Konten dari Pengguna

Reforma Agraria Untuk Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Bagus Adil
Alumni Universitas Muhammadiyah Jember Sekarang berprofesi sebagai asisten Notaris
30 Agustus 2023 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bagus Adil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Pribadi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi Penulis
ADVERTISEMENT
Pertanian menjadi salah satu sektor yang mendominasi struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia menurut lapangan usaha dari tahun ke tahun. Terbukti sektor pertanian memberikan sumbangsih besar untuk PDB Indonesia dari tahu ke tahun, untuk sektor industri sendiri, kebanyakan di tiap subsektor disana menggunakan bahan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya.
ADVERTISEMENT
Fakta tersebut mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dalam pengembangan ekonomi rakyat Indonesia.
Menurut penelitian pada tahun 2011 dalam pengantar buku "Generasi Muda : Reforma Agraria" menyatakan bahwasanya 0,2% dari penduduk Indonesia, kurang lebih 460.000 orang menguasai 56% sumber daya nasional. Di dalam konsentrasi 56% ini, tidak kurang dari 62% hingga 87% dalam bentuk tanah. Problematika ataupun tantangan besar di Indonesia sendiri adalah tentang bagaimana mengendalikan dan menyelesaikan masalah sengketa dan konflik agraria/pertanahan dan tata ruang melalui pengelolaan agraria/pertanahan dan tata ruang. Berbagai fakta problematik saat ini menunjukkan bahwa bangsa kita dihadapkan pada kenyataan terus berlangsungnya eksploitasi sumber daya alam termasuk sumber daya agraria yang berorientasi ekonomi semata tanpa memikirkan ataupun paling tidak mengantisipasi dampak yang akan timbul dari tindakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Memahami kompleksitas reforma agraria di Indonesia memerlukan upaya bersama-sama yang tidak semata-mata hanya dari perspektif negara. Meninjau kembali bahwasanya reforma agraria bukanlah kebijakan bisnis, melainkan sebuah gerakan sosial yang mengandaikan adanya integrasi antara pemerintah dan masyarakat untuk membangun narasi bersama membangun bangsa Indonesia ini. Yang mana goals dari hal tersebut adalah perombakan struktur yang timpang sehingga dapat mewujudkan penguasaan sumberdaya agraria yang berkeadilan.
Dalam pidato perayaan HUT RI tahun 1963 yang berjudul "Jalannya Revolusi Kita" (Jarek), Soekarno menegaskan pentingnya pelaksanaan reformasi agraria atau land reform demi tercapainya cita-cita revolusi nasional.
“Revolusi Indonesia tanpa land reform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan omong besar tanpa isi,” kata Bung Karno dalam pidatonya tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan yang sama, Bung Karno juga berkata: “Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan, Tanah untuk Tani! Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap tanah!” Buah dari usainya tahapan pertama reformasi agraria yang dimulai tahun 1963 ialah tersusunnya daftar tanah yang bisa diredistribusikan seluas 337.000 hektar di Pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok.
Petani bukanlah petani jika tidak memiliki tanah. Secara otomatis petani akan bertransformasi menjadi buruh tani dengan ketiadaan tanahnya, seperti yang diketahui tanah adalah bagian vital dari petani. Akan tetapi tidak jarang pemusatan kembali kepemilikan tanah terjadi. Pemusatan ini terjadi disebabkan oleh sedikit upaya redistribusi dan kebijakan pertanian yang telah dilakukan hanya berorientasi pada produktivitas semata. Kemudian di pedesaan sendiri yang kebanyakan petani subsisten tidak dapat bertahan sehingga menjual asetnya yang tidak seberapa, dari peristiwa inilah kembali muncul petani tak bertanah.
ADVERTISEMENT
Jika petani tanpa tanah, apa yang hendak mereka garap? Dunia industri sendiri yang setengah siap pun belum mampu menyerap petani-petani tak bertanah yang kemudian menjadi buruh. Dari masalah ini menimbulkan masalah baru yang mana kebanyakan petani sendiri tidak memiliki softskill dan hardskill yang mumpuni untuk bersaing dalam dunia industri.
Pemerintahan Indonesia yang sudah berdaulat seperti ini sepatutnya memulai langkah untuk menguatkan tekad dalam melaksanakan reforma agraria yang diharapkan dapat membangun kembali petani yang masih dapat mendaulah hidupnya dan juga diharapkan pemerintah kali ini melakukannya dengan metode partisipatif yang memperhatikan kearifan lokal sehingga dapat membangun keswadayaan lokal. Penataan penguasaan tanah ini alangkah baiknya jika dimulai dari unit terkecil terlebih dahulu yakni pedesaan. Saya analogikan seperti membangun sebuah rumah, bagaimana bisa rumah menjadi kuat dan kokoh tanpa membangun pondasi ataupun unit terkecilnya tanpa ditata secara benar dan solid. Oleh karena itu sudah saatnya kita melakukan reforma agraria sebagai upaya dari penguasaan sumberdaya yang berkeadilan.
ADVERTISEMENT