Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Jadikan NIK sebagai NPWP
8 September 2023 21:04 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dedi Ardianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setiap tahun, Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Demi mempermudah pelaporan oleh Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berupaya memberikan kemudahan-kemudahan lewat berbagai fasilitas. Selain cara pelaporan manual, DJP telah menyediakan fasilitas pelaporan secara online.
ADVERTISEMENT
Direktorat Jenderal Pajak mengimbau kepada khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi untuk segera melaporkan SPT Tahunan PPh. Bagi Wajib Pajak batas waktu penyampaian SPT Tahunan setiap tahun pada tanggal 31 Maret.
Namun demikian Wajib Pajak Orang Pribadi masih tetap bisa menyampaikan dengan konsekuensi terkena denda administrasi. Hal ini disebabkan karena pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan oleh DPR RI tanggal 7 Oktober 2021 sehingga sistem Direktorat Jenderal Pajak mengalami penyesuaian yang membuat Wajib Pajak kerap menyampaikan laporan SPT-nya mendekati batas waktu yang ditentukan.
Banyak juga yang baru melaporkan SPT pajak di hari terakhir. Akibatnya, website DJP pun down dan tidak bisa diakses karena traffic yang sangat padat. Ujungnya tidak sedikit Wajib Pajak yang akhirnya batal lapor. Berikut beberapa alasan yang membuat Wajib Pajak malas atau telat melaporkan SPT:
ADVERTISEMENT
Turunan dari Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), per tanggal 1 Januari 2024 diresmikan NIK menjadi NPWP salah satu perwujudan kebijakan Satu Data Indonesia yang mana saat ini pemerintah sedang merancang kebijakannya sebagaimana yang diatur dalam PP 39 tahun 2019 yang tujuannya mengintegrasi semua pelayanan publik hanya menggunakan satu nomor identitas kependudukan.
Dasar hukum kebijakan pemadanan NPWP diganti NIK merujuk pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) No. 7 tahun 2021 Pasal 2 Ayat (1a) UU KUP sebagaimana terakhir diubah menjadi UU HPP yang berbunyi “Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan Nomor Induk Kependudukan”.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya Pasal 2 ayat (10) UU KUP “Dalam rangka penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna Menteri Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan” dan pelaksanaannya diatur dalam PMK No.112 Tahun 2022 yang diterbitkan pada tanggal 8 Juli tahun 2022.
Dengan demikian, antar instansi Pemerintah saling berkolaborasi antara Disdukcapil di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri dan Direktorat Jenderal Pajak di bawah nauangan Kementerian Keuangan demi meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya.
Dari sisi administrasi, UU HPP menutup celah aturan yang masih ada dan mengadaptasi perkembangan baru kegiatan bisnis saat ini. Hal ini berkaitan dengan maraknya kegiatan bisnis yang berbasis digital mengikuti pesatnya kemajuan teknologi informasi.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP akan memperkuat aspek keadilan dalam hal beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak, serta keberpihakan untuk mendukung penguatan sektor UMKM yang merupakan pelaku utama ekonomi nasional.
Dengan demikian, bagi masyarakat yang memiliki penghasilan belum memiliki NPWP maka sebaiknya membuat NPWP yang saat ini sudah bisa dilakukan secara online. Dan bagi Wajib Pajak data nya merasa belum valid dengan NIK, maka pastikan sudah memiliki EFIN dan bisa dilakukan pemadanan secara mandiri dalam website DJP Online.
Tahun 2021 rasio kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan menyentuh angka 84 persen. Data milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan, per 31 Desember 2021, SPT Tahunan 2020 tercatat mencapai 15,97 juta dari 19 juta wajib pajak yang wajib melaporkan SPT.
ADVERTISEMENT
Realisasi kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak dan membayar pajak sepanjang 2022 mencapai 83,2 persen. Laporan ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo pada medio Januari 2023.
Angka tersebut sebenarnya turun dari realisasi 2021 yang mencapai 84,07 persen. Namun, capaian tersebut sudah melebihi target yang dipasang, yakni 80 persen.
Dikutip dari Kontan.co.id, target SPT tahunan pada 2022 adalah sebanyak 19 juta wajib pajak yang terdiri dari 1,65 juta wajib pajak perusahaan dan 17,35 juta wajib pajak pribadi. Jika persentase kepatuhan 83,2 persen, maka SPT pajak 2022 yang dilaporkan baru 15,8 juta pelaporan.
Oleh sebab itu, kita sebagai Warga Negara Indonesia sangat terbantu sekali dengan perkembangan aturan tersebut yang sesuai dengan slogan “Pajak kita, untuk Kita” bahwasanya pajak yang kita bayar dijadikan sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
ADVERTISEMENT
Pajak digunakan untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan. Contoh fungsi pajak ini adalah menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pelayanan publik lainnya.