Konten dari Pengguna

Mengenal Filosofi dan Tradisi dalam Kelahiran Anak-anak di Jepang

Uswetun hasanah
Mahasiswa S1 Studi Kejepangan Universitas Airlangga.
1 April 2024 14:51 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Uswetun hasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ritual Anak Jepang. Foto: kyonntra / iStock
zoom-in-whitePerbesar
Ritual Anak Jepang. Foto: kyonntra / iStock
ADVERTISEMENT
Jepang merupakan salah satu negara di Asia yang kaya akan tradisi dan kebudayaannya. Tradisi dan kebudayaan Jepang tetap ada hingga sekarang, walaupun di era modern ini banyak masuk budaya barat ke Jepang. Tradisi atau ritual Jepang memiliki keunikannya sendiri dan mencerminkan kedalaman sejarah yang terjadi. Tradisi yang sudah ada sejak dahulu tetap lestari hingga sekarang dan masih banyak masyarakat Jepang yang merayakannya. Misalnya, tradisi atau ritual penyambutan kelahiran anak-anak di Jepang.
ADVERTISEMENT
Kelahiran seorang anak disebuah keluarga merupakan suatu anugerah yang diberi Sang Pencipta. Masyarakat jepang memiliki tradisi yang unik untuk menyambut kelahiran anak-anaknya. Berbagai ritual dan upacara dilakukan untuk keselamatan anaknya dan secara tidak langsung orang tua menaruh harapan yang baik terhadap anaknya. Hal ini merupakan hal umum bagi masyarakat Jepang yang melaksanakan upacara-upacara terhadap anak yang sudah lahir di keluarga mereka. Ritual atau upacara yang dilakukan merupakan suatu penanda bagi anak-anak Jepang karena sudah melewati beberapa tahapan-tahapan dimulai sejak bayi berusia tujuh hari hingga anak berusia tujuh tahun.
Pada artikel ini, saya akan membahas mengenai filosofi pada budaya atau tradisi penyambutan anak-anak Jepang. Masyarakat Jepang telah mengadakan serangkaian upacara penyambutan kelahiran anak-anak telah dilaksanakan sejak dulu. Beberapa upacara atau ritual yang dilakukan masyarakat Jepang yaitu Oshichiya (お七夜), Omiyamairi(お宮参り), Okuizome(お食い初め), Hatsutanjou(初誕生), dan Shichi-go san(七五三). Beberapa hal ini, akan saya bahas lebih mendalam menjadi beberapa pembahasan:
ADVERTISEMENT
1. Oshichiya (お七夜)
Oshichiya merupakan salah satu tradisi upacara penamaan bayi dalam agama Buddha dan Hindu di Jepang. お七夜 artinya upacara penamaan bayi di malam ke 7 setelah bayi lahir ke dunia. Asal mula munculnya ritual ini di karenakan pada zaman dahulu, di Jepang banyak anak yang baru lahir meninggal karena gizi buruk sehingga tidak langsung diberikan nama (Pragasuri, 2024). Hal ini yang mendasari Masyarakat Jepang untuk menamakan anak pada hari ke-tujuh dengan harapan anak yang baru lahir tumbuh dengan sehat. Ritual Ini adalah kebiasaan yang telah berlanjut sejak periode Heian. Di zaman modern sudah hal umum untuk mengadakan upacara penamaan dengan makan satu set perayaan.
Penamaan bayi biasanya dilakukan oleh kakek dari pihak ibu, namun terkadang orang tua akan meminta seseorang yang dihormati untuk memberi nama pada anak tersebut. Terdapat orang tua mengambil keputusannya sendiri memberikan nama anaknya. Upacara ini melibatkan orang tua bayi mengundang orang-orang terdekat untuk makan dan berkumpul serta mengumumkan nama bayi mereka untuk pertama kalinya. Upacara ini disebut 命名式 yang berarti “Upacara Penamaan”. Penulisan nama dan tanggal lahir untuk anak yang baru lahir di tulis dengan kuas di atas kertas washi dan digantung di sebelah butsudan. Untuk menjadikannya hari yang tak terlupakan, orang tua menyiapkan foto kenangan dan cetakan tangan dan cetakan kaki.
ADVERTISEMENT
2. Omiyamairi(お宮参り)
Baju yang dikenakan bayi. Foto: kuppa_rock / iStock
Omiyamairi merupakan ritual Shinto tradisional di Jepang untuk bayi yang baru lahir. お宮参り artinya “Kunjungan ke kuil” adalah orang tua membawa bayi mereka ke kuil untuk mengekpresikan rasa syukur atas kelahiran bayi dan berdoa kepada dewa setempat (氏神) untuk pertumbuhan serta kebahagian bayi dimasa depan. Mengujungi kuil merupakan kebiasaan yang terus berlanjut sejak periode Kamakura dan Muromachi. Pada saat itu, kunjungan ke kuil adalah acara berterima kasih kepada dewa kelahiran (Ubusunagami, Ubushikami, dan Ubukami) atas kedatangan dan menerima berkahnya.
