Pelanggaran Hukum Internasional atas Invasi Rusia terhadap Ukraina

Andra Kurniawan
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
24 Juli 2022 20:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andra Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pict Source: https://pixabay.com/id/images/search/rusia%20ukraina/
zoom-in-whitePerbesar
Pict Source: https://pixabay.com/id/images/search/rusia%20ukraina/
ADVERTISEMENT
Rusia merupakan sebuah negara adidaya yang memiliki kekuatan besar serta mempunyai pengaruh penting dalam dunia internasional. Seperti yang kita ketahui, pada tanggal 24 Februari 2022 lalu Rusia melakukan invasi terhadap Ukraina yang dijalankan berdasarkan perintah presiden Rusia yakni Vladimir Vladimirovich Putin melalui pidatonya. Presiden Rusia mengeklaim bahwa telah terjadinya genosida terhadap masyarakat pro Rusia yang ada di wilayah tersebut. Namun, dikutip dari International Court of Justice Ukraina dengan tegas membantah bahwa genosida telah terjadi di wilayahnya. Dan dalam pengakuannya, Ukraina berpendapat bahwa Federasi Rusia secara keliru mengklaim bahwa tindakan genosida telah terjadi di oblast Luhansk dan Donetsk wilayah Ukraina. Setelah itu, operasi militer khusus kemudian dilakukan oleh Rusia beralasan untuk melindungi etnis Rusia yang menjadi sasaran genosida di kawasan Donetsk dan Luhansk yang terletak di batas wilayah Rusia.
ADVERTISEMENT
Invasi yang dilakukan oleh Rusia juga disebabkan oleh kekhawatiran Rusia terhadap NATO. Apabila Ukraina bergabung dengan NATO maka Rusia menganggap bahwa hal tersebut merupakan sebuah ancaman tetap bagi kedaulatan maupun perkembangan negaranya. Hal tersebut berkaitan dengan posisi strategis wilayah Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia. Sehingga, apabila Ukraina menyetujui tawaran NATO untuk bergabung maka dapat dikatakan bahwa tidak akan ada lagi pembatas antara Rusia dengan NATO. Dan seperti yang kita ketahui bahwa Ukraina merupakan negara pecahan dari Uni Soviet. Apabila Ukraina bergabung dengan NATO maka juga dapat dikatakan bahwa tindakan Ukraina tersebut melanggar perjanjian Uni Soviet.
Semenjak operasi militer berlangsung, dapat dilihat bahwa banyak sekali korban yang berjatuhan akibat perang yang terjadi. Konflik kedua negara ini bukan hanya menimbulkan korban di kalangan militer saja namun juga warga sipil yang tidak selayaknya di serang.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, PBB telah mengonfirmasi bahwa 4.226 kematian warga sipil telah terjadi. Dewan Ham PBB menyatakan bahwa jumlah dari korban warga sipil akan bertambah melihat konflik yang terjadi ini cukup berkepanjangan akibat banyaknya intervensi. Selain dari adanya korban masyarakat sipil, serangan yang dilakukan oleh Rusia juga mengakibatkan kerusakan parah terhadap berbagai fasilitas seperti bangunan penting yang jelas tidak boleh diserang berdasarkan hukum humaniter internasional.

