Konten dari Pengguna

Transportasi Umum Jakarta : Kenapa Integrasi Masih Jadi Tantangan Besar?

Tsabita Aqila Husna
Seorang lulusan perencanaan wilayah dan kota yang tertarik dengan isu sosial dan tata kota di Indonesia.
26 Januari 2025 13:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tsabita Aqila Husna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumen Pribadi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Dokumen Pribadi Penulis
ADVERTISEMENT

Kalau kamu tinggal di Jakarta atau sering bolak-balik ke ibu kota, pasti pernah merasakan betapa ribetnya pindah moda transportasi. Sekilas, Jakarta terlihat punya sistem transportasi umum yang modern: ada MRT, LRT, KRL, hingga TransJakarta. Tapi, kenyataannya, integrasi antar moda ini masih jauh dari sempurna.

Sebagai contoh, MRT Jakarta memang nyaman dan tepat waktu. Tapi, bagaimana setelah kamu turun di stasiun? Misalnya, kamu berhenti di Dukuh Atas dan ingin melanjutkan perjalanan naik bus TransJakarta atau KRL. Kamu harus berjalan cukup jauh, menyusuri trotoar yang kadang penuh sesak oleh pejalan kaki atau pedagang. Padahal, idealnya, integrasi antar moda itu harus praktis, nggak bikin capek, dan menghemat waktu.
ADVERTISEMENT
Pengalaman lain terlihat di Stasiun Tebet. Untuk kamu yang sering naik KRL dan ingin melanjutkan perjalanan ke daerah yang nggak terjangkau KRL, opsi transportasi lainnya seringkali nggak jelas. Angkot jarang lewat, ojek online harus dicari di titik tertentu, dan pilihan lainnya terbatas. Akibatnya, banyak orang memilih kendaraan pribadi karena merasa transportasi umum terlalu ribet dan nggak terintegrasi dengan baik.

Kenapa Integrasi Ini Masih Sering Jadi Masalah?

Banyak titik transfer antar moda yang belum terhubung dengan nyaman. Contohnya, jarak antara stasiun dan halte terlalu jauh, fasilitas seperti eskalator atau lift terbatas, dan papan petunjuk arah kurang jelas.
Sampai sekarang, kita masih harus menggunakan kartu atau aplikasi yang berbeda untuk MRT, KRL, dan TransJakarta. Hal ini jelas merepotkan. Kalau ada tiket terpadu seperti di negara maju, penggunaan transportasi umum pasti lebih praktis.
ADVERTISEMENT
MRT, LRT, dan TransJakarta baru fokus di pusat kota dan jalan utama. Daerah-daerah pinggiran seperti Cibubur, Cilincing, atau Bekasi sering kali belum terjangkau moda transportasi ini. Akibatnya, warga pinggiran harus menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi online dengan biaya yang lebih mahal.

Apa Dampaknya?

Kemacetan tetap menjadi masalah utama karena kendaraan pribadi masih jadi pilihan utama. Polusi udara juga meningkat karena semakin banyak kendaraan di jalan dan waktu tempuh yang lebih lama dan pengalaman perjalanan yang kurang nyaman bagi pengguna transportasi umum.

Apa yang seharusnya pemerintah benahi?

Jakarta membutuhkan titik transit yang modern dan efisien, seperti halte yang langsung terhubung dengan stasiun atau park-and-ride di daerah pinggiran.
ADVERTISEMENT
Tiket elektronik yang bisa digunakan untuk semua moda transportasi akan membuat pengalaman pengguna lebih praktis dan efisien.
Transportasi umum perlu diperluas ke daerah-daerah pinggiran agar semua wilayah Jakarta dan sekitarnya terjangkau.
Pemerintah perlu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya beralih ke transportasi umum untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara. Akhirnya, kalau Jakarta benar-benar ingin menjadi kota yang ramah bagi warganya, integrasi transportasi harus menjadi prioritas.
Share ceritamu, yuk! ✨