Apresiatif dan Seremonial: Bukti Indonesia Negara Penuh Euforia

Rivyan Bomantara
Account Executive di YVERMOR.
Konten dari Pengguna
11 Mei 2021 18:33 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rivyan Bomantara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Indonesia. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Indonesia. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia merupakan negara paling apresiatif di dunia. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun ke belakang pemerintah telah menominasikan pelanggar-pelanggar sebagai duta dalam bidang tertentu. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk membina pelanggar tersebut dan agar pemerintah dibantu kampanye hal positif.
ADVERTISEMENT
Masih lekat di ingatan saat Zaskia Gotik melakukan penghinaan terhadap lambang negara pada 2016 silam. Dalam sebuah acara televisi, ia menyebut tanggal Proklamasi Republik Indonesia pada tanggal 32 Agustus serta menyebut lambang dari sila kelima Pancasila sebagai ‘Bebek Nungging’.
Entah jenis komedi apa yang coba ia tawarkan pada saat itu. Hal tersebut nyaris membuatnya dijerat pidana, beruntungnya ia dimaafkan oleh pelapor. Zaskia kemudian berkunjung ke putri dari Soekarno, yaitu Rachmawati Soekarnoputri untuk meminta wejangan. Ia juga dibekali buku berjudul ‘Hari Lahir Pancasila’ oleh Rachmawati. Selain itu, ia juga menyambangi gedung DPR dan Departemen Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di MPR RI kemudian memintanya menjadi duta Pancasila dengan tujuan tidak mengulangi kesalahannya serta ikut mengampanyekan pengetahuan terkait empat pilar MPR RI yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 45, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.
ADVERTISEMENT
Selain itu ia juga dinobatkan sebagai dokter Pancasila oleh Direktur dokter klinik Pancasila, Dodi Susanto. Ia diharapkan mampu membuat diary terkait Pancasila dan mensosialisasikan Pancasila ke berbagai kalangan. Kasus Zaskia Gotik bukanlah satu-satunya contoh ironisnya negara ini.
Siapa yang tidak ingat persoalan sejumlah remaja pemetik Edelweis di Taman Nasional Gunung Rinjani yang dimaafkan dan dijadikan duta pelestari Edelweis? Atau saat seorang pengendara sepeda motor di Bintaro melakukan freestyle tanpa helm, STNK mati, dan BKPB hilang yang alih-alih ditilang malah diberikan penghargaan oleh polisi lalu lintas Tangerang Selatan. Tidak tanggung-tanggung, bahkan polisi setempat memberikan satu unit sepeda motor kepadanya.
Baru-baru ini viral seorang warga yang beribadah menggunakan masker di salah satu masjid di Bekasi, Jawa Barat dipaksa untuk melepas maskernya oleh salah satu pengurus masjid. Pengurus lain juga ikut menasihati warga tersebut agar melepas maskernya sebab sudah dijamin di Al-Qur'an bahwa masjid merupakan tempat aman.
ADVERTISEMENT
Mungkin pengurus masjid tersebut belum tahu bahwa semua masjid, sekalipun masjid suci yang ada di Makkah dan Madinah mewajibkan jemaahnya untuk menggunakan masker ketika beribadah guna mencegah penyebaran COVID-19.
Seperti yang seharusnya terjadi di negara apresiatif, pengurus tersebut dinominasikan sebagai duta masker atau duta protokol kesehatan oleh warga yang dipaksa untuk melepas masker tersebut.
Dari sini juga bisa dilihat bahwa selain salah satu negara paling ramah menurut situs Rough Guides, Indonesia merupakan negara paling apresiatif. Siapa yang melanggar akan dijadikan duta. Sayangnya hal tersebut tidak diterapkan dalam kasus-kasus korupsi. Kalau tidak, jumlah duta anti-korupsi di Indonesia takkan terhitung saking banyaknya.
Selain apresiatif, Indonesia juga merupakan negara seremonial. Contohnya pada saat eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menggelar seremoni untuk merayakan sembuhnya tiga pasien pertama COVID-19. Terawan merayakannya dengan membagi oleh-oleh berupa jamu. Tentunya seremoni tersebut mengundang kerumunan, tak heran mayoritas publik menganggapnya konyol dan meminta Terawan untuk berhenti bercanda.
ADVERTISEMENT
Lalu pada Januari lalu saat PT Bio Farma (Persero) melakukan upacara pelepasan vaksin di Bandung. Seremoni dimulai dengan pidato singkat, kemudian truk-truk yang memuat vaksin tersebut dilepas dengan kibaran bendera Bio Farma lengkap dengan confetti seperti akan memulai sebuah balapan. Belakangan diketahui bahwa vaksin tersebut belum mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM.
Di Pekanbaru, Riau, bahkan ada tugu lucu setinggi 4 meter berbentuk virus Corona. Objek wisata tersebut berada di kawasan objek wisata Asia Farm. Tugu tersebut dibuat sebagai pengingat sejarah bahwa pandemi pernah ada.
Sejak dulu Indonesia seakan memiliki kultur simbolis. Segala sesuatu yang dianggap monumental akan diselenggarakan seremoni. Hal tersebut membuat Indonesia seperti negera hura-hura atau negara euforia. Entah kapan para pemangku jabatan mulai belajar untuk bekerja dalam diam. Presiden Joko Widodo sering berbicara tentang ‘kehadiran negara’, namun seperti apa yang terjadi di lapangan, kehadiran negara hanya sebatas kegiatan seremonial belaka.
ADVERTISEMENT
Oleh Rivyan Bomantara, Anggota Bidang PTKP HMI ISIP UMM.