Konten dari Pengguna

Pakaian Wanita: Simbol Kebebasan, Pengekangan, atau Sumber Kejahatan?

nabila aulia
mahasiswi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Universitas Sebelas Maret.
9 Desember 2024 11:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari nabila aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi pakaian wanita (sumber: https://pixabay.com/id)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi pakaian wanita (sumber: https://pixabay.com/id)
ADVERTISEMENT
Diskusi mengenai pakaian wanita merupakan topik yang senantiasa menjadi bahan perbincangan. Sejak dahulu hingga kini, busana yang dikenakan wanita selalu menjadi objek perhatian. Terkadang dianggap sebagai simbol kebebasan, namun di lain waktu menjadi subjek perdebatan, bahkan kadang dituduh sebagai sumber masalah. Mari kita bahas bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Pertama, mari kita tinjau aspek pakaian sebagai simbol kebebasan. Banyak wanita merasa dapat mengekspresikan diri melalui pakaian yang mereka kenakan. Pilihan untuk mengenakan rok mini, celana panjang, gaun, atau apapun merupakan hak mereka. Namun, tidak jarang pula beberapa individu memberikan komentar negatif karena pakaian yang dikenakan dianggap kurang sesuai dengan proporsi tubuh mereka. Sebagai contoh, saya pribadi sangat menyukai gaun selutut, tetapi tidak jarang ada beberapa orang yang melihat saya mengenakan gaun tersebut memberikan komentar yang dapat mengurangi rasa percaya diri saya. "Anda kurang cocok mengenakan gaun seperti itu, kaki Anda terlalu berisi," atau "Sebaiknya Anda mengenakan rok panjang saja daripada itu, karena kurang cocok," merupakan contoh komentar negatif yang sering terdengar.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pakaian juga dapat menjadi bentuk pengekangan. Cobalah mengingat, berapa banyak aturan tentang cara berpakaian yang secara khusus ditujukan kepada wanita? Dari lingkungan sekolah, kantor, hingga ruang publik, wanita seringkali dihadapkan pada lebih banyak aturan berpakaian dibandingkan pria. "Jangan mengenakan pakaian ketat," atau "Roknya kurang panjang," Hal ini yang membuat sebagian orang merasa bahwa pakaian menjadi bentuk kontrol terhadap tubuh wanita.
Lebih ekstrem lagi, ada pandangan yang menyatakan bahwa pakaian wanita dapat menjadi sumber kejahatan. Misalnya, dalam kasus pelecehan seksual atau bahkan pembunuhan dengan korban wanita, tidak jarang ada pihak yang menyalahkan korban karena pakaiannya dianggap "mengundang". Padahal, perlu diingat bahwa kejahatan merupakan kesalahan pelaku, bukan disebabkan oleh pakaian korban.
ADVERTISEMENT
Namun, memang tidak dapat dipungkiri bahwa pakaian memiliki makna sosial dan budaya yang kuat. Di beberapa komunitas, cara berpakaian dianggap mencerminkan nilai-nilai tertentu. Misalnya, ada yang meyakini bahwa pakaian tertutup merupakan simbol kesopanan. Namun di tempat lain, pakaian terbuka mungkin dianggap hal yang biasa.
Inilah letak kompleksitasnya. Pakaian wanita tidak dapat dilihat hanya dari satu sudut pandang. Ia dapat menjadi simbol kebebasan bagi sebagian orang, namun pada waktu yang sama menjadi alat pengekangan bagi yang lain. Bahkan, kedua hal tersebut dapat terjadi bersamaan dalam satu masyarakat.
Contohnya, mari kita lihat fenomena hijab. Bagi sebagian wanita, hijab merupakan pilihan pribadi yang membebaskan. Namun di sisi lain, ada juga yang merasa terpaksa mengenakan hijab karena tekanan sosial atau aturan tertentu. Sungguh kompleks, bukan?
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana solusinya? Mungkin kuncinya terletak pada kebebasan pilihan dan rasa hormat. Wanita seharusnya bebas memilih pakaian apapun tanpa takut dihakimi atau menjadi korban kejahatan. Pada saat yang sama, kita juga perlu menghormati pilihan orang lain yang mungkin berbeda dari kita.
Intinya, pakaian wanita merupakan cerminan dari kompleksitas hubungan antara individu, masyarakat, dan budaya. Ia dapat menjadi simbol kebebasan, bentuk pengekangan, dan sayangnya kadang masih dijadikan alasan untuk menyalahkan korban kejahatan.
Yang terpenting, kita perlu menyadari bahwa di balik setiap pilihan pakaian, ada cerita dan alasan masing-masing. Daripada menghakimi, lebih baik kita membangun masyarakat yang lebih berwawasan dan lebih dapat menghormati pilihan individu. Bukankah Anda setuju?
Jadi, lain kali ketika melihat seseorang mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan selera kita, ingatlah kembali artikel ini. Semoga hal ini dapat membuat kita menjadi lebih bijaksana dalam menyikapi perbedaan. Karena kehidupan sudah cukup rumit, mengapa harus diperumit lagi karena urusan pakaian?
ADVERTISEMENT
Nabila Aulia, mahasiswi S1 Pendidikan Administrasi Perkantoran UNS.