Konten dari Pengguna

GAM: Ketidakadilan Pemerintah Memunculkan Gerakan Separatis di Aceh

Andra Kurniawan
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia
27 Desember 2022 12:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andra Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/illustrations/demagog-kerakyatan-otokrat-diktator-2193093/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/illustrations/demagog-kerakyatan-otokrat-diktator-2193093/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aceh merupakan sebuah provinsi yang terletak di utara pulau sumatra dengan sumber daya alam yang berlimpah. Namun pada kenyataannya, wilayah ini tidak terlepas dari catatan sejarah konflik yang pernah terjadi antara kelompok separatis dengan negara. Pada awal periode kemerdekaan, persebaran benih konflik pun sudah terjadi. Sehingga, pada tahun 1945 sampai tahun 1946 terciptalah perang cumbok sebagai perang saudara antara tokoh ulama dan pejuang Aceh melawan Daud Cumbok. Dari hal tersebut kemudian munculah rentetan kasus pemberontakan yang lain, salah satunya seperti DI/TII yang didukung dengan bergabungnya Daud Beureueh sebagai gubernur militer Aceh disebabkan oleh kekecewaannya terhadap Soekarno pada saat itu.
ADVERTISEMENT
Beranjak dari hal tersebut, dalam periode pemerintahan Soeharto Aceh dianggap sebagai provinsi dengan pertumbuhan perekonomian tercepat di Indonesia. Namun, sebagian besar masyarakat Aceh menganggap bahwa mereka tidak mendapatkan timbal balik yang sesuai sebagai provinsi penyumbang pertumbuhan ekonomi negara. Sehingga, kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah pun kembali terjadi dalam Gerakan Aceh Merdeka yang dibentuk dan dideklarasikan pada tanggal 4 Desember 1976 oleh Teungku Hasan Di Tiro dan para mantan pemberontak DI/TII di antaranya seperti Teungku Daud Beureueh dan Zainal Abidin. GAM terdiri dari lima belas menteri, empat pejabat setingkat menteri dan enam gubernur yang dipimpin oleh Daud Beureueh sebagai pemimpin tertinggi dan Hasan Di Tiro sebagai wali negara.
Tujuan utama dari Hasan Di Tiro tentu berbeda dengan Daud Beureueh yang di mana tidak menempatkan Islam sebagai misi utama namun lebih kepada nasionalisme dan patriotisme Aceh dengan memuliakan rakyat Aceh, adat masyarakat serta agama yang mereka anggap telah dinodai oleh rezim Soeharto. Sehingga, Gerakan Aceh Merdeka makin didukung oleh sebagian besar masyarakat Aceh khususnya di daerah Aceh Utara, Aceh Timur dan Pidie. Lantas, mengapa sebagian besar masyarakat Aceh mendukung adanya Gerakan Aceh Merdeka?
ADVERTISEMENT

