Keamanan Non Tradisional: Upaya ACTIP dalam Memberantas Perdagangan Manusia

Husen Aljufri
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional UIN Jakarta
Konten dari Pengguna
25 Oktober 2022 20:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Husen Aljufri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by <a href="https://unsplash.com/@stefanopollio?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Stefano Pollio</a> on <a href="https://unsplash.com/s/photos/crime?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Unsplash</a>
zoom-in-whitePerbesar
Photo by <a href="https://unsplash.com/@stefanopollio?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Stefano Pollio</a> on <a href="https://unsplash.com/s/photos/crime?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Unsplash</a>
ADVERTISEMENT
Ancaman keamanan internasional memiliki dua ciri, yaitu transnasional dan kompleks. Perdagangan manusia menjadi sebuah ancaman yang kompleks dan juga menyebar melewati batas negara (Caballero-Anthony, 2018).
ADVERTISEMENT
Menurut United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) perdagangan manusia adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang dengan paksa, penipuan, dengan tujuan memanfaatkan mereka untuk mendapatkan keuntungan (Human-Trafficking, n.d.). Keuntungan yang didapat dari tindak kejahatan ini adalah bentuk eksploitasi. Eksploitasi adalah pemanfaatan yang dilakukan secara sewenang-wenang atau berlebihan terhadap suatu subjek hanya untuk kepentigan ekonomi semata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan, serta kompensasi kesejahteraan (Sitoresmi, 2021).
Dunia sudah mengetahui bahwa perdagangan manusia merupakan sebuah kejahatan yang tidak mudah untuk diatasi. Bentuk perbudakan merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Perempuan dan anak-anak menjadi target atas kejahatan tersebut dengan menempatkan mereka pada posisi yang sangat berisiko khususnya dalam hal kesehatan dan keamanan karena perbuatan tersebut sangat rentan terhadap tindak kekerasan. Masalah tersebut pada akhirnya menjadi perhatian bagi masyarakat internasional termasuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara. .
ADVERTISEMENT
Salah satu penyebab dari maraknya perdagangan manusia adalah ekonomi. Negara-negara di Asia Tenggara didominasi oleh negara berkembang yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan kurang tersedianya lapangan pekerjaan membuat banyak orang terjerumus dalam lingkungan yang tidak baik, salah satunya adalah lingkungan yang memberdayakan manusia untuk mencari keuntungan dengan cara mengeksploitasi dan memaksa. Hal tersebut tentu menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memerangi perdagangan manusia, salah satunya adalah membentuk kerjasama dalam pilar politik keamanan melalui ACTIP (Asean Convetion Against Trafficking in Persons, Especially Women And Children) (Lapian, 2017). ACTIP merupakan instrumen penting dalam hukum regional yang berlaku bagi negara-negara ASEAN dan mengatur pemeberantasan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). ACTIP memiliki instrumen hukum yang dilengkapi dengan perlindungan efektif terhadap korban perdagangan manusia melalui proses penegakan hukum yang kuat (Ariesta, 2017).
ADVERTISEMENT
Awal berdirinya ACTIP adalah ambisi beberapa negara anggota ASEAN untuk dapat mencegah, mendakwa, dan menghukum pelaku TPPO, melindungi dan membantu korban TPPO. Namun dalam perkembangannya belum ada peraturan regional yang dibuat untuk memberantas kejahatan tersebut. Kemudian gagasan umum dari konvensi ini adalah memuat semua yang berkaitan dengan TPPO mengikat secara hukum dan mengidentifikasi serta melakukan koordinasi antar negara anggota ASEAN dalam memberantas TPPO.
Dalam menangani kasus perdagangan manusia, ACTIP memformulasikan 3 kategori (Ferdin Bakker Politeknik Imigrasi & Parama Putra Politeknik Imigrasi, 2020). Pertama adalah kegiatan pencegahan dilakukan dimulai dari kesadaran individu dan masyarakat terhadap bahaya serta dampak dari perdagangan manusia, kemudian meningkatkan kualitas hukum dan aturan khususnya dalam hal migrasi. Kedua adalah peningkatan kebijakan hukum untuk melindungi para korban. Ketiga adalah penegakan hukum dan penjatuhan hukuman terhadap para pelaku kejahatan perdagangan manusia.
ADVERTISEMENT
Pengesahan ACTIP memberikan pengaruh yang positif bagi negara-negara anggota ASEAN yang meratifikasinya. Masalah-masalah yang sebelumnya sangat sulit untuk dipahami maupun diatasi dapat menjadi lebih mudah karena ACTIP memberikan solusi yang berarti untuk menangani praktik perdagangan manusia. Selain itu, melalui ACTIP para penegak hukum di setiap negara anggota ASEAN yang meratifikasinya juga diberikan kemudahan dalam melakukan berbagai aktivitas seperti, pertukaran data dan informasi sebagai bentuk konkrit dalam rangka pencegahan dan penanggulangan kejahatan internasional.
Dampak lain juga dirasakan oleh para korban, yaitu terpenuhinya hak para korban untuk mendapat pengembalian dari hasil penyitaan aset pelaku yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri, kemudian para korban juga akan mendapatkan hak atas nilai material yang sebelumnya tidak diberikan oleh pelaku ekspolitasi dari negara lain.
ADVERTISEMENT
Upaya yang dilakukan ASEAN melalui ACTIP patut untuk diapresiasi sampai sejauh ini karena hadirnya ACTIP dapat memberikan sebuah semangat baru dalam upaya memberantas perdagangan manusia terutama di kawasan Asia Tenggara. Namun semangat ACTIP dalam memberantas perdagangan manusia juga harus selaras dengan semangat setiap negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas kejahatan lintas negara.