Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Kejar Koruptor Sampai ke Antartika
31 Desember 2024 9:36 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nauval Hali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari-hari terakhir tahun 2024 banyak isu-isu menarik perhatian publik. Salah satu isu yang hangat diperbincangkan soal amnesti koruptor yang disampaikan Presiden Republik Indonesia ke-8 Prabowo Subianto dalam rangka kunjungan mahasiswa asal Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024).
ADVERTISEMENT
Ia memberikan sambutan di hadapan hampir dua ribu mahasiswa yang hadir dan mengatakan. “Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat. Kalau kau kembalikan yang kau curi ya mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya tidak ketahuan. Kembalikan loh ya tapi kembalikan,” kata Prabowo. Yang disampaikan Prabowo itu justru menjadi kontroversial.
Namun pernyataan itu jelas salah karena bertolak belakang dalam pidato kampanyenya “Koruptor akan disikat, akan dikejar sampai antartika,”. Namun Prabowo mengklarifikasi pernyataannya itu, dalam Puncak Perayaan Natal Nasional 2024 di Indonesia Arena, kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2024, ia membantah akan memaafkan koruptor yang sudah merugikan negara, tapi justru meminta mereka untuk bertobat sesuai dengan ajaran agama.
ADVERTISEMENT
"Ada yang mengatakan bahwa Prabowo mau memaafkan koruptor. Bukan begitu. Kalau koruptornya sudah tobat, bagaimana tokoh-tokoh agama? Iya 'kan? Orang bertobat, tetapi kembalikan dong yang kau curi. Enak aja," kata Prabowo.
Dalam pidatonya itu, Prabowo menegaskan kembali janjinya saat pelantikan sebagai Presiden RI pada tanggal 20 Oktober 2024 tentang pemerintahan yang bersih. Ia mengklaim akan menegakkan hukum untuk menghilangkan manipulasi dan korupsi.
Terlepas dari pernyataan Prabowo yang kontroversial jelas amnesti koruptor akan berdampak buruk bagi jangka panjang karena dapat berisiko merusak prinsip keadilan, mengurangi efek jera, dan menurunkan kepercayaan masyarakat.
Di banyak negara yang menerapkan kebijakan amnesti terhadap pelaku korupsi, seperti di beberapa negara Afrika dan Asia, kebijakan ini justru menimbulkan efek negatif yang besar. Alih-alih memberantas korupsi, amnesti malah menciptakan iklim impunitas, di mana para pejabat dan pengusaha merasa bebas melakukan tindakan korupsi tanpa takut dihukum.
ADVERTISEMENT
Contoh yang jelas adalah beberapa negara yang pernah memberikan amnesti, seperti Afrika Selatan, Brasil, dan lain sebagainya. Tetapi setelah kebijakan tersebut diterapkan, praktik korupsi malah semakin meluas dan sistem hukum menjadi lemah.
Sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip hukum, tindakan yang melawan hukum, seperti korupsi, harus dikenakan sanksi yang tegas. Menurut Peneliti Pusat Studi Antikorupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menyebutkan amnesti terhadap koruptor bertentangan dengan prinsip keadilan yang diamanatkan oleh UUD 1945, yang menuntut agar setiap orang, termasuk pejabat publik, tunduk pada hukum dan bertanggung jawab atas tindakannya.
Negara harus menunjukkan ketegasan dalam pemberantasan korupsi, bukan memberikan jalan keluar yang justru mengurangi efek jera bagi pelaku. Bahkan Wakil Presiden ke-11 Boediono mengatakan “Semua pejabat negara siapapun wajib tunduk pada hukum dan menjunjung tinggi amanah rakyat," di kantor Wakil Presiden.
ADVERTISEMENT
Korupsi adalah penyakit yang merusak tatanan negara, memperburuk ketimpangan sosial, dan menghambat pembangunan. Jika kita memberikan amnesti kepada koruptor, maka kita justru memberi sinyal bahwa perbuatan ini bisa diterima dan bahwa mereka yang melakukan korupsi bisa lolos dari hukuman asalkan mereka mengakui kesalahan mereka.
Ini akan menciptakan persepsi bahwa hukum bisa dipermainkan, yang pada akhirnya akan merusak rasa kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara dan pemerintah. Sebagai negara yang ingin maju, kita tidak boleh memberi ruang untuk kebijakan yang melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu, korupsi merupakan kejahatan serius yang merugikan banyak orang. Memberikan amnesti dapat dianggap sebagai pengampunan terhadap kejahatan yang keji dan tidak adil bagi korban. Bahkan tidak ada jaminan koruptor akan benar-benar mengembalikan semua aset yang dicuri. Selain itu, tindakan ini dapat memberikan sinyal yang salah bahwa korupsi dapat dimaafkan asalkan mengembalikan uang.
ADVERTISEMENT
Memberikan amnesti kepada koruptor sama halnya dengan memberikan pengampunan kepada seorang pencuri yang telah merampok rumah orang lain, dengan alasan bahwa si pencuri telah mengakui perbuatannya. Jika kita memaafkan pencuri tersebut tanpa menghukum, maka kita akan menciptakan situasi di mana tindakan mencuri dianggap sebagai hal yang dapat diterima dan tanpa konsekuensi.
Sebagaimana pencurian adalah kejahatan yang harus dihukum untuk menjaga rasa keadilan dan ketertiban, begitu pula korupsi yang harus dihukum agar masyarakat percaya bahwa negara tidak mentolerir ketidakjujuran dan penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu, memberikan amnesti kepada koruptor adalah seperti memberikan lampu hijau kepada penjahat untuk terus melakukan kejahatan. Tindakan ini dapat memicu gelombang kejahatan baru dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Bahkan memberikan amnesti kepada koruptor seperti memberi hadiah kepada seorang anak yang telah melakukan kesalahan besar. Alih-alih memberikan efek jera, tindakan ini justru dapat mendorong perilaku yang sama di masa depan, baik bagi pelaku maupun orang lain.
ADVERTISEMENT