Konten dari Pengguna

Kekerasan Terhadap Jurnalis: Ancaman Kebebasan Pers

Shabrina Zharfania Fasya
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Tata Negara, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1 Mei 2025 15:54 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shabrina Zharfania Fasya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ilustrasi Stop Kekerasan Terhadap Jurnalis dibuat dari Canva Design
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ilustrasi Stop Kekerasan Terhadap Jurnalis dibuat dari Canva Design
ADVERTISEMENT
Kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia telah menjadi isu yang semakin mendesak dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara demokratis, praktik kekerasan terhadap jurnalis masih sering terjadi, mengancam kebebasan pers dan hak untuk mendapatkan informasi yang akurat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan signifikan dalam insiden kekerasan, baik fisik maupun psikologis.
Kasus-kasus ini mencakup pemukulan, ancaman, dan bahkan pembunuhan, yang sering kali terjadi saat jurnalis meliput isu-isu sensitif seperti politik, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Dampak kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya dirasakan oleh individu yang menjadi korban, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan. Ketika jurnalis merasa terancam, mereka cenderung menghindari peliputan isu-isu penting, yang mengakibatkan berkurangnya informasi yang akurat dan berimbang.
Hal ini menciptakan lingkungan di mana penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi dapat berkembang tanpa pengawasan, merugikan masyarakat luas. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, kualitas kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia juga mengalami peningkatan.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya serangan fisik, tetapi juga intimidasi melalui media sosial dan ancaman hukum yang dapat menakut-nakuti jurnalis. Cyberbullying dan penyebaran berita palsu menjadi alat bagi pelaku kekerasan untuk mengintimidasi jurnalis, menciptakan suasana ketakutan yang menghambat kebebasan berekspresi.
Berbagai organisasi, termasuk AJI, telah berupaya untuk melindungi jurnalis dan memperjuangkan kebebasan pers. Ini termasuk advokasi untuk undang-undang yang melindungi jurnalis, pelatihan tentang keselamatan, dan dukungan hukum bagi mereka yang menjadi korban kekerasan.
Namun, tantangan besar tetap ada, terutama terkait dengan kurangnya komitmen dari pemerintah dan institusi terkait untuk menindaklanjuti kasus-kasus kekerasan.