Film Darurat Sekolah Dikepung Iklan Rokok, Analisa Circuit of Culture

Uswah SahaL
Student of Literary and Cultural Studies Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
21 Oktober 2023 12:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Uswah SahaL tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Film ini diawali dengan seorang anak kecil berusia dua tahun yang merokok dan dikelilingi orang-orang dewasa di sekitarnya, bahkan kasus tersebut menjadi viral dan menarik media luar yang akhirnya melakukan penelitian tentang rokok di Indonesia. Rupanya, film dokumenter ini merupakan hasil kerjasama Yayasan Galang Anak Semesta (Mataram), Yayasan Lentera Anak (Jakarta), dan Ruandu Foundation (Padang). Ketiga yayasan ini bergerak dibidang perlindungan anak dengan kerjasama Pratama Pictures.
Foto Tangkapan Layar Film Darurat Sekolah Dikepung Iklan Rokok
Film dokumenter ini tayang perdana di Jakarta pada bulan Februari 2017 dan Screening di bulan Februari 2017 tepatnya di Lombok Raya Ballroom dan dirangkai dengan press conference. Kemudian setelah tiga hari setelah film dokumenter ini ditayangkan di lombok dengan ditonton oleh seluruh lapisan masyarakat dan awak media, iklan-iklan yang tadinya terpasang di depan sekolah pun dicabut. Berkat bantuan para awak media yang turut membantu mempublikasikan berita tentang bahaya iklan rokok
ADVERTISEMENT
Dalam pengamatan saya, film ini mendokumentasikan dampak dari iklan yang ada di sekitar sekolah yang kuat dampaknya sehingga para siswa bisa membeli rokok kapanpun mereka mau. Bahkan para siswi juga ada yang ikut merokok. Mereka juga bisa membeli rokok secara eceran, 1 batang, 2 batang, dan bahkan 1 bungkus. Dalam film ini dijelaskan secara jelas bagaimana para siswa dan siswi juga memiliki tempat favorit untuk merokok. Biasanya mereka berkumpul di tempat favoritnya masing-masing untuk mengobrol sambil merokok setelah pulang sekolah.
Selain persoalan dampak banyaknya iklan rokok terhadap remaja, film ini juga secara jelas menekankan bahwa aktivitas bahaya merokok dapat dilihat dari sebuah film yang dokumenter. Sekolah dikepung Iklan Rokok menggambarkan bagaimana sekolah, sebagai tempat pendidikan diberikan pengaruh yang cukup besar lewat iklan rokok yang terpampang jelas di depan sekolah. Para warung yang seharusnya tidak menjual rokok kepada siswa, juga ikut menjual rokok. Sehingga memberikan dampak yang buruk bagi siswa yang seharusnya belum mengenal rokok di umur mereka yang masih dini. Mengapa hal ini bisa terjadi?
ADVERTISEMENT
Sumber daya tembakau di Indonesia yang cukup melimpah serta harga rokok di Indonesia yang relatif murah dibandingkan dengan negara-negara lain memiliki dampak rokok bisa dikonsumsi oleh siapapun, termasuk anak di bawah umur. Ditambah lagi, rokok bisa dibeli perbatang di warung-warung pinggir jalan. Sehingga lebih mudah untuk dibeli oleh pelajar dengan uang jajan mereka. Dalam film tersebut, peneliti melihat para pelajar di SMPN 13 Mataram dengan mudahnya merokok dikarenakan warung-warung di depan sekolah yang menjual aneka ragam rokok yang dijual bebas. Selain warung yang menyediakan rokok, para pelajar juga terpengaruh oleh iklan-iklan rokok yang terpampang jelas di sepanjang jalan dan sekitar kawasan sekolah.
