Konten dari Pengguna

QRIS, GPN, dan Negosiasi Tarif Trump: Dampaknya terhadap Sistem Pembayaran

Usman Hidayat
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi di Universitas Pamulang
20 April 2025 19:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Usman Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bendera Indonesia Dan Amerika/ https//Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bendera Indonesia Dan Amerika/ https//Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Di tengah ketegangan perdagangan global, sistem pembayaran digital Indonesia kembali menjadi sorotan, khususnya oleh Amerika Serikat dalam konteks negosiasi tarif era Trump. QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) dianggap sebagai bentuk proteksionisme digital oleh AS karena dinilai membatasi akses perusahaan asing seperti Visa dan Mastercard dalam sistem pembayaran domestik. Namun, di balik isu geopolitik ini, tersimpan pelajaran penting tentang akuntansi dan ekonomi dasar dalam pengelolaan keuangan nasional.
ADVERTISEMENT
QRIS dan GPN dalam Perspektif Ekonomi Dasar
Dari sudut pandang ekonomi mikro, QRIS dan GPN memberikan efisiensi transaksi, mengurangi biaya pembayaran, serta memperluas akses layanan keuangan (inklusi keuangan). Ekonomi makro melihatnya sebagai alat untuk mendorong transaksi non-tunai, meningkatkan transparansi, dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional terhadap guncangan eksternal.
Konsep opportunity cost juga relevan: Indonesia memilih untuk mengembangkan sistem pembayaran sendiri, dengan harapan menekan ketergantungan pada sistem luar negeri. Namun, ini berpotensi menimbulkan biaya diplomatik dan perdagangan, seperti potensi kenaikan tarif oleh AS.
Dampaknya terhadap Akuntansi dan Laporan Keuangan
Dari perspektif akuntansi dasar, sistem pembayaran seperti QRIS dan GPN memengaruhi proses pencatatan transaksi. Usaha kecil dan menengah (UKM) yang sebelumnya berbasis tunai kini terdorong untuk melakukan pencatatan yang lebih rapi dan terdigitalisasi. Ini berkaitan dengan prinsip reliability (keandalan) dan relevance (keterkaitan) dalam penyusunan laporan keuangan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, adopsi sistem digital ini mempercepat integrasi data keuangan secara real-time, yang memungkinkan pencatatan kas masuk dan keluar menjadi lebih akurat dan audit-friendly, sebuah elemen penting dalam siklus akuntansi.
Negosiasi Tarif dan Tantangan Kebijakan Fiskal
Jika AS memutuskan menaikkan tarif atau melakukan pembalasan ekonomi atas penerapan QRIS dan GPN, hal ini bisa berdampak pada ekspor Indonesia. Dari sudut akuntansi sektor publik, potensi penurunan penerimaan negara dari bea ekspor perlu diwaspadai karena akan memengaruhi postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di sisi fiskal, pemerintah harus siap dengan skenario penyesuaian belanja atau insentif untuk menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi.
QRIS dan GPN bukan sekadar inovasi teknologi finansial, tapi juga alat strategis dalam kedaulatan ekonomi. Dalam konteks negosiasi tarif dengan AS, keberadaan mereka memunculkan diskusi serius mengenai kemandirian sistem keuangan nasional. Bagi pembelajar ekonomi dan akuntansi, isu ini memperlihatkan bagaimana konsep dasar seperti efisiensi, pencatatan transaksi, hingga pengaruh kebijakan luar negeri bisa terhubung secara nyata dalam kebijakan publik.
ADVERTISEMENT