Konten dari Pengguna

Mendekatkan Anak dengan Al-Qur’an

Aska Izzah
Seorang istri dan ibu bagi keluarga kecilnya. ASN di Kemendag
2 November 2021 7:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
Tulisan dari Aska Izzah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak Islam membaca Al-Quran. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak Islam membaca Al-Quran. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, saya mengikuti kegiatan webinar yang mengulas tentang bagaimana menjadi keluarga yang dekat dengan Al-Qur’an. Acara tersebut juga mengulas tentang bagaimana membangun stimulus pada anak agar menjadi generasi yang dekat dengan Al-Qur’an dan bagaimana cara yang tepat mengenalkan kitab suci umat Islam tersebut.
ADVERTISEMENT
Kegiatan webinar tersebut, menyadarkan saya terhadap beberapa hal. Di antara hal terpenting adalah bagaimana saya, sebagai orang tua, bersikap yang tepat terhadap anak-anak.
Berdasarkan tinjauan neuro sains yang diulas oleh dr. Aisah Dahlan bahwa setiap manusia diberi rezeki yang sama berupa otak. Di dalam otak terdapat 100 miliar neuron yang saling terhubung satu sama lain.
Jika diibaratkan neuron ini seperti komputer yang tercanggih pada zamannya. Apa kaitannya dengan neuron dengan generasi Qur'ani? Tentu ini menjadi hal yang ternyata sangat berkaitan dan terkoneksi satu sama lain.
Keterkaitan otak dengan perilaku fisik ada pada jenis sel “Neuron Cermin”. Neuron cermin ini memiliki fungsi menangkap dan merekam setiap apa yang dilihat didengar oleh panca indranya. Ya, neuron cermin layaknya cermin tempat kita bercermin, ia akan meniru setiap benda dan gerakan dihadapannya.
ADVERTISEMENT
Jumlah neuron cermin 30 persen memenuhi jumlah keseluruhan saraf dalam otak. Neuron cermin berkembang sesuai dengan bertambahnya usia.
Sel ini sangat potensial untuk dikembangkan, karena fungsinya yang akan berdampak pada perilaku fisik anak. Anak akan dengan mudah menangkap lalu mengikutinya “Children see children do”.
Semenjak bayi, neuron cermin ini sudah aktif dan berfungsi dengan baik. Maka sangat penting dan menjadi perhatian orang tua agar berhati-hati dalam berkata, berperilaku, dan bertindak di depan bayi. Karena bayi akan merekam semua yang ditangkap oleh panca indranya.
Orang tua sebaiknya memberi contoh teladan dengan banyak membacakan Al-Qur’an di dekat anak. Agar neuron cermin lebih banyak bekerja untuk merekam bacaan Al-Qur’an yang dibacakan orang tua.
ADVERTISEMENT
Neuron dalam otak manusia ini akan berkembang dengan baik apabila diberi stimulus. Stimulus untuk mencetak generasi Qur'ani sudah bisa dan sangat baik dilakukan semenjak masa kehamilan. Bayi yang masih berupa janin di dalam rahim ibu, sudah bisa diperkenalkan dengan ayat-ayat suci.
Janin sudah bisa mendengar dan merekam bacaan kitab suci yang diperdengarkannya, terutama bacaan Al-Qur’an dari ibunya sendiri. Perbanyaklah membaca Al-Qur’an untuk sang janin agar ia akan lahir dengan kemampuan otak yang lebih baik karena telah distimulus atau dilatih. Bayi setelah lahir ia distimulus melalui kalimat yang baik, yaitu kalimat azan dan ikamah yang diperdengarkan kepadanya.
Stimulus masa kanak-kanak yakni usia 0-6 tahun berbeda perlakuannya antara anak laki-laki dan anak perempuan. Laki-laki lebih distimulus oleh otak kanannya yang lebih dominan, sedangkan perempuan seimbang antara otak kanan dan kirinya.
ADVERTISEMENT
Kemampuan otak anak perempuan lebih cepat beradaptasi dan lebih cepat berkembang karena otak kanan dan kirinya bekerja seimbang. Berbeda dengan anak laki-laki yang baru dominan otak kanannya. Otak kanan anak laki-laki bisa distimulus dan ditingkatkan oleh cara-cara yang menyenangkan seperti berbagai macam permainan yang membutuhkan banyak gerak, visual dan seni. Sedangkan anak perempuan sudah bisa teratur, duduk yang manis sambil membaca buku.
Orang tua berkewajiban membantu anak untuk mengisi prefrontal cortex yaitu bagian otak yang letaknya dibagian depan di belakang dahi. Isilah prefrontal cortex itu dengan mengaji dan mengkaji ayat Al-Qur’an sesuai keinginan Allah SWT.
Kita bisa memulainya dengan memahami kondisi anak dan membuatnya lebih nyaman untuk melakukannya. Pahami gaya belajarnya dan pahami bahasa kasih sayangnya. Gaya belajar anak apakah ia termasuk anak yang memiliki kelebihan auditori, sensori, visual, atau kinestetik.
ADVERTISEMENT
Gaya belajar auditori ia lebih mampu menguasai dalam pendengarannya. Gaya belajar sensori ia lebih mampu menguasai dengan indera perabanya. Gaya belajar visual ia lebih mampu menguasai indera penglihatanya. Serta gaya belajar kinestetik ia lebih mampu menguasai gerak tubuhnya.
Kita juga perlu mengetahui bahasa kasih sayang, yang paling ia sukai. Bahasa kasih sayang adalah sesuatu hal, yang ia harapkan dan dapatkan dari orang tua. Bahasa kasih sayang penting agar ia merasa lebih baik, merasa lebih diperhatikan dan merasa lebih bahagia. Bahasa kasih sayang kepada anak tidak hanya berupa hadiah. Seperti yang biasa orang tua berikan kepada anaknya.
Ada empat bahasa kasih sayang lainnya yang perlu orang tua pahami dari setiap anak-anak. Masing-masing anak-anak memiliki bahasa kasih sayangnya sendiri-sendiri yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Lima Bahasa kasih sayang ini diibaratkan seperti lima daya baterai, yang mampu mengisi ulang energi positif pada diri seseorang termasuk anak kita.
Tak perlu 24 jam full untuk mengisi daya baterai. Karena jika terlalu full, maka akan kembung atau bahkan rusak bila diisi berlebihan. Cukup dengan beberapa waktu sesuai kebutuhan agar ia terisi sempurna dan lebih bahagia.
Lima Bahasa kasih sayang itu antara lain :
Pertama, kata-kata penyemangat dan motivasi. Kata-kata penyemangat dapat dilakukan kepada anak-anak yang lebih senang mendapat pujian.
Kedua, sentuhan fisik. Sentuhan fisik diberikan kepada anak yang lebih senang mendapatkan pelukan dan belaian orang tua.
Ketiga, waktu berharga. Waktu berharga dapat dilakukan kepada anak yang lebih senang ditemani dalam berbagai aktivitas bermain dan belajarnya.
ADVERTISEMENT
Keempat, pelayanan. Pelayanan dapat dilakukan kepada anak yang lebih senang dilayani, disiapkan dan disediakan segala kebutuhannya.
Kelima, hadiah. Hadiah diberikan kepada anak yang lebih senang jika diberi hadiah berupa benda barang atau benda fisik lainnya yang diinginkannya.
Orang tua dapat mengamati bahasa kasih sayang apa yang lebih tepat dan lebih disukai anak, untuk mengoptimalkan segala aktivitasnya. Terlebih agar keinginan orang tua dapat tercapai, menjadikan anak-anak sebagai generasi Qur'ani.