Analisis Hukum Internasional terhadap Konflik yang terjadi

Dalam hukum internasional, setiap negara yang melakukan pelanggaran berdasarkan aturan yang telah disepakati harus melakukan pertanggungjawaban atas apa yang telah dilanggar. Sejak 24 februari lalu, operasi militer yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina jelas sudah melanggar ketetapan yang berlaku dalam hukum internasional seperti adanya pelanggaran hak asasi manusia hingga campur tangan atas konflik wilayah negara lain.
ADVERTISEMENT
Dalam hukum humaniter internasional, hukum perang dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama merupakan hukum yang mengatur tentang boleh atau tidaknya menggunakan kekerasan bersenjata pada suatu negara sebagaimana tercantum dalam pasal 2 ayat (4) piagam PBB mengenai penggunaan kekerasan terhadap suatu wilayah atau mengganggu kemerdekaan wilayah lain harus segera dihentikan serta menggunakan cara damai dalam penyelesaian konfliknya demi menciptakan keamanan serta perdamaian sebagaimana tujuan PBB kecuali dalam rangka pembelaan diri berdasarkan pada pasal 51 piagam PBB. Dan yang kedua merupakan bagian hukum humaniter yang memberikan ketetapan yang jelas ketika terjadinya konflik bersenjata baik internasional maupun non-internasional yang dibagi lagi menjadi dua bagian yakni Hague Laws penetapan mengenai tata cara dilakukannya perang dan Jenewa Laws yaitu hukum perlindungan atas korban perang yang ada di lokasi konflik.
ADVERTISEMENT
Perlu kita ketahui bahwa konvensi Jenewa 1949 mengatur berbagai ketentuan seperti larangan untuk menyerang maupun menargetkan penduduk sipil sebagai target perang hingga memberikan perawatan terhadap korban perang yang ada di lokasi konflik. Dalam artian objek militer dan non-militer seperti sipil itu harus dibedakan. Objek sipil adalah mereka yang bukan merupakan sasaran militer dan berdasarkan pada aturan yang berlaku bahwa penduduk sipil tidak diperbolehkan turut serta dalam operasi militer, dilarang untuk diserang serta tidak boleh dijadikan sasaran serangan berdasarkan Distinction Principle. Apabila operasi militer yang dilakukan mengenai objek sipil maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut telah melanggar hukum yang berlaku baik itu hukum perang maupun pelanggaran hak asasi manusia.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa alasan dari tindakan invasi yang dilakukan oleh Rusia tidak diterima atau diakui oleh PBB. Menurut PBB, operasi militer yang pecah antar kedua negara tersebut bukan terjadi dalam rangka self-defense atau dalam rangka menjaga perdamaian sebagaimana tercantum dalam pasal 51 piagam PBB.
ADVERTISEMENT
Selama invasi berlangsung, hingga saat ini terdapat dugaan serangan yang menargetkan masyarakat sipil Ukraina. PBB telah mengonfirmasi bahwa sebanyak 4.226 kematian warga sipil telah terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa invasi yang dilakukan oleh Rusia dikategorikan kedalam pelanggaran hak asasi manusia karena masyarakat sipil dalam hukum humaniter internasional termasuk ke dalam objek yang harus dilindungi dalam artian sama sekali tidak boleh dijadikan sasaran militer apalagi diserang hingga menimbulkan banyak korban. Jika terjadi penyerangan terhadap objek sipil, maka hal tersebut termasuk ke dalam pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, Rusia dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional disebabkan oleh banyaknya masyarakat sipil yang menjadi korban dari konflik yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, banyak negara yang mengecam Rusia atas tindakan yang dilakukannya. Berbagai sanksi pun banyak diberikan oleh negara-negara lain selama masih terjadinya perang di wilayah Ukraina. Salah satunya seperti adanya larangan impor minyak maupun gas Rusia oleh Amerika Serikat, Uni Eropa maupun Inggris. Hingga pembekuan aset bank sentral Rusia serta dikeluarkannya sanksi atas jaringan transfer uang internasional terhadap Rusia. Banyaknya sanksi tersebut diberikan agar Rusia bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan serta menjunjung keamanan maupun perdamaian dunia berlandaskan pada aturan dan sebagai salah satu pemegang veto di PBB.
Dikutip dari BBC News, Rusia akan melakukan damai apabila Ukraina bersikap netral terhadap NATO, melakukan demiliterisasi maupun denazifikasi, menyerahkan kantong-kantong kelompok separatis wilayah Donetsk - Luhansk yang menjadi pusat terjadinya konflik, menerima secara resmi wilayah Krimea yang diklaim atau dikuasai oleh Rusia serta melindungi penggunaan bahasa Rusia yang berlaku di Ukraina.
ADVERTISEMENT
Sebelum hal tersebut dilakukan, Rusia harus terlebih dahulu bertanggung jawab atas tindakan yang telah melanggar hukum internasional. Bentuk tanggung jawab Rusia dapat diawali dengan menghentikan segala wujud invasi terhadap Ukraina dengan cara menarik semua pasukan militernya keluar dari wilayah negara Ukraina serta membuat perjanjian agar tidak kembali melakukan hal tersebut. Rusia juga dapat mengupayakan pertanggungjawaban dengan membayar ganti rugi atas kerusakan yang telah ditimbulkan serta melakukan perundingan diplomatik disertai dengan permintaan maaf secara resmi dan pemberian jaminan agar tidak melakukan operasi militer yang tentu merugikan negara lain.