Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Menyikapi Pindah Agama Sebelum Menikah dalam Keluarga
3 November 2021 18:24 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Jeanny Evianty Karoline Haloho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Artikel ini adalah berdasarkan dari pengalaman pribadi saya. Saya adalah seorang perempuan keturunan suku batak beragama kristen yang lahir di Surabaya sampai saya berusia 12 tahun. Kemudian orang tua saya memutuskan untuk kembali ke Medan karena faktor ekonomi keluarga yang sudah memungkinkan kami untuk tinggal di Surabaya.
ADVERTISEMENT
Kemudian saya melanjutkan pendidikan SMP dan SMA saya di Medan. Setelah lulus SMA saya memutuskan untuk merantau ke Jakarta untuk mencari peruntungan dalam bekerja. Dalam perjalanan saya bekerja di Jakarta, saya bertemu dengan laki-laki suku jawa beragama katolik yang sekarang menjadi suami saya.
Pada awal perkenalan kami menyadari bahwa adanya perbedaan agama dan suka di antara kami berdua. Kemudian setelah kami berbicara dan berunding bahwa tidak mungkin ada dua keyakinan dalam satu keluarga, maka saya memutuskan untuk pindah agama ke katolik mengikuti suami saya.
Pada dasarnya agama katolik bukanlah agama yang asing bagi saya karena pada saat saya SD dan SMP saya bersekolah di sekolah katolik. Jadi saya sudah terbiasa akan tata cara ibadah agama katolik dan ajaran agama katolik. Kemudian saya juga nyaman sekali pada saat mengikuti misa. Rasanya lebih tenang dan khusyuk. Selain itu agama kristen dan katolik, secara umum memiliki Tuhan yang sama dan kitab sucinya juga sama. Hanya saja pada agama katolik ada beberapa kitab tambahan dibandingkan dengan kitab suci agama Kristen.
ADVERTISEMENT
Saya memberitahukan orang tua mengenai hal tersebut, ibu saya mendukung keputusan saya tersebut tetapi lain halnya dengan Bapak saya. Bapak saya merasa sedikit kecewa karena merasa anaknya akan berbeda agama dengan beliau padahal beliau sudah berusaha mengajarkan agama dengan sangat baik sehingga beliau merasa gagal. Namun setelah diberi pengertian dan penjelasan, bapak akhirnya bisa menerima dan berbesar hati akan hal tersebut dan memberikan nasihat supaya saya bersungguh-sungguh untuk menjalani agama katolik dan dapat beribadah sesuai ajaran agama katolik dengan baik dan taat.
Sebelum menikah, saya mengikuti pembelajaran pokok mengenai iman katolik atau disebut dengan katekumen. Saya mengikuti katekumen selama kurang lebih 10 bulan. Pada masa katekumen itu pengetahuan saya mengenai agama katolik juga bertambah dan merasa lebih yakin lagi. Setelah selesai katekumen, saya akhirnya menerima sakramen inisiasi yang meliputi sakramen baptis, sakramen ekaristi ( komuni pertama) dan krisma. Karena pada saat saya bayi sudah menerima baptisan kudus dari gereja Kristen, maka pada saat sakramen inisiasi saya tidak lagi mengikuti sakramen baptis.
ADVERTISEMENT
Pada waktu saya melaksanakan misa sakramen pernikahan, orang tua saya datang dan mengikuti misa tersebut dengan baik. Kedatangan orang tua saya adalah bentuk toleransi dan dukungan orang tua kepada anaknya yang berpindah agama. Orang tua dan keluarga saya juga sangat mendukung saya dalam beribadah dengan tata cara agama katolik.
Apabila orang tua dan keluarga saya berkunjung ke rumah, pada saat makan bersama kami berdoa sesuai dengan tata cara agama masing-masing. Dan pada hari Minggu juga saya beribadah ke gereja katolik dan keluarga tetap ke gereja Kristen. Toleransi yang ada pada keluarga saya adalah mau menerima dengan tangan terbuka dan mendukung saya dalam proses pindah agama yang saya jalani sehingga kami tetap dapat hidup berdampingan dengan rukun dan saling menghargai satu sama lain. Semoga cerita saya ini dapat memberikan pengalaman baru bagi pasangan yang menjalani hubungan beda agama seperti yang saya alami.
ADVERTISEMENT