Pernikahan di Era Baru: Tantangan Generasi Muda dan Dampaknya

Putri Aliyya Nurhasanah
Mahasiswa Hukum Keluarga - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
14 April 2024 8:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Aliyya Nurhasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto: iStock
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto: iStock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernikahan, yang secara tradisional dianggap sebagai salah satu tonggak utama kehidupan, kini tampaknya mulai kehilangan posisinya sebagai prioritas utama di kalangan generasi muda Indonesia. Siklus kehidupan yang biasanya belajar, bekerja, lalu menikah, dan mempunyai anak, sedangkan saat ini sangat berbanding terbalik. Fenomena ini terjadi bukan tanpa sebab, berbagai sebab diantaranya yaitu faktor sosial, ekonomi, dan psikologis yang berperan dalam mengubah pandangan mereka tentang pernikahan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Jurnal Registratie karya Indira Setia Ningtias, dalam 1 (satu) dekade terakhir tercatat, angka perkawinan tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan angka 2,31 juta perkawinan. Sedangkan, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 dengan angka perkawinan terendah yaitu 1,57 juta perkawinan. Berdasarkan hasil survei penyebab dari fenomena ini adalah semakin banyaknya peluang bagi para perempuan untuk belajar, mengejar karier, dan mengembangkan potensi diri. Serta, keberadaan laki-laki yang memiliki kondisi ekonomi stabil semakin berkurang karena sulitnya mencari pekerjaan.
Selain itu, dikutip dari cnnindonesia.com, berdasarkan hasil survei alasan generasi muda saat ini menunda pernikahan tidak lain karena 57 persen dari mereka berpikir untuk menikmati hidup dengan mengejar karier sebagai tujuan utama mereka. Sedangkan, 53 persen berpikir untuk menikmati hidup mereka diluar karier dengan hobi dan keluarga mereka.
ADVERTISEMENT
Maka dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi pandangan generasi muda terhadap pernikahan adalah kondisi ekonomi. Di era globalisasi dan ketidakpastian ekonomi ini, membuat banyak anak muda Indonesia menemukan berbagai macam tantangan dalam mencapai stabilitas ekonomi. Hal ini dikarenakan meningkatnya biaya hidup, terutama di kota-kota besar dan pasar kerja yang kompetitif hingga membuat generasi muda berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk menikah. Mereka berpikir bahwa pernikahan akan menjadi beban finansial tambahan yang dapat menghambat pencapaian tujuan pribadi.
Banyak dari mereka yang mengalami pergeseran nilai dan aspirasi, dengan adanya pemikiran mengenai peningkatan nilai pada pendidikan, karier, dan pengembangan diri. Sehingga memilih untuk menunda pernikahan dan mengejar pendidikan yang lebih tinggi atau karier. Dari sini tercipta perubahan paradigma dari “menikah karena harus” menjadi “menikah ketika siap”, baik secara emosional maupun finansial.
ADVERTISEMENT
Fenomena penurunan persentase pernikahan di Indonesia ini dapat menyebabkan berbagai dampak seperti terjadinya perubahan nilai-nilai sosial yang dimana individu akan lebih menekankan kemandirian, pendidikan, dan karier daripada kehidupan keluarga tradisional. Dalam aspek ekonomi, dapat menyebabkan peningkatan partisipasi angkatan kerja, terutama dikalangan wanita yang lebih memilih untuk fokus pada pengembangan karier.
Maka dari itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan yang mendukung berbagai bentuk keluarga, tidak hanya fokus pada keluarga tradisional. Penurunan angka pernikahan di Indonesia dan dampaknya sangat mencerminkan pergeseran nilai dan struktur sosial yang luas.