Konten dari Pengguna

Pilihan Siapa? Ketika Orang Tua Terlalu Mengendalikan Anak

Naila Wafa
Mahasiswa Universitas Jember
10 Juni 2025 18:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari Naila Wafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Sering kali kita melihat kenyataan yang menyedihkan dalam dunia pendidikan, terutama saat anak-anak SMA yang baru lulus ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Alih-alih diberi kebebasan untuk memilih jurusan sesuai minat dan bakat, banyak dari mereka justru harus mengikuti pilihan orang tua. Tanpa diskusi, tanpa bertanya mengenai pendapat, bahkan kadang dibarengi ancaman, orang tua langsung menentukan jurusan kuliah untuk anaknya. Ini adalah masalah serius yang bisa berdampak panjang pada kehidupan anak.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini sangat sering terjadi di masyarakat kita. Ketika anak ingin masuk jurusan seni, misalnya, orang tua justru memaksa agar masuk ke jurusan kedokteran, teknik, atau ekonomi, jurusan yang dianggap “pasti sukses” menurut versi mereka. Padahal, belum tentu anak punya ketertarikan atau kemampuan di bidang tersebut. Sayangnya, tidak semua orang tua sadar bahwa memaksakan jurusan kepada anak bisa membawa dampak buruk, tidak hanya pada pendidikan anak, tapi juga kesehatan mentalnya.
Alasan Orang Tua Memaksa
Banyak orang tua merasa mereka lebih tahu apa yang terbaik untuk anaknya. Mereka berpikir bahwa dengan memilihkan jurusan tertentu, mereka sedang membantu anak mencapai masa depan yang cerah. Beberapa orang tua juga mempertimbangkan gengsi atau pandangan sosial. Misalnya, ada anggapan bahwa anak yang kuliah di jurusan kedokteran atau teknik lebih bergengsi dibanding jurusan lain seperti sastra atau seni.
ADVERTISEMENT
Selain itu, beberapa orang tua memikirkan faktor ekonomi. Mereka ingin anak masuk jurusan yang dianggap menjanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi setelah lulus. Dari sudut pandang orang tua, niat ini memang baik. Mereka ingin anaknya sukses, mandiri, dan tidak kesulitan secara finansial. Namun, masalahnya muncul ketika cara menyampaikan keinginan itu tidak melibatkan suara dan perasaan anak.
Dampak Psikologis pada Anak
Dipaksa masuk jurusan yang tidak sesuai dengan minat bisa berdampak besar pada kondisi psikologis anak. Bayangkan jika seseorang yang sebenarnya suka menggambar dipaksa belajar tentang perhitungan dan mesin. Atau seseorang yang ingin menjadi penulis, justru harus mempelajari hukum atau kedokteran. Bukan tidak mungkin mereka akan merasa tertekan, kehilangan semangat, bahkan mulai membenci dunia perkuliahan.
ADVERTISEMENT
Hal ini membuat anak jadi malas mengikuti perkuliahan. Tugas-tugas yang diberikan terasa sangat berat, bukan karena tidak mampu, tapi karena tidak punya motivasi. Perkuliahan jadi beban, bukan tempat belajar dan berkembang. Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan nilai anjlok, sering bolos, atau bahkan putus kuliah (dropout). Sudah banyak kasus di mana mahasiswa keluar dari kampus karena merasa salah jurusan dan penyebabnya bukan karena mereka tidak cerdas, tetapi karena sejak awal tidak ada niat dari dalam diri.
Hak Anak untuk Memilih
Setiap anak memiliki hak untuk menentukan masa depannya, termasuk jurusan kuliah yang ingin mereka ambil. Tugas orang tua adalah mendampingi, bukan mendikte. Orang tua seharusnya memberi ruang bagi anak untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya, lalu memberikan masukan yang membangun, bukan tekanan. Ketika anak merasa didukung, mereka akan lebih semangat belajar dan mengejar cita-cita.
ADVERTISEMENT
Memang benar bahwa anak muda belum tentu punya pandangan hidup yang matang. Tapi justru karena itu, orang tua seharusnya menjadi teman diskusi yang terbuka, bukan otoritas tunggal yang menentukan segalanya. Proses ini penting untuk melatih kemandirian anak dalam mengambil keputusan. Karena pada akhirnya, yang akan menjalani perkuliahan dan kehidupan setelahnya adalah si anak sendiri, bukan orang tuanya.
Membangun Komunikasi yang Sehat
Salah satu akar masalah dari persoalan ini adalah kurangnya komunikasi yang sehat antara orang tua dan anak. Orang tua kadang tidak mau mendengar, sementara anak takut bicara karena sudah terbiasa disuruh tanpa boleh membantah. Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan usaha dari kedua belah pihak.
Orang tua perlu belajar untuk lebih terbuka, mendengarkan pendapat anak, dan memahami bahwa dunia sekarang sudah berbeda dengan zaman mereka dulu. Banyak pekerjaan baru yang tidak pernah ada di masa lalu, dan jalur kesuksesan pun kini jauh lebih beragam. Di sisi lain, anak juga perlu belajar menyampaikan keinginan dengan cara yang baik dan sopan, serta menunjukkan bahwa pilihan mereka bukan hanya sekadar “ikut-ikutan teman” tapi sudah dipikirkan matang-matang.
dokumentasi pribadi
Solusi: Komunikasi dan Pengertian
ADVERTISEMENT
Masalah ini sebenarnya bisa dihindari jika ada komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Orang tua seharusnya bertanya lebih dulu: “Kamu sebenarnya suka apa?” atau “Cita-citamu apa?” Lalu mendengarkan dengan serius, bukan langsung memotong atau meremehkan.
Anak juga sebaiknya tidak takut menyampaikan keinginan. Tunjukkan bahwa pilihanmu bukan asal-asalan. Tunjukkan data, peluang kerja, dan bukti bahwa kamu serius menjalani pilihan itu. Kadang, orang tua berubah pikiran jika mereka melihat anak punya rencana yang jelas.
Misalnya, kalau kamu ingin masuk jurusan film, kamu bisa tunjukkan contoh sukses seperti Joko Anwar atau Angga Dwimas Sasongko. Atau jika kamu ingin jadi psikolog, tunjukkan bahwa bidang itu penting dan banyak dibutuhkan sekarang.
Contoh Nyata
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit tokoh sukses yang berhasil karena mereka mengejar passion-nya. Misalnya, BJ Habibie adalah orang yang sangat mencintai dunia pesawat dan teknologi, dan karena itu ia berhasil menjadi ilmuwan yang mendunia. Bayangkan jika ia dipaksa masuk ke bidang yang tidak sesuai dengan minatnya, mungkin ceritanya akan berbeda.
Sebaliknya, ada juga cerita mahasiswa yang gagal menyelesaikan kuliah karena merasa salah jurusan. Mereka akhirnya keluar, pindah jurusan, atau bahkan berhenti kuliah sama sekali. Ini bukan hanya membuang waktu dan uang, tetapi juga membuat anak kehilangan kepercayaan diri.
Kesimpulan
Tekanan orang tua dalam menentukan jurusan kuliah adalah persoalan nyata yang harus dibahas dengan serius. Meskipun niat orang tua mungkin baik, caranya sering kali salah. Anak bukanlah boneka yang bisa diatur sesuka hati. Mereka punya mimpi, punya minat, dan punya hak untuk memilih jalan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Solusinya adalah membangun komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak. Dengarkan keinginan mereka, berikan masukan dengan bijak, dan dampingi mereka dalam proses pengambilan keputusan. Dengan begitu, anak-anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, bahagia, dan siap menghadapi masa depan dengan semangat.