Waktu untuk mengunjungi kuil dikatakan sebagai hari ke-31 dan ke-32 setelah kelahiran untuk anak laki-laki dan hari ke-32 dan ke-33 untuk anak perempuan, tetapi bervariasi tergantung pada adat istiadat setempat. Pada saat mengunjungi kuil, bayi menggunakan pakaian formal dan cerah. Kemudian, menurut tradisi dulu nenek dari pihak ayah yang menggendong cucunya ketika melakukan omiyamairi. Pada saat bersamaan orang tua membayar hadiah yang disebut “biaya buah pertama” ke kuil. Orang tua akan menerima sebuah tas noshi bersimpul pita merah dan pita putih.
ADVERTISEMENT
3. Okuizome(お食い初め)
Hidangan Okuizome. Foto: Yue_ / iStock
Okuizome お食い初め berarti Awal makan, adalah ritual di mana bayi meniru memakan makanan untuk pertama kalinya, berharap bahwa anak tidak akan memiliki masalah dengan makanan selama sisa hidupnya. Tahapan ini orang tua bersukacita bahwa anak telah tumbuh ke titik tumbuh gigi. Pelaksanaan okuizome 100 hari setelah bayi lahir ke dunia. Ritual ini dilakukan dengan makanan yang disajikan untuk bayi kemudian disusun di atas ozen. Hidangannya meliputi nasi merah, sup, ikan air tawar, dan acar plum.
Dalam kebudayaan orang Jepang, ikan air tawar adalah ikan keberuntungan, bisa disebut “medetai”. Sup memiliki arti, agar bayi memiliki pasangan yang baik. Kemudian, sayuran dan ikan memiliki arti, bayi memiliki umur panjang dan dimasa depan dapat berorientasi. Acar buah plum merupakan sebuah simbol untuk kesehatan dan umur panjang. Ada pula tiga batu kecil yang melambangkan gigi bayi menjadi kuat dan menjadi pribadi yang sabar. Batu kecil ini diambil dari pantai melalui sungai terdekat.
ADVERTISEMENT
Ritual ini dilakukan dengan orang tua menggendong anak, mengambil makanan dari sumpit dan menyuapkan ke anak, menggunakan sumpit yang terbuat dari seratus buah sakaki. Namun, bayi tidak langsung makan makanan yang diberi, tetapi hanya disuapkan sampai bibir atau berpura-pura memberi makan pada bayi tersebut.
4. Hatsutanjou(初誕生)
Mochi. Foto: Jonathan Austin Daniels / iStock
Hatsu tanjou 初誕生 berarti kelahiran pertama, kelahiran pertama adalah acara untuk merayakan ulang tahun bayi yang berusia satu tahun. Dalam perayaan kelahiran pertama, bayi diberi sepotong mochi dengan furoshiki di punggungnya yang memiliki berat 2 kg dan menginjaknya dengan kaki.
Terdapat ritual yang disebut “Erabitori” di mana orang tua meletakkan beberapa barang tertentu untuk diambil oleh anak tersebut. Barang yang diambil oleh anak tersebut dipercaya bahwa pekerjaan dan bakatnya dimasa depan dapat diramal. Ritual ini sama persis dengan ritual yang ada di Indonesia. Pada usia 1 tahun seorang anak akan mampu berdiri dan berjalan sendiri, perayaan ini disebut “perayaan berjalan”.
ADVERTISEMENT
5. Shichi-go san(七五三)
Baju yang dikenakan Shichi-go san. Foto: Tatsushi Takada / iStock
Shichigo-san 七五三 adalah acara tahunan di Jepang yang merayakan pertumbuhan anak-anak berusia 7, 5, 3 tahun. Shichigo-san diadakan di kuil Shinto dan kuil lainnya untuk berdoa dan bersyukur. Perayaan Shichigo-san ditetapkan pada hari ke-15 November dari kalender lunar. Asal mula ditetapkannya tanggal 15 November sebagai shichi-go san adalah bahwa di tanggal tersebut disebut sebagai hari keberuntungan dan dikatakan pada tanggal 15 November setan tidak keluar.
Pada November kalender lunar merupakan musim untuk merayakan panen, sehingga banyak masyarakat Jepang berterima kasih atas pertumbuhan dan kesuburan tanaman. Hal ini merupakan berkah alam sehingga pertumbuhan anak-anak di Jepang juga mengalami peningkatan. Upacara shichi-go san dilakukan di kuil dan anak-anak berdoa kepada kami untuk diberikan perlindungan para dewa di masa depan.
ADVERTISEMENT
Ritual kelahiran anak Jepang merupakan ritual yang sudah ada sejak zaman dahulu dan pada era modern ini masih terjaga walaupun banyak budaya barat yang masuk ke Jepang. Ritual kelahiran Oshichiya, Omiyamairi, Okuizome, Hatsutanjou, dan Shichi-go san mencerminkan bahwa masyarakat Jepang masih menghargai tradisi para leluhur dan menghargai kehadiran bayi. Oleh sebab itu, upacara-upacara kelahiran dilaksanakan untuk menunjukkan rasa syukur atas tumbuh kembang anak.