Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Perlunya Penerapan Continuous Audit dalam Penanganan Benturan Kepentingan
31 Oktober 2024 11:41 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Ahmad Sholeh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Benturan kepentingan adalah situasi di mana individu atau pejabat memiliki dua atau lebih kepentingan yang bertentangan, yang dapat mempengaruhi objektivitas dan integritas mereka. Mencegah benturan kepentingan sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan pelayanan yang adil dan berkualitas. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah benturan kepentingan meliputi:
ADVERTISEMENT
a) Adanya transparansi dari Penyelenggara Negara diantaranya dengan ketaatan dalam pelaporan harta kekayaan negara dan deklarasi pengungkapan situasi yang berpotensi terjadi benturan kepentingan.
b) Adanya penerapan kode etik di organisasi yang mampu mendeteksi dini adanya potensi terjadinya benturan kepentingan;.
c) Adanya mekanisme sosialisasi, asistensi, dan bentuk pelatihan lainnya kepada pegawai dan pejabat tentang peraturan dan kebijakan terkait penghindaran benturan kepentingan;.
d) Adanya tata kelola yang baik dalam organisasi, antara lain adanya pemisahan tugas dan fungsi di antara proses bisnis yang saling terkait;.
e) Adanya penerapan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memantau penanganan benturan kepentingan.
Jika tidak dilakukan penanganan dengan efektif, Benturan Kepentingan dapat berdampak buruk secara signifikan, antara lain:
a) Menurunnya trust masyarakat kepada penyelenggara negara akibat dari adanya keputusan yang tidak berintegritas, antara lain keputusan yang menguntungkan pribadi atau pihak tertentu.
ADVERTISEMENT
b) Meningkatnya risiko penyalahgunaan jabatan yang dapat berujung pada tindakan pidana korupsi, akibat dorongan untuk mengambil keputusan yang memperkaya diri sendiri atau pihak lain;
c) Mengurangi independensi dan obyektivitas dalam pengambilan keputusan sehingga mengarah kepada ketidakadilan bagi para pihak terdampak;
d) Menurunnya nilai integritas dan budaya organisasi yang berujung pada terjadinya pelanggaran etika dan moral karena lemahnya pengendalian dari para personel yang berada dalam situasi benturan kepentingan.
Dari beberapa potensi dampak buruk tersebut, penurunan integritas adalah dampak yang seharusnya dapat diantisipasi secara dini oleh pimpinan instansi pemerintah, dengan melihat tren nilai tingkat integritas instansinya. Nilai tingkat integritas pada instansi pemerintah salah satunya tergambar dari angka Indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam skala nilai 0 sampai dengan 100. Indeks SPI Skala Nasional dalam 3 tahun terakhir adalah 72,43 (tahun 2021), 71,94 (tahun 2022), dan 70,97 (tahun 2023). Dari data tersebut terlihat tren penurunan indeks integritas pada lembaga pemerintahan secara nasional dalam 3 tahun terakhir. Selain merilis indeks SPI dalam skala nasional, KPK juga merilis indeks SPI per kategori Kementerian/Lembaga/Daerah yang dapat dijadikan bahan masukan oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Daerah dalam upaya penegakan integritas di linkungannya, termasuk upaya penanganan Benturan Kepentingan agar tidak berujung pada kejadian Tipikor dan pelanggaran hukum lainnya yang menurunkan integritas organisasi.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka penegakan integritas dan pencegahan kasus Tipikor yang diakibatkan oleh situasi Benturan Kepentingan, sejak tahun 2012 pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan terkait penanganan Benturan Kepentingan, diawali dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan. Peraturan Menteri PAN RB ini merupakan acuan bagi Kementerian/Lembaga/Daerah lainnya untuk menerbitkan peraturan sejenis tentang penanganan Benturan Kepentingan yang berlaku di lingkungan instansinya. Saat ini sudah banyak Kementerian/Lembaga/Daerah yang menetapkan peraturan tentang penanganan Benturan Kepentingan bagi instansinya. Misalnya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melalui Peraturan Kepala BPKP Nomor 3 Tahun 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Peraturan KPK Nomor 5 Tahun 2019, Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menkes Nomor 50 Tahun 2016, Kementerian Keuangan melalui Keputusan Menkeu Nomor 475 Tahun 2023, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Inspektorat atau Inspektorat Jenderal selaku Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) seharusnya dapat diperankan secara optimal dalam penegakan integritas dan upaya pencegahan kasus pelanggaran hukum terutama Tipikor yang berawal dari situasi Benturan Kepentingan yang timbul di lingkungan instansinya melalui audit intern yang efektif. Namun, jika dicermati dari berbagai peraturan tentang penanganan Benturan Kepentingan yang diterbitkan Kementerian/Lembaga/Daerah saat ini, belum terlihat mandat yang spesifik dan tegas kepada APIP terkait penanganan benturan kepentingan melalui langkah audit intern, baik audit secara berkala maupun secara berkelanjutan (continuous audit).
