Konten dari Pengguna

Ekspor Pasir Laut, Demi Rakyat Atau Cuan?

Maria Ulfa Wulandari
Seorang mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan sarjana di program studi Ilmu Komunikasi Jurnalistik, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
3 November 2024 9:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maria Ulfa Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Foto Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Foto Pribadi
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, berita tentang ekspor pasir laut sedang ramai dibicarakan. Pasalnya, ekspor pasir laut ini telah mengalami penolakan selama 20 tahun, sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2003. Namun, saat ini, pemerintah Jokowi membuka kembali ekspor tersebut. Lantas, apa sebenarnya alasan di balik kebijakan ini? Benarkah untuk kepentingan rakyat atau sekadar untuk meraup cuan?
ADVERTISEMENT
Di ujung masa jabatannya, bukannya ‘berkemas’, Presiden Joko Widodo justru membuat ulah dengan membuka kembali ekspor pasir laut yang akan sangat merugikan Republik ini. Rencananya, ekspor pasir laut ini akan dilakukan di sejumlah wilayah, seperti Pulau Bintan, Lingga dan Karimun di Kepulauan Riau. Pembukaan kembali ekspor pasir laut ini diatur lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimen di laut.
Berdasarkan peraturan tersebut, Presiden Jokowi membuka kesempatan bagi sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut. Jokowi beralasan bahwa yang diekspor bukanlah pasir laut, melainkan hasil sedimentasi laut yang dianggap mengganggu jalur pelayaran kapal. Hasil sedimentasi laut yang dimaksud adalah lumpur dan pasir laut. Jika lumpur laut yang diekspor, maka hal tersebut salah kaprah karena lumpur bukan materi yang bisa dipakai untuk menguruk pantai atau membuat pulau. Lumpur bisa terbawa ombak, sehingga bahan utama yang dapat digunakan dalam pembuatan daratan baru adalah pasir.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, pemerintah berdalih bahwa ekspor pasir laut ini bertujuan untuk menjaga kebersihan laut. Namun, ini seolah-olah memberikan citra positif, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Banyak dampak buruk yang diakibatkan dari ekspor pasir laut ini. Ekstraksi pasir laut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem laut yang parah, termasuk hilangnya habitat biota laut dan perubahan arus yang dapat mengganggu kehidupan nelayan.
Kita bisa menduga siapa yang akan diuntungkan dari proyek ini, tentulah para pemegang kepentingan. Lagi-lagi, yang dirugikan adalah rakyat, terutama penduduk pesisir tempat lokasi pasir ini dikeruk. Omong kosong, jika kebijakan ini dibuat untuk kepentingan rakyat. Bukti nyata terlihat dari nelayan kesulitan melaut akibat adanya kapal pengeruk yang mengambil sampel pasir laut. Bayangkan, baru pengambilan sampel saja sudah merugikan nelayan, apalagi jika kebijakan ini dilakukan secara terus menerus. Dalam jangka panjang, nelayan akan kehilangan mata pencariannya, yang pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan keluarga mereka.
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, ikut mengkritisi mengenai ekspor pasir laut ini. Dalam cuitannya di Twitter, ia mengatakan pasir atau sedimen sangat penting untuk keberadaan masyarakat. Ia meminta agar pemerintah tidak mengekspor pasir laut, melainkan mengembalikannya ke tanah daratan dan sawah-sawah masyarakat di Pantura. Pandangan ini menunjukkan bahwa kebijakan ini seharusnya lebih mempertimbangkan aspek kesejahteraan masyarakat.
Satu hal yang perlu dikhawatirkan adalah dampak ekonomi jangka panjang dari ekspor pasir laut. Negara tetangga, Singapura, akan membeli pasir laut tersebut dengan harga yang murah karena lokasi yang berdekatan dengan Indonesia. Ini berpotensi memperluas wilayah Singapura dan sekaligus mengurangi luas wilayah Indonesia, akibat pulau-pulau kecil yang tergerus oleh ekspor pasir laut ini. Selain itu, kerugian ekonomi bagi nelayan lokal dan masyarakat pesisir dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial di daerah-daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan ini tampaknya lebih mengedepankan kepentingan kekuasaan daripada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Jika kita terus menerus mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang, kita akan meninggalkan warisan yang buruk bagi generasi mendatang. Kerusakan lingkungan yang dihasilkan dari ekspor pasir laut ini dapat menyebabkan masalah yang lebih besar di masa depan, ini bukanlah hal yang remeh temeh.
Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai masyarakat untuk bersuara dan meminta pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan-kebijakan yang diambil, terutama jika kebijakan tersebut merugikan rakyat. Kita tidak bisa hanya berdiam diri dan menerima apapun yang diputuskan pemerintah.
Kita harus tetap berpikir kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak masuk akal yang dibuat pemerintah. Sebagai warga negara yang memiliki kepedulian, kita harus berpartisipasi dalam memperjuangkan masa depan yang lebih baik untuk bangsa kita. Mari kita jaga laut kita, keberlanjutan ekosistem, dan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, ekspor pasir laut bukan hanya sekadar kebijakan ekonomi, tetapi juga sebuah tantangan bagi lingkungan. Mari kita pikirkan dengan matang, jangan sampai kita mengorbankan masa depan demi keuntungan jangka pendek.