Indikasi Terjadinya Pemberontakan Terhadap Pemerintah

Apabila kita melihat permasalahan Aceh pada masa kepemimpinan Soeharto maka menurut Moderate Terrorism Theory, terorisme atau gerakan separatis muncul karena adanya kondisi tertentu dalam lingkungan berupa kemiskinan, sosial, ketidakadilan di masyarakat yang kemudian menimbulkan perlawanan. Adanya dukungan yang kuat oleh sebagian besar masyarakat Aceh menunjukkan bahwa mereka menang benar-benar berada pada titik kecewa yang besar terhadap pemerintah sehingga lahirlah Gerakan Aceh Merdeka.
Apabila dikaitkan dengan Moderate Terrorism Theory maka ada banyak faktor dari terjadinya pemberontakan oleh GAM. Akan tetapi, dalam melihat kasus ini saya menggunakan dua garis besar penyebab. Faktor pertama terjadi pada era Soekarno yang cukup erat kaitannya dengan pemberontakan DI/TII, yang di mana Aceh telah banyak berkontribusi dalam memajukan Indonesia baik dalam skala domestik maupun internasional. Namun, meskipun menjadi modal utama dalam menjunjung kemerdekaan tetap saja pada saat itu masyarakat kecewa dengan diadakannya peleburan provinsi yang kemudian diperparah oleh janji Soekarno yang ingin memberikan otonomi khusus kepada Aceh sesuai syariat islam yang tidak dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Lalu faktor yang kedua berada pada pemerintahan Soeharto. Sebagaimana yang kita tahu bahwa Aceh sejak dahulu sudah kental akan ajaran agama, budaya maupun adatnya. Ketika pemerintah melakukan industrialisasi di Aceh maka pada saat itu adat, agama maupun segala bentuk penghormatan masyarakat Aceh pun dikesampingkan oleh pemerintah. Kekayaan alam Aceh banyak terkuras oleh industri yang dikuasai oleh pihak asing melalui persetujuan pemerintah pusat.
Kekayaan alam yang terkuras pun tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Nyatanya, pada saat itu masih banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, kondisi pendidikan yang rendah maupun kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Serta, adanya berbagai kebijakan dari pemerintah pusat berkontribusi besar terhadap kemunculan GAM yang di mana pada saat itu pemerintah dianggap lebih sentralistik sehingga pemerataan pembangunan hanya difokuskan pada satu wilayah yakni Jawa. Meskipun di Aceh telah dilakukan berbagai pembangunan seperti kilang minyak dan lain sebagainya, namun SDM yang di pekerjaan juga berasal dari Jawa sehingga masyarakat lokal di kesampingkan.
ADVERTISEMENT
Ketika masyarakat telah melakukan perlawanan melalui Gerakan Aceh Merdeka, pemerintah bertindak dengan langsung melakukan operasi militer. Perlawanan yang dilakukan oleh GAM menggunakan senjata yang cukup mengimbangi yang di mana selain mereka mempunyai pabrik produksi senjata sendiri, mereka juga mendapatkan senjata dari sejumlah kelompok separatis di negara lain seperti gerakan separatis Sikh India, gerakan separatis Pattani Thailand, gerakan Islam Moro Filipina bahkan Afganistan dan Libya. Sehingga, operasi militer yang dilakukan pun hanya berhasil membatasi bukan berarti menghentikan Gerakan ini.

Seberapa Jauh Mou Helsinki Membawa Perdamaian di Aceh

Pada tahun 2004, konflik antara pemerintah dengan GAM mulai membaik disebabkan oleh bencana alam tsunami yang melanda Aceh. Pada tahun 2005 kedua belah pihak resmi berdamai melalui MoU Helsinki yang terdiri dari 6 bagian dan 71 butir kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan GAM dan Pemerintah Indonesia. Namun, perdamaian di Aceh itu tidak dapat dikatakan berhasil sepenuhnya. Hal ini karena masih banyak terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di daerah tersebut yang sebagian besar disebabkan oleh mantan kombatan dan elite GAM. Serta, banyaknya poin-poin MoU yang sudah disepakati akan tetapi belum sepenuhnya terpenuhi dan pemerintah kurang dalam memperhatikan hal-hal lain di luar MoU tersebut. Lalu kemudian, hanya orang-orang tertentu saja yang diberikan kesejahteraan artinya ada pemerintah yang hanya menguntungkan sebagian pihak saja sedangkan masyarakat Aceh lainnya masih hidup di bawah garis kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Dari hal tersebut, maka besar kemungkinan untuk kembali terjadinya pemberontakan meskipun berskala kecil. Jika pemerintah ingin melakukan pembangunan di daerah Aceh, maka pembangunan yang dilakukan harus benar-benar memperhatikan dan menyeimbangkan tiga poin dalam pembangunan berkelanjutan yakni lingkungan, ekonomi dan sosial. Apabila ketiga poin tersebut diperhatikan maka hal ini dapat menciptakan ekosentrisme yang menguntungkan semua pihak baik itu manusia maupun lingkungan. Sehingga, berpeluang untuk memperkecil ruang konflik yang kemudian menciptakan kedamaian dengan masyarakat yang sejahtera.