Dalam film tersebut juga dijelaskan bagaimana keberadaan rokok di negara-negara maju justru tidak menghadirkan iklan-iklan di samping-samping jalan, bahkan untuk mendaptkannyapun cenderung susah lantaran harganya yang mahal. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang ada di negara tersebut mengingat jumlah kematian sangat tinggi akibat rokok. Berbeda dengan di Indonesia yang justru menargetkan anak-anak remaja sebagai pasar potensial yang akan menjadi pelanggan candu nikotin jangka panjang. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya iklan rokok di tempat-tempat umum dan iklan televisi dan media sosial yang menjadikan anak muda sebagai brand ambassador dalam rokok yang kemudian diikuti. Di Indonesia pula perusahaan rokok kerap kali menjadi penyumbang dan pemberi beasiswa kepada masyarakat. Dalam fim tersebut juga dijelaskan bahwa iklan rokok menjadi sponsor dalam konser bintang luar negeri yang dihadiri ribuan penonton mulai remaja hingga orang-orang dewasa. Penargetan ini tentu bukan tanpa alasan.
Istockphoto
Hal ini justru menjadi startegi industry rokok untuk terus berkembang dengan cara mengganti pelanggan tua yang telah meninggal lebih cepat karena penyakit terkait rokok. Karena itu, di Indonesia, di mana industri rokok leluasa menjual dan mempromosikan rokok akibat pengendalian tembakau yang lemah, iklan tembakau (rokok) di luar ruang banyak sekali yang dipasang di dekat sekolah. Industri rokok mendekatkan paparan iklan rokok pada mata dan pikiran anak-anak sekolah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dilansir Indonesian Global Burden of Study pada pada tahun 2017, merokok merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan, terutama di kalangan laki-laki. Di Indonesia, kelaziman merokok di antara laki-laki 15 tahun ke atas mencapai 67%. Kemudia pada tahun 2018 anak laki-laki 13-14 tahun (35,5% tahun 2019) termasuk yang tertinggi di dunia.Meski demikian, Indonesia masih belum termasuk di antara 181 penandatangan Framework Convention of Tobacco Control WHO. Akibatnya, upaya pengendalian tembakau lemah.
Pada scene film di awal-awal, pesan bahaya rokok dalam film ini juga digambarkan sangatlah jelas. Pabrik rokok sendiri sudah mengingatkan bahaya merokok dalam tiap kemasannya. Bahwasanya “merokok itu membunuhmu” atau “merokok sebabkan kanker mulut” hal tersebut bahkan disertakan gambar yang sangat jelas. Di dalam kemasan rokok juga sudah tertera batasan umur yang dibolehkan membeli rokok. Yaitu di atas 18 tahun. Sedangkan para siswa siswi SMP sendiri, belum menginjakkan umur 17 tahun. Sehingga masih sangat dini sekali untuk mengkonsumsi rokok.
Istockphoto
Data-data tersebut menunjukan fakta bahwa merokok jelas berakibat pada buruk pada kesehatan masyarakat Indonesia. Merokok merupakan faktor yang berakibat sangat besar terhadap munculnya berbagai penyakit. Seorang perokok mempunyai risiko 2 sampai 4 kali lipat untuk terserang penyakit jantung koroner dan memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang penyakit kanker paru dan penyakit tidak menular (PTM) lainnya. Dengan segala kemudahan media komunikasi, khalayak dapat menerima pesan dari segala sumber. Bahkan dapat terpengaruh oleh tren yang ada di media sehingga merubah perilaku khalayak. Salah satu media yang cukup berpengaruh bagi khalayak, salah satunya adalah film. Karena film menayangkan audio dan visual yang mudah ditangkap oleh manusia. Sehingga dapat mempengaruhi penontonnya lewat pesan-pesan yang terdapat dalam film.
