news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menilik Kejayaan Industri Gula Terbesar yang Kini jadi Museum De Tjolomadoe

Uswah SahaL
Student of Literary and Cultural Studies Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
17 November 2022 21:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Uswah SahaL tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke 48, pada Kamis-Senin, tanggal 17-21 November 2022 saya berkesempatan mengunjungi obyek wisata sejarah, De Colomadoe, Karanganyar Jawa Tengah. Rupanya dibalik gagahnya bangunan tua ini, museum De colomadoe memiliki kekayaan sejarah yang luar biasa.
Dok: pribadi
Kali pertama masuk museum, mata saya disuguhkan langsung dengan tatanan mesin produksi berwarna abu-abu yang memiliki ukuran raksasa. Rupanya mesin ini sudah berusia ratusan tahun.
ADVERTISEMENT
Berada di Jalan Adi Sucipto No.1 Malangjiwan, Colomadu, dibangun pada tahun 1861 atas pertimbangan Mangkunegara IV (1853-1881) untuk kegiatan bisnis. Menurut sejarah, tempat ini awal mulanya adalah pabrik gula terbesar yang menjadi bukti majunya industri gula Indonesia kala itu. Selain memiliki potensi dalam hal perkebunan tebu yang dapat mendorong industri gula, saat itu produk gula sangat dibutuhkan dalam pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Konon, gula menjadi sumber penghasilan selain pajak. Sebagai seseorang yang pandai melihat peluang Mangkunegara IV memerintahkan seorang ahli berkebangsaan Jerman yang bernama R. Kampf untuk mendirikan pabrik gula. Berkat kerjasama itulah semua alat-alat pabrik didatangkan langsung dari Eropa.
Salah satu alat produksi di museum De-Tjolomadoe (pribadi)
Rupanya nama Colomadu bukan sekadar nama, penamaan ini diberikan langsung oleh Mangkunegara IV yang memiliki arti gunung madu dengan tujuan menjadi industri gula tetap bertahan dan menjadi sumber pendapatan kekayaan yang menyerupai sebuah gunung.
ADVERTISEMENT
Lambat laun, setelah mulai produksi. Pada tahun 1862 hasil dari pabrik ini telah didistribusikan ke pasar-pasar lokal seperti wilayah Banda Neira (Maluku) dan luar negeri seperti Belanda dan Singapura.
Sementara keuntungan yang diperoleh ini digunakan membayar gaji bangsawan, mendirikan Sekolah Rakyat (SR), memperbaiki Puro Mangkunegaran, membangun sarana umum, irigasi dan jalan.
Menurut penjelasan sejarah yang terpampang dalam museum ini, pabrik ini masih terus beroperasi sampai tahun 1998, namun pada tahun 2018 pabrik Gula Colomadu resmi menjadi bangunan cagar budaya.
Salah satu gambar alat produksi di museum De-Tjolomadoe (Pribadi)
Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk dalam menjaga nilai-nilai sejarah. Meski bangunan dan alat-alat di revitalisasi namun tidak menghilangkan nilai sejarahnhya.
Di dalam museum terdapat sebuah tulisan besar seperti Stasiun Ketelan yang kini difungsikan sebagai kantin, Stasiun Gilingan yang merupakan museum pabrik gula, Stasiun Karbonatasi yang difungsikan sebagai area art dan craft. Stasiun penguapan yang juga difungsikan sebagai area arcade.
ADVERTISEMENT
Sebuah perjalanan panjang dan menarik untuk selalu diceritakan kepada anak cucu kita kelak. Mari terus kita jaga dan lestarikan, sebab ini adalah warisan yang tak ternilai harganya bagi sejarah bangsa Indonesia.