Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Degradasi Intelektual di Kampus
3 Juni 2023 13:34 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Samsul hadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan instrumen yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan pendidikan kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sederhananya seperti itu.
ADVERTISEMENT
Meminjam kata kata Imam Syafi'i, "Jika kamu tak sanggup untuk menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan."
Kata-kata ini sangat menyentuh jika kita renungkan dengan baik, di mana dalam proses belajar kita membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, bahkan sampai ke perguruan tinggi yang terkenal dengan kaum intelektualnya.
Dunia Kampus
Setiap tahun pasti ada penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, dari kampus biasa sampai kampus ternama. Semua lulusan sekolah menengah atas berbondong bondong untuk bisa masuk ke perguruan tinggi impiannya. Bahkan, sampai ada yang rela gap year demi masuk perguruan tinggi impiannya.
Di sisi lain, orang-orang tengah berjuang untuk diterima di PTN impiannya. Pasti ada saja praktik transaksional untuk meloloskan calon mahasiswa seperti baru baru ini kasus suap rektor unila untuk meloloskan calon mahasiswa jalur mandiri. Dugaan rektor unila mematok harga 100-350 juta untuk meloloskan calon mahasiswa ke kampusnya.
ADVERTISEMENT
Seharusnya kampus ini menjadi ajang untuk mengembangkan intelektualitas, bukan ajang untuk menguntungkan sebagian pihak saja. Apalagi dalam hal ini pihak rektorat.
Saya jadi teringat dengan aktivis muda angkatan 66 yaitu Soe Hok Gie mengatakan dalam artikel "Pelacuran Intelektual" yang termuat dalam Sinar Harapan, 21 April tahun 1969. Saat itu ia mengkritik rektor UI karena rangkap jabatan yang mana hal tersebut seharusnya tidak dilakukan oleh seorang rektor.
Sebagai seorang akademisi harusnya memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan di kampus agar lulusan dari kampus itu mampu bersaing dan kompeten di bidangnya.
Degradasi Intelektual di Kampus
Ketika kita masih SMA dan berpikir untuk melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi impian, dan kita mati-matian untuk bisa masuk di kampus impian itu. Setelah diterima di kampus itu kita berharap bisa jadi orang besar suatu saat nanti.
ADVERTISEMENT
Namun ketika kita masuk semester satu, semester dua, kita merasa bahwa kuliah di sini biasa biasa aja sama kayak di kampus-kampus lainnya. Padahal kampus itu dulu menghasilkan tokoh-tokoh besar.
Seperti misalnya Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang menghasilkan tokoh-tokoh besar seperti Nurcholish Madjid (Cak Nur), Prof. Din Samsuddin, Prof. Azyumardi Azra, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh besar yang mampu menyumbangkan pemikirannya untuk bangsa ini.
Budaya intelektual di Ciputat, tepatnya di UIN Jakarta mendapat julukan sebagai "Islam mazhab Ciputat" karena salah satu tokoh besar dan rektor UIN Jakarta yaitu Prof. Dr Harun Nasution yang memberikan sumbangsih terhadap perkembangan pendidikan tinggi keislaman di UIN dan Indonesia melalui pemikiran yang progresif sehingga mampu melahirkan tokoh besar lulusan UIN Jakarta seperti yang disebutkan di atas.
ADVERTISEMENT
Budaya diskusi di Ciputat sangat masif pada saat itu. Namun budaya diskusi sekarang ini dibilang sudah menurun, bahkan hampir tidak ada, cuma formasi yang masih konsisten menjaga budaya diskusi di Ciputat. Selain, itu banyak sekali degradasi intelektual di kampus. Bukan hanya di UIN Jakarta tapi hampir di semua kampus mengalaminya.
Beberpa faktor mengenai degradasi intelektual di kampus seperti penerimaan tenaga pengajar yang kurang selektif dan kompeten, pengukuhan guru besar yang tidak berpatokan pada bidang keilmuannya, juga kurangnya penelitian ilmiah dari dosen-dosen.
Termasuk dalam hal ini, minat baca yang kurang baik mahasiswa maupun dosen, terjadinya pengelewengan jabatan di perguruan tinggi, hingga adanya praktik kapitalisme di tubuh rektorat. Kampanye politik terjadi di kampus-kampus sehingga menyebabkan degradasi intelektual.
ADVERTISEMENT
Itulah sedikit apa yang saya rasakan terkait degradasi intelektual yang ada di kampus. Hal ini menjadi tugas kita bersama-sama untuk mengembalikan pendidikan Indonesia agar lebih baik lagi untuk ke depannya. Apalagi kita mau menghadapi Indonesia emas tahun 2045 nanti.