ADVERTISEMENT
Lantas apa kaitannya dengan circuit of culture? Teori Sirkuit Kebudayaan (Circuit of Culture) oleh Stuart Hall. Teori ini dicetuskan oleh Hall pada tahun 1983 di Inggris, utamanya University of Birmingham, tempat dimana Hall bekerja dan mengajar. Konsep sirkuit budaya dicetuskan oleh Stuart Hall (1997) dimana terdiri dari beberapa aspek, yaitu produksi, konsumsi, regulasi, identitas dan representasi. Menurut Hall, representasi merupakan focus utama dalam produksi budaya dan inti dari circuit of culture. Dalam sirkuit budaya, makna dapat diperoleh dari aspek yang berbeda-beda, yang kemudian makna lah yang memberikan rasa tentang identitas.
ADVERTISEMENT
Kelima aspek ini saling berkaitan dan melengkapi satu dengan yang lainnya. Sebagai aspek pokok, representasi merupakan produksi makna melalui bahasa. Makna tersebut yang akan menciptakan identitas. Selanjutnya, akan ada yang memproduksi dan mengonsumsi produk budaya tersebut, yang turut melahirkan regulasi tertentu terkait produk budaya. Lalu, apa hubungannya dengan rokok yang sudah dibahas di atas tadi?
Jika kita perhatikan lebih jelas, dari sekian banyak jenis rokok yang dibuat, banyak diantaranya memiliki jenis yang sama. Semuanya hampir memiliki fungsi utama dan target konsumen yang sama. Dalam sebuah pertanyaan dalam film tersebut, seorang remaja ditanya alasan mengapa dia merokok Malboro, dengan mudah dia menjawab karena dia cowboy. Banyak dari kebanyakan remaja beranggapan bahwa rokok itu keren, rokok itu menyenangkan dan rokok itu seksi. Kepercayaan yang tertanam inilah yang akhirnya menyebabkan pola produksi rokok juga semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Dalam salah satu elemen circuit of culture proses produksi dapat berproses bukan hanya dipengaruhi oleh bahan baku saja, namun juga dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi atau demand (permintaan konsumen). Dalam kasus iklan rokok, banyaknya konsumen yang senang dan mengidolkan selebritas anak muda membuat para pencipta atau produsen membuat sejumlah karya bentuk iklan yang baru yakni dengan melibatkan selebritas yang memiliki penampilan coboy, sehingga hal tersebut seolah menjadi simbol yang mewakili anak muda. Namun dengan demikian, para produsen pun tetap berlomba untuk bersaing dalam proses produksinya. Sebab, untuk berhasil mendapatkan nama dan atensi dari para pengguna internet atau netizen, proses produksi perlu untuk diperhatikan dan disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi juga.
Berkaitan dengan sebuah regulasi rokok di Indonesia akhirnya menjadi perkara yang sulit bagi pemerintah mengingat ribuan orang bergantung pada pekerjaan ini. Sehingga ketika ada kebijakan atau regulasi pemberhentian pekerja tentu akan mengakibatkan PHK masal yang justru akan berdampak pada permasalahan sosial seperti pengangguran dan kejahatan. Para perempuan di Indonesia kebanyakan bergantung pada pekerjaan ini, hal ini sejalan dengan apa yang saya amati di Kabupaten saya Bojonegoro. Diketahui Kabupaten Bojonegoro menjadi salah satu penghasil tembakau terbaik di Indonesia, perempuan yang lulus dari SMP atau SMA kebanyakan melamar sebagai pekerja di pabrik rokok di desa saya. Perusahaan rokok berhasil membantu memberikan lapangan kerja. Tak hanya itu saja, rokok juga menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar negara, sehingga dalam etika peraturan rokok di Indonesia atau regulasi masih menjadi sesuatu yang sulit ditegakkan karena masih cenderung dipengaruhi oleh banyak hal dan kepentingan.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Junifer, C. (2016). Brightspot market sebagai representasi identitas "cool" kaum muda di Indonesia. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi. 21(1): 109-131.
Hall, Stuart. 1997. Representation: Cultural Representation and Signifying Practices. London: Sage.