak yang bersangkutan. Masalah-masalah tersebut yang malah akan membuat keretakan dalam rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Itulah alasan tak sedikit di zaman sekarang ada pasangan yang menikah muda dan akhirnya bercerai setelahnya. Walaupun tidak semua pasangan suami-istri dengan gap umur yang jauh akan mengalami banyak masalah, tapi kemungkinan tersebut dapat dihindari oleh pasangan yang menikah dengan kesiapan yang matang.
Kodrat perempuan pada zaman dulu selalu erat hubungannya dengan Dapur, Sumur, dan Kasur, namun di zaman modern ini konstruksi sosial tersebut sudah tidak lagi relevan. Doktrin seperti ini awalnya muncul pada masa orde baru. Banyak pemikiran dari masyarakat yang menganggap bahwa perempuan hanya perlu mahir dalam urusan memasak, mengurus anak suami dan rumah, hingga menjadi pemuas nafsu suami di ranjang. Tradisi yang mengakar begitu kuat dalam masyarakat tersebut menjadi faktor yang menyebabkan maraknya praktik nikah muda.
ADVERTISEMENT
Pemerataan pendidikan yang buruk juga semakin memperparah diskriminasi perempuan dalam menerima pendidikan. Letak geografis dari setiap daerah di Indonesia juga sangat mempengaruhi kualitas dan akses pendidikan bagi setiap perempuan di desa. Hanya anak laki-laki yang kemungkinan akan mendapat pendidikan yang lebih tinggi dari perempuan karena banyak dari mereka diperbolehkan merantau demi mengenyam pendidikan.
Sedangkan perempuan tidak mendapatkan itu, mereka diibaratkan sebagai perhiasan yang harus disimpan dan akan dijual ketika ada orang yang meminangnya. Itulah alasan di daerah pedesaan akan banyak sekali perempuan yang tidak meneruskan pendidikan.
Konstruksi sosial masyarakat pedesaan yang menimbulkan ketimpangan akses pendidikan bagi perempuan tersebut kini pelan-pelan bergeser. Perempuan kini sedikit demi sedikit memiliki tempatnya sendiri untuk mengenyam pendidikan dan memperluas pengetahuannya akan dunia. Hal seperti ini harusnya menjadi fokus dan perhatian lebih dari pemerintah apabila ingin membawa Bangsa Indonesia menuju bangsa yang adidaya. Pendidikan menjadi hal yang harus diperbaiki secepatnya, dengan pemerataan pendidikan di daerah pedesaan menjadi fokus utamanya.
ADVERTISEMENT
Dengan pendidikan yang merata dan tidak membedakan siapa penerimanya akan melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas. Tak hanya pendidikan di bangku sekolah yang akan mempengaruhi kecerdasan seorang anak, kecerdasan dari orang tua juga memiliki peran yang penting karena kebanyakan dari waktu anak-anak dihabiskan di rumah. Di rumah anak-anak tak hanya akan mendapat pengetahuan umum, namun akan dididik secara moral dan attitude.
Pendidikan moral dan attitude yang baik tidak akan didapatkan oleh seorang anak dari keluarga yang mendapat diskriminasi dalam pendidikan. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi kemungkinan besar memiliki ilmu parenting yang baik dan ilmu parenting yang baik akan sangat berdampak pada tumbuh kembang seorang anak. Ada pepatah terkenal yang mengatakan bahwa dibalik suami yang sukses selalu ada istri yang hebat, itu berarti dibalik setiap bangsa yang maju dan tak ringkih ada pendidikan yang tak tebang pilih.
ADVERTISEMENT