Menengok pada beberapa kasus Benturan Kepentingan yang berujung pada Tipikor terutama kasus penerimaan gratifikasi yang melanggar hukum oleh Penyelenggara Negara, kebanyakan terungkapnya kasus tersebut boleh dibilang karena faktor “kebetulan”, antara lain karena gaya hidup mewahnya yang viral di media sosial, bukan karena hasil pengawasan oleh APIP. Diantaranya adalah: (1) Kasus penerimaan gratifikasi oleh RAT senilai lebih dari Rp10 miliar melalui perusahaan konsultan pajak yang dimilikinya. Atas tindakan melawan hukum tersebut, RAT telah divonis hukuman 14 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 7 Maret 2024; (2) Kasus penerimaan gratifkasi oleh AP senilai lebih dari Rp50 milyar yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai penyelenggara negara. AP telah divonis hukuman 12 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 14 Januari 2024.
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut menjadi salah satu indikator bahwa peran deteksi dini oleh APIP terhadap kasus Tipikor yang berawal dari Benturan Kepentingan, perlu ditingkatkan lagi, sehingga ke depannya berbagai kasus Benturan Kepentingan yang berujung Tipikor mampu terdeteksi oleh APIP, bukan karena semata-mata viral di medsos. Atau dengan kata lain peran APIP dalam penanganan Benturan Kepentingan kiranya perlu dipertegas lagi, terutama dalam bentuk audit intern dengan metode yang lebih efektif.
Metode konvensional dalam pelaksanaan audit intern yang dilakukan oleh APIP yaitu audit secara berkala (periodik) saat ini dirasa sudah kurang ampuh lagi, terutama dalam menghadapi perubahan situasi yang sangat cepat dan perkembangan data digital yang makin luas (big data) dan tumbuh semakin pesat. Penerapan audit berkelanjutan dalam penanganan benturan kepentingan atau Continuous Audit of Conflict of Interest (CA-COI) berbasis teknologi digital oleh APIP/Inspektorat/Inspektorat Jenderal perlu dioptimalkan dalam rangka melakukan pencegahan dini secara efektif terhadap kasus-kasus Benturan Kepentingan yang berpotensi menurunkan nilai integritas dan terjadinya pelanggaran hukum berupa tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Melalui penerapan metode audit yang dilakukan secara berkelanjutan atau terus-menerus dengan memanfaatkan teknologi digital yang memungkinkan penilaian risiko dan pengendalian secara berkelanjutan, CA-COI memungkinkan dilakukannya pemantauan dan evaluasi transaksi dan proses secara real-time. Metode ini merupakan peralihan dari audit tradisional dan berkala ke pendekatan yang lebih dinamis dan proaktif, sehingga meningkatkan kemampuan untuk mengelola risiko dan memastikan kepatuhan secara efektif.
ADVERTISEMENT
Dengan memanfaatkan berbagai tools analisis data secara digital, mulai dari penggunaan MySQL misalnya, hingga pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk melakukan analisis data yang lebih luas (big data), pengawasan atas penanganan Benturan Kepentingan oleh APIP melalui metodologi continuous audit tersebut diharapkan mampu mendeteksi lebih dini terhadap berbagai kasus Benturan Kepentingan di Intansi Pemerintah yang berpotensi terjadinya pelanggaran hukum, serta mampu memberikan rekomendasi upaya pencegahan yang tepat dan cepat kepada pemangku kepentingan.
Terkait dengan urgensi pelaksanaan continuous audit tersebut, perlu kiranya bagi pimpinan Instansi Pemerintah untuk menetapkan kebijakan tentang mekanisme pelaksanaan continuous audit oleh APIP dalam melakukan pengawasan intern atas penanganan Benturan Kepentingan di lingkungan instansinya, antara lain melalui koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku instansi yang berperan sebagai pembina dan koordinator APIP.
ADVERTISEMENT