Ajaran Rasul: Konsep Poligami

Ummi Afifah
Mahasiswi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
7 Desember 2022 15:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ummi Afifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi suami istri. Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suami istri. Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang kerap digunakan untuk melawan syariat adalah poligami. Pada dasarnya poligami merupakan masalah parsial bukan permasalahan prinsip. Akan tetapi, karena propaganda buruk dan pemutaran fakta dari ulah oknum pendukung poligami, membuat poligami adalah hal yang luar biasa. Hal ini berimbas ke syariat seakan syariat menzalimi wanita yang mengizinkan suaminya untuk melakukan poligami. Padahal hakikatnya tidak seperti demikian.
ADVERTISEMENT
Allah Swt berfirman pada surat An- Nisa ayat 3 dijelaskan bahwa Allah Swt tidak melarang poligami, tetapi hanya meluruskan dan membatasi poligami yang sudah berkembang dalam masyarakat sebelum islam datang. Batasan yang diberikan Al- qur’an mencakupi dua hal. Pertama, batasan yang bersifat kuantitatif. Yaitu poligami tidak dibenarkan lebih dari empat orang istri. Batasan kuantitatif menjadi syarat sahnya akad nikah. Artinya, barang siapa yang menikahi seorang wanita karena untuk dijadikan istri yang kelima atau keenam, maka pernikahannya dipandang tidak sah. Kedua adalah batasan yang bersifat kualitatif, jelasnya poligami dapat dilakukan dengan catatan berlaku adil. Batasan kualitatif ini tidak menjadi syarat sahnya pernikahan.
Dalam syariat islam poligami statusnya sebagai solusi, tetapi untuk melakukan poligami tentu mempunyai persyaratan tertentu yang mengaturnya dan tidak mudah. Dalam poligami sendiri, syarat ketatnya adalah harus ada keadilan bagi suami terhadap istrinya dalam pembagian hal dunia. Contohnya rumah dan hari bergilir. Pernyataan "Tidak bisa adil" dalam suatu ayat adalah mengenai isi hati, pembagian kasih sayang dan cinta. Adapun perkara dunia itu wajib adil dilakukan suami.
ADVERTISEMENT
Hukum poligami menurut islam
Poligami hukumnya mubah, kurang tepat jika ada orang yang menyatakan bahwa poligami itu sunah. Sebab lebih sunahnya monogami daripada poligami, karena Rasulullah bermonogami selama 25 tahun dan berpoligami selama 10 tahun.
Memang poligami dibolehkan, namun konteks syariat atas poligami untuk menutupi syahwat adalah hal yang tidak tepat. Bagi yang tidak mendukung poligami, tidak perlu mengatakan bahwa islam tidak adil, kita harus mempelajari lebih dalam tentang poligami dalam syariat. Sedangkan bagi yang mendukung poligami, tidak perlu juga mengatakan hal ini adalah sunah, karena persoalan ini merupakan permasalahan parsial. Akan tetapi, poligami bisa menjadi solusi untuk mereka dalam menghindari zina dan permasalahan lainnya, contohnya jika seorang istri tidak bisa memberi keturunan.
ADVERTISEMENT
Suatu hari, Rasulullah naik ke atas mimbar lalu bersabda,
“Aku tidak melihat ada manusia yang kurang akal dan agamanya, namun mampu meluluhkan nalar lelaki perkasa selain kalian.”
"Siapa yang engkau maksud, wahai utusan Allah?" tanya seorang pria.
"Wanita yang aku maksud," jawab beliau.
"Wahai Rasulullah, mengapa mesti wanita?" tanya seseorang.
"Waspadalah dengan dunia, begitu pula dengan godaan wanita. Karena cobaan yang menimpa bani israil pertama kalinya adalah karena sebab godaan wanita," jawab Rasulullah dengan yakin.
Dari ucapan beliau bisa kita ketahui bahwa umumnya wanita tidak akan nafsu jika melihat aurat pria yang bukan pasangannya. Tetapi, pria sebatas melihat aurat perempuan saja bisa membuat nafsunya naik. Nafsu inilah yang dikhawatirkan membuat dirinya berzina, salah satu dosa besar yang tidak Allah sukai. Sementara itu Allah mengharamkan zina, tetapi sebagai gantinya Allah Swt menghalalkan pernikahan.
ADVERTISEMENT
Itulah hikmah mengapa Allah Swt memperbolehkan poligami bagi suami. Karena nafsu pria sangat besar maka Allah Swt memberikan jalan yang halal dengan pernikahan dan poligami, daripada dirinya jatuh ke dalam perzinaan.
Tentu akan terjadi keterbalikkan bagi yang tidak mendukung poligami, tetapi prostitusi dibiarkan dan didukung. Sebab status poligami sendiri dalam syariat sebagai jalan keluar. Bukan keharusan bagi seorang suami.
Pada suatu hari datanglah Khaulah binti Hakim mendatangi, lalu berkata,
"Wahai Rasul, maukah engkau menikahi Aisyah binti Abu Bakr?" bujuk Khaulah
Nabi Muhammad setuju dan mengkhitbah (melamar) Aisyah, namun belum menggaulinya.
Khaulah tak lega. Sebab itu artinya Rasulullah tetap sendiri. "Jika Rasulullah saw tidak langsung berumah tangga dengan Aisyah, lalu siapakah yang akan menemaninya?" tanya dia
ADVERTISEMENT
Maka Khaulah datang kembali dengan menawarkan agar Rasulullah menikahi Saudah binti Zam'ah, seorang janda berusia 55 tahun. Abdul Hasan 'Ali al-Hasani an-Nadwi dalam Sirah Nabawiyah menyebut saat menikahi Saudah, usia Rasulullah 50 tahun. Namun ada sumber lain yang menyebut ketika itu umur Rasulullah sudah 51 tahun.
Kita harus memahami konsep poligami Rasulullah Saw karena beliau melakukan poligami untuk menolong beberapa janda tua. Tuduhan bahwa orientasi beliau melakukan poligami adalah seks, tuduhan ini tidak sesuai fakta sejarah. Jika poligami yang dilakukan Rasulullah itu orientasinya adalah seks, maka beliau tentu akan memilih wanita muda. Akan tetapi, fakta sejarah membuktikan bahwa istri beliau semuanya adalah janda, kecuali Siti Aisyah.
Dengan demikian, bagi yang mendukung poligami, kalian harus memahami konsep poligami yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau melakukan poligami untuk membantu janda tua, bukan karena nafsu belaka. Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami poligami yang diajarkan oleh Rasulullah.
ADVERTISEMENT